Elmo adalah seorang pemuda mandiri dan sederhana, dalam keseharian pemuda lulusan Sarjana Teknik Industri itu sibuk membantu aparat kepolisian untuk mengungkap berbagai macam kasus kriminalitas.
Herman Widodo adalah Kepala Penyidik Kriminal yang menjadi rekanan Elmo untuk mengungkap berbagai macam kasus yang sempat menghebohkan seluruh media khususnya ibukota, dan ia juga sekaligus sahabat ayahnya yang telah tiada.
Selain itu Elmo mempunyai kesibukan lain yaitu mengajar les privat musik kepada Aris yang masih duduk dibangku kelas 3 SD. Dalam kesehariannya ia selalu ditemani seekor burung Beo yang bisa berceloteh layaknya manusia, terkadang celoteh itu membuat kejenakaan tersendiri bagi Elmo.
Berjalannya waktu Elmo pun bertemu dengan seorang wanita yang berprofesi sebagai guru sekaligus menjadi wali kelas Aris, dengan mantap ia pun menyandarkan hatinya kepada Astrid. Tidak lama ia memantapkan hati kepada Astrid, ternyata Astrid meninggalkan Elmo tanpa kabar.
Dapatkah Elmo menyelesaikan masalah dalam dirinya? Mencari tambatan hati yang hilang tanpa kabar, membantu Aris yang tertimpa musibah kecelakaan dan mengungkap tiga kasus yang merenggut korban jiwa salah satunya Diplomat Indonesia.
Selamat Berpetualang.....!!!
click here ----->>
Serangan Jantung
Diplomat
Pagi hari nan cerah
pada hari senin dimana awal dari penduduk Jakarta beraktifitas, tampak kota
Jakarta sangat sibuk untuk memulai aktifitasnya, segarnya pepohonan saat pagi
hari ditaman seakan menyapa manusia yang lalu lalang untuk mengejar waktu.
Pancaran sinar matahari terus memberikan semangat kepada siapapun yang
merasakannya. Hiruk pikuk kota Jakarta yang terlihat dipagi hari, dimana
masyarakat metropolis melaksanakan aktifitasnya untuk bekerja, dari kendaraan
roda dua, roda empat maupun pejalan kaki semua sama bergerak dengan cepat
semata-mata hanya untuk mengejar waktu agar cepat sampai tujuan, kemacetan pun
terlihat sangat jelas sehingga membuat kota Jakarta sebagai kota terpadat di
Indonesia.
Diatas jembatan
penyebrangan seakan penuh dengan manusia yang berpakaian rapih untuk bekerja
lalu lalang silih berganti, kepulan asap knalpot bus kota pun turut menghiasi
kota Jakarta nan cerah ini. Tak henti-hentinya bus kota bergantian berhenti
dihalte untuk menaikan atau menurunkan penumpang, terlihat penumpang-penumpang
bus yang turun dihalte hampir semua pria menggunakan dasi serta membawa tas ransel
maupun tas jinjing, dan wanita pun tak kalah modis menggunakan rok selutut
serta tas bermerek untuk bekerja.
Tiba-tiba empat
unit kendaraan dari satuan kepolisian melaju dengan kencang bak speedboat yang menghadang ombak
dikemacetan, kecepatan 60-80 km/jam merupakan kecepatan yang sangat langka
dijalan protokol Jakarta pada waktu pagi hari, semua mata terpana melihat laju
kecepatan kendaraan dengan diiringi bisingnya suara sirene, kendaraan-kendaraan
itu terdiri dari dua motor besar dan dua mobil kepolisian yang melaju dengan
kecepatan tinggi diantara kemacetan tersebut, diposisipertamadua motor
Ditlantas yang berwarna putih biru, diposisi kedua mobil minibus dinas bak mobil offroad terlihat sangat garang dan
posisi ketiga yaitu mobil sedan mewah layaknya mobil pejabat dengan warna hitam
dan kaca yang sangat gelap sehingga menambah penasaran bagi siapa saja yang
melihatnya.
Didalam mobil minibus offroaddengan keempat roda yang cukup
besar, salah satu komandan lapangan yang duduk persis disebelah pengendali
setir mengeluarkan sesuatu alat dari dasbor mobil seperti remote control dengan antena yang panjangnya 10 cm, terdapat tiga
tombol dengan masing-masing warna yaitu merah, kuning dan hijau. Dibawah ketiga
baris tombol tersebut tampak jelas layar kecil yang berfungsi sebagai GPS
(Global Positioning System). Lalu komandan lapangan itu menekan tombol warna
hijau kearah lampu lalu lintas yang berada jauh didepan mobilnya. Setelah
komandan tersebut menekan tombol warna hijau, otomatis arus kendaraan dari arah
lain yang akan melintaspun terhalang lampu lalu lintas yang tiba-tiba berubah
menjadi merah. Serentak semua mobil dari arah lain diperempatan jalan besar itu
berhenti seketika dengan menginjak pedal rem, rombongan kendaraan kepolisian
pun leluasa untuk menjaga kecepatannya untuk segera sampai ketempat tujuan.
Pagi yang indah
disalah satu perumahan dipinggir kota, sesosok pemuda dengan pakaian yang lecak
sehabis tidur dan menenteng secangkir kopi panas keluar dari pintu depan rumah,
menoleh kesisi kanan dan kiri rumah. Seakan masih terlalu panas kopi itu untuk
ia minum, lalu gelas kopi tersebut ia taruh diatas meja teras, sedikit
menggaruk perut sambil berjalan kearah sangkar burung yang tergantung diteras
rumah, seperti rutinitas yang biasa dilakukan Elmo ia pun meraih sangkar burung
Beo tersebut. Dengan perlahan sangkar itu ia lepaskan dari gantungan tangkai besi
yang tetancap dilangit-langit terasnya, setelah sangkar itu terpisah dari tangkai
besi lalu ia letakkan diatas rumput yang berada dihalaman rumah. Dengan selang
air yang tak jauh dari pekarangan rumah lalu ia siram sangkar tersebut untuk
membersihkan kotoran dari burung Beo kesayangannya. Sewaktu membersihkan sangkar
tersebut Elmo tak henti-hentinya mengajak bicara burung peliharaannya, walau
terkadang seperti orang yang kurang berakal sehat tetapi itulah hobi yang
selalu ia lakukan.
Dilain sisi terlihat
ruangan besar NTMC (Nasional Traffic Management Center) dengan dipenuhi oleh
monitor-monitor komputer dengan layar
datar, sisi kiri ruangan terdapat sepuluh buah jam dinding yang terpampang
secara berbaris yang menunjukan waktu dari berbagai Negara.Sisi depan ruangan
terdapat layar yang sangat besar untuk memantau arus lalu lintas dari kemacetan
atau kecelakaan dijalan-jalan Protokol Jakarta. Pagi ini adalah pagi yang
berbeda bagi instansi kepolisian Jakarta, dimana anggota reserse dan Ditlantas
dikejutkan dengan tewasnya salah satu diplomat yang sangat berpengaruh di Indonesia,
satuan kepolisian seakan kebakaran jenggot mendengar kabar atas tewasnya
seorang diplomat. Petugas kepolisian
sibuk mencari informasi dari identitas korban, salah satu petugas sibuk mencari
data dari tumpukkan berkas-berkas dokumen, petugas lain sibuk berkordinasi
dengan anggota kepolisian yang sudah berada di TKP.
“Siapkan semua
rekaman CCTV dari dua hari sebelumnya dan data pendukung lainnya!” perintah
salah satu coordinator NTMC. Untuk melihat siapa saja yang berkunjung ke gedung
kantor itu dan mendeteksi semua nama-nama pengunjung yang pernah memasuki
kawasan atau TKP tersebut. Kriiiinggg….krrrriiiing…
suara telepon dari salah satu meja anggota petugas ahli dalam bidang IT, lalu
petugas itu mengangkat gagang pesawat telepon tersebut.
“Selamat pagi,
bidang IT kepolisian ada yang bisa dibantu?” ujar Pol. Budi
“Budi?Saya Herman…!”
jawab Pak Herman Widodo yang menjabat sebagai Kepala Penyidik Polda Metro Jaya.
“Siap Komandan, ada
yang bisa saya bantu?” dengan nada yang sedikit tegas karena sedang berbicara
dengan atasan.
“Saya minta salinan
data-data penelepon yang masuk keruangan korban, nanti ditaruh dimeja saya,
soalnya data dari resepsionis kurang lengkap!” perintah Pak Herman.
“Siap Komandan,
sebelum makan siang sudah saya taruh dimeja komandan, ada lagi komandan?
“Cukup, nanti saya
kabari lagi!”
“Siap Komandan!”
Police Line atau garis polisi
sedang ditarik untuk dipasang di TKP, diatas meja korban tim polisi dari
forensik sibuk dengan kuas yang biasa digunakan untuk mencari bekas sidik jari,
blits kamera dari pengolah TKP pun
tak henti-henti menyilaukan mata untuk mendokumentasikan korban dan seisi
ruangan, kerumunan karyawan ikut menyaksikan kejadian naas yang menimpa
diplomat. Herman Widodo Kepala Penyidik mengangkat garis polisi untuk masuk ke
TKP dan menganalisa korban dan sempat termenung sejenak, melihat posisi korban
yang sepertinya terjatuh kesisi kanan dari kursi kebesaran seorang direksi, dan
posisi meja dan seisi ruangan yang sangat rapih, tetapi hanya bagian terdekat
dari meja kerjanya terdapat berbagai macam benda yang tidak semestinya. Seperti
asbak yang tergeletak diatas lantai serta punting rokok yang berserakan dan
pecahan-pecahan gelas.
Setelah
membersihkan kandang burung, Elmo meraih secangkir kopi dan kembali
menentengnya sambil berjalan kearah kursi yang berada persis didepan teras, ia
pun duduk dan menaruh secangkir kopi tersebut Elmo melihat kotak papan catur
dalam kondisi tertutup.Serentak ia ambil dan membuka papan catur itu, semua
anak catur disusun dengan rapih. Mula-mula ia mengambil salah satu anak catur
ia pindahkan dua langkah kedepan, ctaakk...
bunyi papan dimainkan dengan semangat, sedang asyik-asyiknya Elmo bermain,
burung Beo peliharaannya pun berkomentar.
“Orang gila…orang
gila!” Suara Beo yang fasih berbicara layaknya seorang manusia.
Elmo pun melihat kearah sangkar
burung yang tergantung dilangit-langit teras rumahnya, dan sontak menjawab
“Briisiikk!” dengan nada yang sedikit sewot Elmo menjawab komentar dari seekor
burung peliharaannya, mungkin karena sehabis bangun tidur Elmo menjadi sedikit
sewot.
“Orang gila, main catur sendiri !”
suara burung beo itu kembali berbunyi seakan berbicara dengan Elmo.
“Oooo…mau ngga dikasih makan ya?
Jawab Elmo mengancam seekor Beo.
“Ampun….ampuuunn!” jawab Beo
memelas.
Krrriiiinggg…ponsel Elmo
berbunyi sangat keras dari dalam rumah, sontak ia pun terperanjak dari kursi
dan berlari kedalam rumah, sesampainya diruang tengah dengan kepala menoleh
kekiri dan kekanan Elmo mencari asal suara telepon genggam tersebut, terlihat
diatas meja depan TV dan Elmo pun mengambilnya. Nama “Pak Herman”
berkedip-kedip dalam layar ponselnya, Elmo bertaut alis, ia menjawab telepon
genggam itu.
“Pagi Pak Herman!” ujar Elmo.
“Elmo sudah bangun kau? Ada korban
tewas mengenaskan di jalan Perjuangan No.19. Olah TKP sedang dilakukan tetapi
ada sedikit kejanggalan, bisa bantu saya?” penjelasan Pak Herman kepada Elmo.
“Siap Pak, saya akan segera kesana”.
Elmo pun bergegas lari kekamar mandi dengan meraih dan menenteng handuk yang
berada diatas sofa lalu ia letakkan ke pundak sebelah kanannya, dan masuk pintu
kamar mandi.
Setibanya Elmo di TKP dengan motor
tuanya yang bertenaga 600 cc standar motorpun diturunkan, helm yang mengikat
kencang dikepalanya segera ia lepas dan disangkutkan diatas tangkai spion yang
bercirikan klasik, dengan kemeja kotak-kotak lengan panjang yang digulung
sampai siku dan celana Blue Jeans
inilah pakaian sehari-hari Elmo. Dari sisi luar Elmo termasuk pemuda yang cuek akan penampilan tetapi selalu sopan
dan bersahaja. Kerumunan karyawan menjadi layaknya pagar betis yang menghalangi
jalannya Elmo menuju garis batas polisi untuk ke TKP, garis batas polisi pun
diangkat Elmo dengan sedikit menunduk, melihat seisi ruangan TKP dan korban
mencari apakah adanya kejanggalan seperti yang disebutkan Pak Herman, disaat Elmo
menganalisa meja dan korban, pundak Elmo ditepuk sehingga membuat Elmo
terkejut.
“Eh…pak Herman!” dengan nada
terkejut Elmo menyapa.
“Ooh…sudah sampai kamu?” Tanya Pak
Herman kepada Elmo.
“Baru saja sampai, ngomong-ngomong
kronologisnya seperti apa pak? Dari segi
apa kejanggalannya? Tanya Elmo kepada Pak Herman.
“Dugaan sementara dari tim forensik,
kalau korban ini terkena serangan jantung mendadak, sehingga membuat korban
sampai jatuh kelantai. Saya juga sudah menginterogasi Office Boy yang mengantarkan minuman pada jam dua malam karena
menurut keterangan OB, dialah orang terakhir bertemu dengan korban, petugas satuan
pengamanan mengatakan kalau diplomat yang bernama Kuntoro itu masuk kerja pada
minggu malam karena ada kerjaan yang harus ia diselesaikan, selain itu ada karyawan yang bernama Alex
yang bekerja sebagai assistant korban
pun sangat terpukul atas kejadian ini karena ia satu-satunya karyawan yang
mengenal dekat dengan korban” penjelasan panjang Pak Herman kepada Elmo.
”Mmhhh…!” membuat Elmoberfikir dan tanpa
komentar.
“Tapi Pak, meja dan barang-barang
lainnya yang diatas meja ini kenapa terlihat berantakan sekali?” Tanya Elmo penasaran.
“Itulah kecurigaan kami, dan belum
ada indikasi lain yang menjurus kearah selain serangan jantung” Jawab Pak Herman
yang sempat menghela nafas.
“Apa ada perkelahian atau unsur
kekerasan? Mengingat area sekitar meja kerja berantakan” tanya Elmo penasaran.
“Indikasi kearah itu pun juga
tidak,karena hasil sementara tidak terdapat luka luar maupun luka memar, mudah-mudahan
tidak ada kearah itu” penjelasan Pak Herman kepada Elmo.
“Okelah, kalaubegitu saya selidiki
kejanggalan lainnya”
“Nanti kalau sudah menemukan
indikasi lain segera hubungi saya secepatnya ya!” perintah Pak Herman kepada Elmo.
“Siap komandan!” dengan sedikit gaya
candaan Elmo kepada Pak Herman, posisi sempurna tangan kanan diangkat diatas
alis sebelah kanan layaknya gaya prajurit yang sedang menghormati bendera
sangsaka merah putih.
Pak Herman pun tersenyum kecil lalu
berjalan dan menghampiri salah satu koordianator tim Forensik untuk memberikan Elmo
otoritas atas TKP yang sedang diselidiki oleh tim Forensik, lalu ia pun
berjalan dan pergi untuk melanjutkan tugas ke Polda Metro Jaya.
Olah TKP saat ini menjadi olah
TKPyang pertama semenjak lima tahun yang lalu ia sempat membantu Pak Herman untuk
memecahkan salah satu kasus pembunuhan yang sulit dipecahkan dengan tim
forensik.Semenjak itulah Elmo dan Pak Herman selalu berkomunikasi atau bertukar
pikiran mengenai kasus-kasus kriminal
lainnya, bahkan tim forensik lainnya
sudah sangat akrab dengan Elmo, akhirnya Elmo pun dapat leluasa untuk
menganalisa TKP yang berada dalam garis batas polisi, bisa dibilang Elmo merupakan
bantuan independen yang mendapat kepercayaan dari tim forensik. Kembali ke
pencarian Elmo di TKP yang masih menjadi misteri bagi tim forensik dan Elmo,
ada beberapa indikasi-indikasi dan identitas yang dicatat oleh Elmo dengan buku
kecilnya, salah satunya terdapat gelas besar dengan kondisi sudah terpecah
belah diatas lantai, terdapat bekas cetakan gelas yang basah diatas kertas,
adanya tiga buah bungkus obat diatas meja kerja, ditemukan dua buah butir obat
yang berserakan diatas lantai. Dan Elmo pun tak lupa menuliskan identitas
korban seperti, nama korban Kuntoro, profesi korban
diplomat, dan fisik korban yang cukup gemuk pun ia tulis. Suatu ketika Elmo
melihat jam tangannya untuk mencocokan waktu kejadian, memang sedikit
membingungkan kasus ini sehingga Elmo harus mondar-mandir dan berkeringat
mencari bukti-bukti yang ada, ketika ia melihat jam tangannya untuk kesekian
kali Elmo tersentak kaget, karena waktu telah menunjukkan pukul 15.00 WIB dan Elmo
pun bergegas untuk pergi, ia harus mengajar les privat untuk seorang anak yang
masih duduk dikelas 3 SD.
Elmo mengendarai motor dengan santai
layaknya seseorang yang baru mendapat motor baru, kedua kabel kecil terjuntai
persis dibawah daun telinga yang tertutup helm, kabel kecil ini terkadang ia gunakan
untuk mendengarkan musik disaat mengendarai motor.Sesekali motor tua tersebut
mengeluarkan bunyi klakson karena kurang tertibnya pengendara lain yang
semena-mena berhenti ditengah jalan, suara knalpotnya pun mengelegar maklum
karena motor tua ini bertenaga 600 cc.
***
Teman Kecil
Sesampainya didepan gerbang rumah
yang cukup megah, Elmo menghampiri gerbang tersebut dan berdiri untuk sedikit
mengintip-intip apakah pemilik rumah berada di rumah.
“Permisi...permisi!” suara Elmo
melantangkan suara didepan gerbang rumah Aris, beberapa saat dirumah nan megah
dan indah ini keluar sesosok perempuan paruh baya yang biasa dipanggil Bibi
oleh Elmo.
“Arisnya ada Bi?” tanya Elmo kepada Bibi
yang biasa bekerja sebagai pengasuh rumah tangga dirumah Aris.
“Eh mas Elmo, ada-ada Aris baru
selesai mandi, silahkan masuk.” jawab Bibi dengan ramah.
“Iya, terimakasih Bi” jawab Elmo.
Lalu Elmo memasukan motor kedalam
pagar rumah dan melepaskan helm, sambil membereskan pakaian kemejanya ia
bercermin ke spion sebelah kanan untuk merapihkan rambutnya yang berantakan dan
berjalan masuk ke pintu depan rumah dan duduk di ruang tamu, Elmo melihat kearah
sekeliling dinding rumah tamu untuk melihat foto-foto yang terpanjang dipermukaan
dinding, setelah sekian menit Elmo menunggu keluarlah orang tuaAris dari kamar
utama yang dekat dengan ruang keluarga,mama Aris bernama Rina. Ia pun berkata.
“Sebentar ya mas Elmo, Aris sedang
ambil buku dan alat tulis.” ujar Rina dengan ramah kepada Elmo.
“Oohh tidak apa-apa bu!” jawab Elmo
dengan tersenyum. Lalu Rina pun duduk dikursi yang berhadapan persis dengan
Elmo, diruang tamu ini seakan ada yang ingin Rinasampaikansecara serius kepada Elmo.
“Bagaimana Mas Elmo, apa Aris ada
kemajuan dengan pelajarannya disekolah?” Elmo pun terkejut dengan alis sedikit
mengkerut, dalam hati pun Elmo bertanya bahwa. Saya kan hanya sekedar guru les Aris bukannya guru sekolah Aris, jadi
mana saya tau perkembangan disekolah? Bukankah seharusnya orangutanya sendiri
yang lebih mengetahui perkembangan anak disekolah, karena sering berkonsultasi
dengan wali kelasnya. Kalimat itu seakan ingin Elmo lontarkan tetapi ia
takut menyinggung perasaan Rina yang baik terhadap dirinya. Tetapi dengan kalimat
yang cukup sopan ia berkata.
“Kalau masalah perkembangganya
disekolah saya kurang mengetahuinya Bu, tapi kalau pelajaran kesenian yang saya
ajarkan ada ko perkembangannya! Sekarang saja Aris sudah pandai bermain suling
dan menyanyikan lima lagu, padahal sebelumnya susah sekali.” ujar Elmo kepada Rina
menjelaskan.
“Yaa, begitulah memang Aris agak
sedikit tertutup belakangan ini, semenjak ditinggal ayahnya tiga bulan yang
lalu, komunikasi dengan dia pun jarang.Karena sebelum matahari terbit saya
harus berangkat kekantor Aris belum bangun, ketika malam saya baru pulang ia
sudah tidur, untung hari ini saya sedang libur jadi saya bisa meluangkan waktu
untuk Aris” jelas Rina.
“Maaf bu, bukan maksud saya untuk menggurui tapi
mungkin ia butuh sosok orang tua yang selalu bisa memberi perhatian lebih dan
memberikan kasih yang penuh, apalagi baru ditinggal ayahnya” ujar Elmo.
“Memang sih, tapi sayakan juga harus
bekerja untuk mencukupi kebutuhan Aris dan yang lainnya” bantahRinasambil menghela
nafas dan bingung dengan kondisi yang sedang ia alami.
Tak lama Rina dan Elmo hanyut dalam
perbincangan, Aris pun keluar dari kamar dan berjalan kearah ruang tamu dengan
wajah yang sedikit tertunduk malu itu menandakan ia siap untuk memulai les nya.
Berhadapan dengan Elmo pun ia masih tersipu malu, maklum baru tiga kali
pertemuan Aris masih sungkan dengan Elmo. Elmo dan Rina beranjak ke ruang
keluarga yang berada di ruang tengah untuk memulai les. Tetapi Rina berjalan
terus kearah kamarnya, dan berkata.
“Mas Elmo saya tinggal dulu ya!”
lalu iapun memasuki pimntu kamarnya.
“Oohh,ya silahkan Bu!” jawab Elmo.
Sesampai di ruang keluarga Elmo dan Aris
sama-sama duduk bersila dengan posisi berhadapan diatas karpet yang berbulu
tebal dan indah. Dalam pikiran Elmo berkata pasti
ini karpet mahal nih, bagus sekali!Setelah keduanya duduk manis, dibelakang
Elmo ada sebuah white board, satu
buah spidol biru dan penghapus white
board yang biasa digunakan Elmo untuk les.Elmo mengeluarkan dua buah
harmonika untuk memperkenalkan alat musik yang baru akan diajarkan Elmo kepada Aris,
karena Elmo yakin Aris belum pernah mengetahui sbelumnya.LaluAris mengeluarkan
pensil dari kotak pensil dan diletakkan diatas meja kecil berdampingan dengan
satu buah bukunya. Tampak tangan Elmo mengenggam masing-masing harmonika,
tangan sebelah kanan sedang menggenggam sebuah harmonika lalu dijulurkan kearah
Aris.
“Nih ambil!” perintah Elmo sambil
tersenyum yang memberikan harmonika itu kepada Aris.
“Apa ini kak?” tanya Aris dengan
wajah lugu dan penasaran karena baru pertam kali Aris melihat alat musik
harmonika.
“Namanya har-mo-ni-ka” untuk
memperjelas ucapannya Elmo pun mengeja nama alat musik itu agar dapat dipahami
oleh anak yang baru duduk dibangku kelasa tiga Sekolah Dasar.
“Har-mo-ni-ka.” Aris pun mengikuti
ejaan yang diucapkan oleh Elmo tanpa melepas pandangan ke arah alat tersebut,
dan nyaris tanpa suara ia ucapkan karena terlalu antusias.
“Sekarang liat kakak dulu ya!” pintaElmokepada
Aris.
Elmo memperagakan cara penggunaan
harmonika tersebut dan memainkan lagu nasional Satu Nusa Satu Bangsa hingga
usai.Terlihat Aris antusias danmencoba cara menggunakannya, “Huuff..huuff” Aris
terus mencoba meniup harmonika tapi belum menghasilkan suara, setelah berusaha
dengan semangat akhirnya Aris bisa mengeluarkan suara tapi belum seirama,
bahkan bukannya mengikuti irama malah merusak irama lagu tersebut. Maklum
karena Aris baru mengenal alat musik tiup yang menurut ia sangat unik,
sebelumnyaia pernah memainkan alat musik, tiup yang bernama suling tetapi tidak
seantusias harmonika. Berjalannya waktu ternyata sudah pukul 16.30 wib tanpa
terasa oleh Elmo dan Aris, padahal les hanya sampai jam 16.00 wib, mereka
berdua terlalu asik berman musik, apalagi Aris sangat senang dengan mainan
barunya. Elmo pun berbenah untuk pulang dan berdiri untuk membawa tasnya.
“Wah, sudah jam setengah lima, besok
kita lanjutin lagi Ris” ujar Elmo.
“Yaaa kak, padahal aku baru bisa nih!”
dengan nada memelas Aris merasa berat ditinggalkan Elmo.
“Ngga apa-apa, besok kita lanjutin
lagi. Kan kamu bisa belajar sendiri untuk mencoba lagu-lagu lainnya” ujar Elmo
menenangkan Aris.
“Gimana bisa, kan harmonika ini
punya kakak, kalo dibawa gimana Aris bisa belajar lagu-lagu lain” keluhAris.
Sedikit menunduk kearah Aris yang
sedang duduk sila dan berbicara sedikit berbisik,
“Kalau kamu suka pegang saja, gimana
kalo harmonika itu untuk kamu” tawaran Elmo kepada Aris.
“Untuk saya kak?” tanya Aris tidak yakin.
“Iya untuk kamu!” jelas Elmo
kembali.
Aris pun langsung berdiri dan
loncat-loncat sambil menyanyikan yel-yel,”Aaaasssikkkk...aaassssikkkkk.....aaaasssssikkkk...aaassssiikkkkk”
tampak jelas wajah Aris begitu gembira mendengar tawaran Elmo.
“Ya sudah kalau begitu kakak mau
pamit dulu sama mama Aris!”Aris pun berlari kearah kamar ibunya untuk memanggil
ibunya keluar, pintu kamar ibunya ditabrak dengan dorongan badannya, karena ia
terlampau senang dengan mainan baru. Beberapa detik kemudian, Aris beserta
mamanya bergandengan keluar dari kamar. Terlihat mamanya Aris menggunakan
pakaian dress yang sangat rapih dan terlihat elegan, layaknya wanita yang akan
pergi keluar rumah untuk mengahadiri suatu pesta. Hati kecil Elmo pun
bertanya-tanya tanpa berani berkomentar atau bertanya langsung untuk basa-basi.
Kalimat yang terlintas dibenak Elmojangan-jangan
ibu Rina mau pergi lagi?
“Bu, saya pamit dulu!
“Oh iya..iya, kapan mas Elmo datang
untuk les lagi?
“Seperti biasa setiap senin, rabu
dan jumat saya mengajar Bu” jawab Elmo.
“Oohh, saya lupa seminggu tiga kali
ya?” sambil mengangguk-angguk karena telah mengingat.
“Ngomong-ngomong apa itu yang
dipegang Aris?” tanya Rina kepada anaknya Aris yang sedang bersandar dipinggang Rina, sambil mengenggam harmonika.
“Itu harmonika, yang baru dipelajari
Aris tadi” jawab Elmo spontan.
“Nih ..mah liat, dikasih nih sama
kak Elmo, baik kan!” Aris pun ikut menjawab. Lalu Elmo dan Rina tersenyum
melihat Aris memamerkan harmonika dengan senang.
“Bilang apa dong, sama mas Elmo?”
tanya Rina kepada Aris, agar Aris mengucapkan terima kasihkepada Elmo yang telah memberikan harmonika. Tetapi Aris
merasa malu untuk mengucapkannya dan menunduk tanpa kata-kata karena masih asik
memegang harmonika.
“Yaudah bu, saya pamit!”
“Ohh iya, rumahnya jauh tidak dari
sini?” tanya Rina kepada Elmo.
“Dekat ko, jaraknya hanya tiga rumah
dari sini.Mari bu!” pamit Elmo kembali.
Rina dan Aris berjalan menuju pintu
depan rumah untuk mengantarkan Elmo pulang, setibanya Elmo menghampiri motornya
, ia pun memakai helm dan Bibi membuka gerbang pagar, Elmo perlahan mendorong
mundur motor tuanya yang sedikit berat karena motor dengan kecepatan 600cc,
setelah Elmo keluar dari gerbang pagar.
“Dadah tuh sama Mas Elmo!” ujar Rina
kepada Aris, sambil melambaikan tangan kanan dan menyuruh Aris untuk ikut
melambaikan tangan walau agak berat
karena belum begitu akrab dengan Elmo.
Sesampainya dirumah yang sangat
sederhana Elmo pun terdiam dengan mengangkat kedua tangan diatas sejadah yang
berwarna merah, menggunakan sarung kotak-kotak dan kaus oblong putih tak lupa
pula kopiah usang yang awalnya berwarna hitam sekarang menjadi kemerahan, seakan
banyak permintaan kepada Yang Maha Esa doa pun belum berhenti. Setelah berdoa
usai Elmo berdiri dan merapihkan sajadah dan kopiahnya ia taruhdiatas meja
kecil yang terletak persis disebelah ia sholat.
Elmo berjalan menuju ruang TV dengan
membawa tas kecil dan mengeluarkan buku kecil serta pulpen lalu ia letakkan
diatas meja dan menyalakkanya. Cuplikan berita yang disiarkan TV menyangkut
masalah tewasnya seorang diplomat, ia pun berpaling dan meraih buku kecil yang
ada dimejanya, untuk menganalisa kronologis tewasnya seorang diplomat yang
menurutnya agak sedikit ganjil. Ia pun menganalisa bukti-bukti yang ia catat
seperti, salah satunya terdapat gelas besar dengan kondisi sudah terpecah belah
diatas lantai, terdapat bekas cetakan gelas yang basah diatas kertas, adanya
tiga buah bungkus obat diatas meja kerja, ditemukan dua buah butir obat yang
berserakan diatas lantai.
Kepulan asap satu persatu keluar dari
mulut Elmo, sebatang rokok yang diapit kedua jari telunjuk dan jari tengah
menjadi saksi keseriusan Elmo untuk membantu memecahkan kasus ini, puntung
rokok bertumpuk didalam asbak, air putih dalam gelas pun tinggal seperempat,
tak sedikit ia menghela nafas untuk mencari kebenaran dari kasus ini. Waktu
menunjukan pukul 21:00 WIB tak lama ia pun terlelap diatas kursi panjang dengan
posisibadan sedikit miring dan masih mengenakan sarung.
Pagi sekitar jam 07.00 wib sehabis
bangun tidurElmo berjalan keluar pagar dengan menggunakan kaos oblong warna
putih dan celana pendek, rambut masih berantakan sekali walau sempat merapihkan
tanpa sisir hanya dengan tangan, langkah demi langkah terasa sangat berat baginya
untuk keluar rumah, sesampainya di warung Ibu Minah yang berada tidak jauh dari
rumahnya, ia pun berkata.
“Bu Minah, beli bu!” panggil Elmo
kepada pemilik warung, ia pun sedikit berlari kecil menuju warung dari dalam
rumahnya, karena terdengar ada pembeli. Sebelum bu Minah sampai kedepan warung
ia pun membalas panggilannya. “Beli apa?” sambil bertanya kepada pembeli dari
kejauhan, dan akhirnya bu Minah pun sampai kedalam warung yang berada persis di
depan rumahnya dan berkata.
“Eehhh Mas Elmo, tumben nih
pagi-pagi udah belanja” Sapa bu Minah kepada Elmo. Mendengar sapaan bu Minahia
pun tersenyum dengan wajah setengah sadar dan raut muka yang sehabis bangun
tidur.
“Beli kopi dong bu, sama rokoknya ya!”
pinta Elmo kepada bu Minah.
“Kopinya berapa?” sambil meraih
bungkus sachet kopi yang tergantung
di depan warung.
“Tiga deh! Jawab Elmo.
“Kasian ya kalo bujangan bikin kopi
sendiri, bangun tidur sendiri, mao ngapa-ngapain sendiri” candaan bu Minah
kepada Elmo, mengingat status Elmo yang masih lajang sambil menggunting sachet kopi. Elmo pun membalas candaan
bu Minah dengan senyuman, walau sempat terbesit olehnya, kalau saja ia sudah
memiliki pendamping pasti hidupnya terasa lebih lengkap seperti layaknya pria
seusianya. Lalu bu Minah memasukkan kopi sachet
dan rokok kedalam kantong plastik berwarna hitam.
“Emangnya, cewek-cewek pada ga
ngelirik apa, sama mas Elmo yang ganteng ini?”. Sedikit pujian bu Minah
lontarkan kepada Elmo.
“Bangun tidur aja masih ganteng,
apalagi kalo udah mandi, ya ngga mas?” sambil tersenyum dan sedikit cengengesan bu Minah mulai gombal kepada
Elmo, maklum karena watak bu Minah yang terlalu blak-blakandan apa adanya
setiap berbicaradengan orang lain. Elmo tersenyum lebar karena mendengar
komentar bu Minah yang memujinya dengan dialekdaerah.
“Nih mas, semuanya jadi delapan
belas ribu!” Elmo pun langsung mengeluarkan uang dua puluh ribu dari saku
celananya, lalu ia berikan dengan tangan kanannya kepada bu Minah.
“Ini bu, sisanya simpan dulu aja
ya!” ujar Elmo kepada bu Minah. “ooh ya mas, makasih ya!” dengan raut wajah
sumringah bu Minah menerima uang dari Elmo.
Lalu ia pergi meninggalkan warung
dekat rumahnya itu dan kembali terpikir oleh nya tentang ucapan bu Minah
kepadanya, seakan bu Minah sangat mengerti perasaanya yang selalu dipendamnya
yaitu dengan umur sekianElmo belum melangsungkan pernikahan, bagaiman bisa
menikah pacar pun Elmo belum memiliki. Krrreeeeekkkk.....Elmo
menutup pagar dan berjalan masuk ke pintu rumahnya.
Tteeeeennnggg...tteeengg suara bel
sekolah berbunyi, Aris yang sedang digandeng Bibi pun bergegas untuk masuk
ruang kelas, pagi ini Aris agak telat berangkat kesekolah mungkin Aristerlalu
asik mai harmonika hingga larut malamn, bocah yang menggendong tas bergambar
salah satu tokoh kartun dalam film anak-anak, akhirnya samapai di depan pintu
kelasnya ia pun langsung duduk dan memandang kearah depan kelas dimana seorang
gurunya yang bernama Astrid berdiri, Astrid adalah guru baru disekolah ini dan
guru satu-satunya yang termuda. Karena Astrid baruy saja lulkus kulaih dan
berkesempatan mengajar di sekolah ini.
“Pagi anak-anak!” sapa guru Astrid
kepada semua murid yang berada di dalam kelas.
“Pagi buuuuu!” jawab murid serentak.
“Sebelum kita memulai pelajaran
pertama kita, kita berdoa dulu yuuk!! Menurut agama masing masing ya, berdoa
mulai” Astrid menunduk kepalanya tanda berdoa dimulai.
“Berdoa selesai!” kepala Astrid diangkat
tanda doa telah selesai.
“Sebelumnya ibu mau tanya, sekarang
pelajaran apa yah? Ada yang tau?” tanya Astrid kepada murid kelasnya.
“Pelajaran keterampilan, bu guru”
jawab murid serentak.
“Pintaaarrr!” senyuman yang sangat
lebar karena senang dengan antusias murid-murid. Berjalanya waktu pelajaran pun
usai, dan Astrid mengingatkan kepada murid-muridnya bahwa pekerjaan rumah yang
telah diberikan harap segera dikumpulkan dalam waktu dua hari lagi, ia pun
berkata.
“Anak-anak, PR kemarin yang ibu
kasih apa sudah selesai?” tanya Astrid.Sebagian murid menjawab sudah dan
sebagian menjawab belum Aristermasuk murid yang menjawab belum.
“Bagus nanti yang belum lekas
diselesaikan ya! Karena dua hari lagi akan dikumpulkan.” Pinta Astrid kepada
murid agar tidak ada muridnya yang terlupa atastanggung jawabnya masing-masing.
Teeennggg...teeeng bel pun
berbumnyi kembali tanda pelajaran sudah usai semua murid pun keluar kelas untuk
bergegas pulang, terlihat Aris duduk disisi kiri kelas dekat dengan jendela
ruangan, dan mengeluarkan sesuatu dari tasnya.Astrid yang sedang merapikan meja
guru hendak beranjak untuk keluar ruangan menoleh kearah Aris, Astrid pun
bertanya.
“Aris kamu ko tidak pulang?” tanya Astrid
penasaran.
“Iya bu saya mau pulang tapi mau
main ini sebentar!” dengan posisi kepala menunduk kearah tas dan tangan kananya
merogoh kedalam isi tas.
“Apa itu Ris?” tanya Astrid kepada Aris
dengan raut muka yang penuh tanda tanya sambil memeluk buku besar ditangan
kirinya.
“Ini dia” jawab Aris sambil memamerkan
benda yang telah ia keluarkan dari dalam tasnya.
“Oohh harmonika, memang kamu bisa
memainkannya?” tanya Astrid.
“Bisa dong, tapi baru bisa satu lagi
doang!” jawab Aris dengan sedikit pamer.
“Nih, dengerin ya bu!” ujar Aris. Aris
pun memainkan lagu nasional Satu Nusa Satu Bangsa dengan penuh antusias, walau
iramanya kurang harmonis maklum karena Aris baru bisa menggunakan harmonika,
sambil menganguk-angguk tanda ia sedang menikmati lagu tersebut.
Setelah Aris melantunkan satu lagu Astridpun
bertanya.
“Siapa yang mengjari kamu Aris?
Sepertinya kamu sering latihan ya?” “KakElmo dong!” jawab Aris.
“Siapa itu kakElmo? Tanya Astrid
penasaran.
“Itu yang ngajarin Aris les dirumah,
orangya baik Bu.Harmonika ini aja dikasih sama kak Elmo” dengan intonasi suara Aris
layaknya seorang bocah yang memamerkan mainan baru kepada teman sebayanya. Astrid
pun terdiam, memikirkan kalau ternyata ada seorang guru les yang baik yang
dibayar mungkin tidak seberapa, tetapi memberikan harmonika yang harganya juga
tidak murah.
***
Terpanggang Oleh
Api
Tampak sore ini lingkungan komplek
perumahan mewah dengan taman bermain yang dihiasi pepohonan dan rumput yang
hijau, arena bermain seperti perosatan, jungkat-jungkit dan lain-lain seakan
diisi oleh kecerian anak-anak kecil bermain sepeda roda tiga bersama babysitter (pengasuh anak) sedang mendorong
sepedanya. Tiba-tiba Bbooooooommmmm
suara ledakan sangat dahsyat yang menusuk telinga bagi para penghuni kompleks
perumahan, warga yang berada dilingkungan pun tiarap seakan ada suara bom, semburan
api menjulang tinggi kelangit dengan menembus atap salah satu rumah, kaca-kaca
jendela pun berhamburan hingga keluar rumah, daun pintu bahkan jebol dari tempat
semestinya, api tak henti-hentinya melahap tembok dan atap rumah. Warga
kocar-kacir atas kejadian ini ada yang berusaha memadamkan dengan seember air,
ada yang sibuk keluar rumah untuk menyaksikan ledakan, ada yang memperkirakan
aksi dari bom teroris. Selang beberapa menit satpam kompleks menelepon pemadam
kebakaran.
Suara jangkrik terdengar bersautan,
rumah yang sederhana itu tampak sedikit redup karena lampu yang menyinari teras
hanya menggunakan bohlam 5 watt, dari sela-sela jendela terlihat Elmo didalam
rumah sedang membuat sketsa tentang tewasnya diplomat yang bernama Kuntoro. Dengan
menggunakan meja yang terdiri dari dua buah penggaris berbentuk siku, layaknya
seorang arsitek yang sedang merancang gedung, maklum karena Elmo sarjana
lulusan teknik industri.Lututnya pun tak gemetar walau sudah berdiri sekian jam
dengan posisi yang sedikit menunduk, pensil diatas kuping, sewaktu-wakutu juga
menggaruk bokongnya. Sketsa ruangan kerja Kuntoro hampir selesai ia pun meraih
gelas yang berisi kopi hitam dan sebatang rokok, ia pun tak pernah melapas
pandangan ke arah kertas yang sedang ia kerjakan. Keseriusan Elmo membantu Pak Herman
dalam mengembangkan kasus ini seakan tak kenal lelah ia jalani, walau jam
dinding telah menunjukan pukul 23:34 WIBia terus menggambar sketsa dengan
detil. Tiba-tiba suara ponselberbunyi, menoleh ke arah ponsel yang berada diatas
meja yang berada disebelah kanannya dimana ia berdiri, lalu iapun meraihnya,
sempat memandangi layar ponsel yang bertuliskan Pak Herman dan berkata.
“Ada apa Pak? tumben malam-malam
telepon” ujar Elmo meledek.
“Maaf nih sedikit menggangu!” jawab Pak
Herman.
“Oooohnh... ngga apa-apa, ada kabar
apaPak?” tanya Elmo kembali.
“Ya Elmo, bagaimana sudah ada
indikasi yang kamu temukan dalam kasus tewasnya diplomat?” tanya Pak Herman
kepada Elmo yang mendapat mandat penting dari Kepala Reserse Kriminal.
“Hampir selesai, tapi saya harus konfirmasi
terlebih dahulu kepada tim forensik”. Jawab Elmomeminta waktu untuk
menyelesaikan tugasnya.
“Mmhh, oke kalau begitu. Besok pagi
kamu ada waktu luang?” tanya Pak Herman.
“Besok pagi...” Elmo sedikti terdiam
dan mengingat apakah ia punya waktu luang atau tidak dengan jadwal
aktifitasnya, lalu ia sontak menjawab,
“Bisa-bisa memangnya ada Pak? Sore tadi
ada kejadian menghebohkan, yaitu meledaknya salah satu rumah eliteyang menewaskan satu orang wanita,
kronologisnya belum diketahui, kalau melihat kondisi rumahnya cukup parah.
Kejadiannya di jalan Sejahtera No.2, kalau bisa kamu datang pagi-pagi sekali
ya!” jelas Pak Herman.
“Oke, kalau begitu saya akan datang
lebih pagi!” ujar Elmo.
“Terima kasih Elmo, saya tunggu ya!”
“Sama-sama pak” jawab Elmo.
Keesokan harinya setelah Elmo sampai
di TKPjalan Sejahtera No. 2 pada pagi ini, ia pun bergegas masuk kedalam rumah.
Pecahan kaca, perabotan rumah, genteng yang jatuh kelantai dan sebagian kayu
hitam bekas tebakar pun masih mengeluarkan asap, layaknya kapal pecah yang
memporak-porandakan rumah ini. Langkah demi langkah Elmolalui dengan sangat
hati-hati, tak lupa ia menunduk dari balok yang jatuh miring dimana pintu masuk
berada. Setibanya Elmo diruang tengah dan menegur Pak Herman.
“Apa yang telah terjadi pak?” dengan
posisi badan pak herman sedang jongkok karena sedang melihat bentuk posisi
korban yang telah digambar dengan kapur, lalu berdiri mendengar suara Elmo,
dengan posisi tangan kiri mebentang didepan perut dan posisi tangan kanan
menyanggah dagu seakan memberikan bahasa tubuh yang membingungkan atas kasus
ini.
“Kebakaran yang sangat besar, saksi
mata menjelaskan rumah ini meledak seperti ledakan bom, tapi saya belum
menemukan pemicu ledakannya berasal darimana? Arus pendek atau tabung gas yang
bocor. Sedangkan bom seperti diungkapkan saksi mata juga tidak ditemukan?”
jawab Pak Herman menjelaskan kronologis kepada Elmo.
“Mmmhhhh....seperti itu” ujar Elmo,
seakan ia juga terbawa oleh kebingungan yang telah terjadi.
“Jasad korban sudah dievakuasi?”
tanya Elmo.
“Sudah dievakuasi semalam, sekujur
tubuhnya luka bakar yang sangat parah, bahkan bisa dikategorikan sudah tidak
berbentuk.” Jawab Pak Herman. Setelah mendengar penjelasan Pak Herman, Elmo
sedikit mengangguk karena prihatin terhadap korban yang tewas dengan kondisi
sangat mengenaskan.
“Ya sudah kalaubegitu saya liat-liat
kedalam dulu Pak!” pinta Elmo kepada Pak Herman. Satu persatu Elmo memeriksa
bukti-bukti yang menjadi indikasi pemicu ledakan rumah ini, dengan menggunakan
pulpen berwarna biru ia mengangkat materi-materi yang telah hancur.Setelah
semua bagian bawah telah ditelusuri Elmo, lalu ia pun melangkah keanak tangga
setelah sampai anak tangga terakhir Elmo pun terkejut, ternyata lantai sudah
ambruk sia-sia ia berjalan keatas ternyata lantai sudah amblas dan rata di
bawah. Seketika tim forensik pun berteriak kepada Pak Herman W.
“Komandan pemicunyatelah ditemukan!”
teriak salah satu tim forensik kepada Pak Herman, mendengar anak buahnya yang
telah menemukan pemicu Pak Herman pun bergegas ke arah dapur. Elmo pun tidak
tinggal diam dan ikut menyusul Pak Herman untuk melihat bukti apa yang
ditemukan, sesampai didapur tim forensik memperlihatkan bercak hancurnya tembok
dan lantai kepadaPak Herman dan Elmo.
“Apa pemicunya?” tanya Pak Herman
penasaran.
“Kebocoran tabung gas, komandan”
jawab tim forensik.
Dimana posisi tabung gas itu berdiri
dalam keadaan pecah, pak herman langsung menganalisa dan mencari asal muasal
ledakan, dari tabungkah?Atau dari selang yang bocor?Atau kurang rapat antara
selang dengan mulut tabung?Sehingga mengakibatkan gas keluar. Elmo juga ikut
menganalisa tempat asal muasal terjadinya ledakan, ia memulai dari meja dapur
yang tertutup reruntuhan gipsum, satu persatu gipsum diangkatnya untuk mencari
tau apakah pemilik rumah sedang memasak?, Gipsum terakhir pun diangkatnya.
Ternyata disinilah awal mula kecurigaan Elmo, ia pun langsung mengeluarkan buku
kecil dan pulpen untuk mencatat indikasi-indikasi. Yaitu dibalik gipsum ia
menemukan sebungkus korek api kayu yang sedikit terbakar dan sepuntung rokok
disebelahnya, melihat tombol kompor gas yang masih menyala sampai saat ini, dan
posisi jasad korban telungkup diatas lantai.
Setelah Elmo mencatat semuanya
dengan seksama, lalu Elmo melihat jam tangannya lalu berjalan dan sedikit
tergesa-gesa keluar dari TKP sambil berkomentar dengan pak herman.
“Pak Herman, saya duluan ya!” ujar Elmo
yang terlihat tergesa-gesa.
“Iya...iya, nanti kabari saya ya!”
jawab Pak Herman yang sedang sibuk menganalisa ruang dapur beserta isinya,
untuk membuat laporan hasil pengembangan kejadian ini.
“Siapppp!” jawab Elmo dengan
teriakan balasan kepada Pak Herman karena Elmo sudah berjarak kurang lebih lima
meter dari dimana ia berdiri dengan Pak Herman sebelumnya.
Dalam ruangan besar yang biasa
disebut ruang keluarga atau ruang tengah, terdapat Aris dan Elmo yang sedang
asyik belajar tentang not-not balok, papan tulis berwarna putih itu pun penuh
dengan not-not balok yang telah ditulis Elmo. Walaupun Elmo sarjana lulusan
teknik industri tetapi ia mumpuni dalam seni musik, karena ia sangat hobi dan
menyukai semua jenis musik. Hari ini Aris mendapat pelajaran lagu baru yang
akan diuji oleh Elmo nantinya, karena Aris sangat antusias dengan harmonika
maka Aris mencoba satu persatu not balok untuk dilantunkan yang akan menjadi
rangkaian irama lagu daerah. Suatu ketika Aris mengambil bukunya untuk mencatat
not-not balok yang telah ditulis Elmo dipapan tulis, setelah membuka lembar
demi lembar ternyata Aris salah mengambil buku, ia pun terperanjak untuk
mengambil buku les yang berada didalam tasnya. Melihat gerak-gerik Aris yang
sibuk dengan menukar bukunya, Elmo pun berkata.
“Kenapa Ris, salah buku?” tanya Elmopenasaran,
sambil sibuk mencari bukunya didalam tas, Aris menjawab.
“Iya kak, mau ngambil buku les malah
buku keterampilan, mana ada PR lagi!” jawab Aris dengan nada sedikit
menggerutu.
“PR apa?” Tanya Elmo kembali.
“PR keterampilan lah!” dengan
intonasi kalau Aris sedang bingungdengan dengan PR-nya yang sama sekali belum
sempat ia kerjakan.
“Kenapa ngga bilang sama mama kalau Aris
punya PR, mungkin bisa dibantu sama mama? Ujar Elmo menasehati karena prihatin
dengan Aris.
“Aaahhh...mama kan kerja, ngga
pulang-pulang!” nada jengkel dan polos seakan Aris kurang dapat perhatian dari
mamanya, ia pun tak mau menaruh harapan lebih kepada ibu yang pernah
melahirkannya.
“Ya sudah, mana sini kakak lihat!” Elmo
pun melihat buku keterampilan yang terdapat tulisan tangan Aris atas pekerjaan
rumah yang menyatakan, Siswa diwajibkanmembuat
sebuah karya keterampilan dan perlu dukungan dari orang tua karena kelas tiga SD
belum cukup memahami tentang karya keterampilan.
“Oooohhh ini tugasnya!” ujar Elmo
kepada Aris. Lalu Elmo kembali bertanya.
“Kira-kira kamu ingin membuat apa?”
Dengan kepolosan bocah yang baru
duduk di kelas tiga SD, ia pun menjawab “Taaauuuuu!”. Mendengar intonasi dan
ekspresi Aris sontak Elmo tersenyum lebar, lalu Elmo pun berkata.
“Nanti kakak bantuin deh, tenang aja
ya boss!”
Didalam ruangan kelas yang sepi
dimana detak jam dinding pun terdengar, seorang guru duduk dengan serius,
seakan pandangan tak pernah lepas dari buku besar yang bertuliskan DATA
PERKEMBANGAN SISWA diatas meja guru.Astrid melihat ada sedikit data prestasi
muridnya yang menurun drastis, maklum karena Astrid wali kelas baru disekolah
ini jadi sedikit perfeksionis untuk masalah kwalitas muridnya, takut-takut jika
kwalitas murid menurun dapat mempengaruhi hasil kinerjanya sebagai wali kelas
baru. Hanya satu muridnya dengannilai sangat menurun drastis yaituAris, padahal
sebelumnya Aris termasuk murid yang berprestasi dan selalu ada peningkatan
dalam masalah pelajaran. Rasa penasaran ini sedikit mengguncang hati Astrid dan
seolah terdapat tanda tanya besar diatas kepala Astrid, lalu ia pun beranjak
dan bergegas dari tempat duduknya untuk mendatangi rumah Aris berniat bertemu
dengan orang tua Aris dan membicarakan apa penyebabmenurunnya nilai Aris
disekolah.
***
First Impression
Sesampainya Astrid didepan pagar
rumah Aris, Astrid menekan tombol bel Tteeeett...Tteeeettttt
sambil menekan bel, ia berteriak dengan suara lembutnya, “Assalamuaikum....Assalamualaikum”
setelah beberapa detik, terdengar suara balasan yang menjawab dari dalam rumah.
“Iyaaa...Walaikumsalam” ternyata Bibi bergegas dengan berlari kecil menuju
gerbang, ketika sampai didepan gerbang pagar, ia langsung membukakan pintu
pagar.
“Ehh...bu guru, masuk bu!” sapa Bibi
dengan ramah.
“Ya Bi, orangtua Aris ada Bi? Sambil
memasuki pagar.
“Waahhh, mamanya Aris sedang kerja
bu, pulangya sih malem, tapi kalo Arisnya ada tuh lagi les sama mas Elmo” jawab
Bibi.
Langkah Astrid terus mengikuti
langkah Bibi yang hendak mengantarkan kedalam rumah, tetapi Astrid teringat
sejenak karena pernah mendengar nama yang menurut ia sudah tidak asing lagi
yaitu Elmo. Astrid dan Bibi berjalan
menuju kedalam rumah selain Astrid berjalan ia pun melihat-lihat bangunan rumah
yang megah ini, sesampainya Bibi di depan pintu rumah yang terbuka Astrid
dengan posisi dibelakang Bibi pun masuk dan Astrid mengucapkan
“Assalamualaikum” dengan nada suara sedikit rendah. Serentak Elmo dan Aris
menjawab “Walaikumsalam”.
Kejadian yang sangat-sangat
mengejutkan untuk Elmo. Dimana Elmo terpana melihat paras seorang wanita muda
yang memiliki kedua bola mata yang berbinar-binar, sungguh makhluk Tuhan yang
sangat sempurna, cantik, indah dan anggun. Walau Astrid masih menggunakan
pakaian mengajar layaknya seorang guru lainnya, dan hal-hal lain yang Astrid
kenakan seakan sempurna dimata Elmo, seakan-akan Elmo terbuai oleh bidadari
yang datang dan mampir kerumah Aris. Padahal sebenarnya paras dan penampilan
dari seorang Astrid hanya wanita yang sederhana tanpa make-up berlebih, sopan, tutur kata lembut, dan sedikit tersirat
pancar keibuan dari seorang Astrid, memandangi Astrid hingga membuat Elmo
tercengang cukup lama, dan Aris pun menegurnya.
“Kak Elmo, inikan bu guru Aris! ko
malah bengong?” Aris merasa heran melihat tingkah laku Elmo yang tetap duduk
bersila diatas karpet berbulu dan terus memandangi wajah Astrid. Mendengar
teguran dari Aris, sontak Elmo langsung berdiri hendak bersalaman untuk
mengikuti Aris yang telah bersalaman terlebih dahulu. Setelah hampir mendekati AstridElmo
lalu menjulurkan tangan kanannya dan berkata.
“El-mo!” perkenalan diri Elmo yang
sedikit salah tingkah karena berhadapan langsung dengan wanita yang menurutnya
berparas anggun, bahkan dari wajah Elmo terpancar wajah sumringah.
“Siapa?” tanya Astrid kepada Elmo
yang kurang mendengar suara Elmo karena terlalu pelan.
“Eeell-moo” mengeja namanya agar
terdengar jelas, dengan raut muka sedikit malu-malu.
“Oohh, ini yang namanya mas Elmo!”
sontak Elmo pun terkejut, raut muka Elmo yang sumringah berubah seketika menjadi
sangat penasaran, dan bertanya.
“Memangnya kenapa bu Astrid, apa ada
yang salah dengan nama saya?” tanya Elmo dengan penuh penasaran.
“Oh tidak-tidak hanya saja Aris
sering bercerita tentang guru lesnya” jelas Astrid. Elmo sempat tersipu malu
oleh karena ternyata Astrid telah terlebih dahulu mengetahui tentang dirinya
dari Aris, ia pun membalas dengan senyuman walau hatinya sedikit
berbunga-bunga.
“Kalau begitu silahkan melanjutkan
lesnya kembali!”ujar Astrid kepada Elmo.
“Tidak ko, kami sudah selesai karena
saya hanya mengajar sampai jam empat saja” Jelas Elmo kepada Astrid sambil
menunjuk jam dinding yang terpasang di ruangan tersebut. Lalu Elmo pun bertanya
kembali kepada Astrid.
“Ngomong-ngomong ada apa ya bu,
repot-repot datang kerumah Aris”rasa penasaran Elmo terhadap datangnya guru
kelas Aris yang jarang terjadi.
“Sebenarnya saya ingin bertemu
dengan orang tua Aris, karena ada penuruan nilai sekolah Aris yang drastis.
Jadi saya selaku wali kelasnyaharus bertanggung jawab, kalau tetap dibiarkan
takut-takut Aris mendapat hasil rapor yang jelek. Mendengar kabar yang
disampaikan AstridElmo pun turut prihatin, ternyata adanya masalah yang cukup
serius tentang Aris dan nilai sekolahnya. Lalu Elmo mengajak dn mempersilahkan Astrid
untuk duduk disofa yang berada disebelah mereka.
“Kebetulan mamanya Aris jarang
sekali berada dirumah karena bekerja seharian untuk menopang keluarga, kalau
pun pulang sudah larut malam” penjelasan Elmo terhadap padatnya kerja orang
tuaAris. Tiba-tiba Astrid bertanya kembali untuk mendapatkan harapan lebih dan
berkata.
“Kalau ayahnya Aris ada?” tanya Astrid
dengan antusias untuk bertemu dengan ayahnya Aris. Terlihat Elmo sedikit
menghela nafas mendengar pertanyaan Astrid yang baru saja ia tanyakan, dan Elmo
pun berkata.
“Tiga bulan yang lalu Aris baru saja
ditinggal ayahnya, karena kecelakaan. Bisa dibilang belakangan ini Aris sangat
membutuhkan perhatian lebih dari mamanya karena telah ditinggal ayahnya, tetapi
mamanya juga harus bekerja untuk menafkahkan Aris dengan jam kerja yang sangat
padat” Jelas Elmo kepada Astrid, terlihat Aris masih asik memainkan harmonika
dengan melantunkan beberapa lagu, sesekali melihat kearah Elmo danAstrid.
Ternyata harapan Astrid hari ini
untuk bertemu dengan orang tua dari Aris pun tidak terkabul, lambat laun
perbincangan Elmo dan Astrid semakin mendalam sehingga membuat mereka
prihatinatas perasaan yang sedang dialami Aris saat ini.
Matahari telah tenggelam, langit pun
berganti malam, malam ini Elmo bergegas seakan ingin keluar dari rumahnya.Setibanya
ia dekat rumah Aris lalu ia berjalan memasuki pagar rumah dan melihat jam
tangan yang menunjukkan waktu pukul 19.00 WIB, setelah didepan pintu rumah, ia
melihat Aris yang sedang serius belajar dengan posisi telungkup sambil mengayun-ayun
kedua kaki, menggigit pensil, mata tak pernah berpaling dari buku yang berada
persis didepan wajahnya dan seakan tidak sadar dengan dinginnya lantai keramik
putih tersebut. Elmo tersenyum simpati melihat kegigihan Aris sudah mulai
belajar kembali, terlintas pikiran Elmo untuk mengejutkan Aris untuk
memberitahukan kedatangannya, terlihat sehelai kain taplak meja putih diatas
meja teras lalu ia pun meraihnya dan ia tutup mukanya dengan taplak meja
berwarna putih tersebut. Kedua tangan Elmo pun diangkat keatas kepala dan
berloncat-loncat kecil layaknya tokoh karakter dalam film misteri, lalu ia
masuk pintu rumah dan berkata.
“Hhiiiyyy...hihihihi, hiiiyyy
hihihih!” menirukan gaya suara tawa hantu-hantu film misteri. Sontak Aris
kaget, terkejut, dan panik hendak berdiri untuk kabur karena mendengar suara
aneh, dan berkata.
“Aaahhhgggg... kak Elmo, kirain
hantu beneran!” ujar Aris yang hampir copot jantungnya karena dikejutkan dengan
penampakan sesosok mirip hantu.
Melihat ekspresi Aris yang sangat
terkejut dengan kejailannya, sontak Elmo cekikikan dengan rasa senang sambil
memegang perut seperti ingin tertawa terbahak-bahak tetapi ia tahan karena
takut mengganggu seisi rumah, walau seisi rumah saat ini hanya dihuni olehAris
dan Bibi.
“Hahahahahahahaaa....ada-ada aja kak
Elmo!” komentar Aris dengan nada sedikit kesal dan merasa senang atas
kedatangan Elmo yang bisa menemaninya dimalam hari karena mamanya belum pulang
kerja, dan berkata.
“Tumben kak Elmo kesini, ada apa?”
tanya Aris kepada Elmo. sedikit menahan tawa panjangnya dan berusaha menjawab
pertanyaan Aris.
“Hhhmmmmmm....ngga, kak Elmo mau
bantuin kamu ngerjain tugas yang dikasih sama bu guru Astrid!” jawab Elmo.
“Lah itukan PRaku, masa mau
dikerjain sama kak Elmo, entar dimarahin bu Astrid lho” ujar Aris menasehati Elmo.
“Lah kan, tugas prakarya itu harus
dibantuin sama orangtua murid, kalo ngga percaya liat aja bukunya´jawab Elmo
untuk menjelaskan tugas Aris sebenarnya.
“Ooh..iya, kira-kira bikin prakarya
apa kak?” mendengar pertanyaan ArisElmo pun berpikir sejenak, karena ia pun
belum sempat merencanakan sesuatu tentang prakarya Aris. “Apa yaa??” sambil
menempelkan telunjuk kanannya ke kening sebelah kanan.
“Ya sudah, kamu kerjain aja dulu PR
kamu yang sekarang, sambil kakak pikirin tugas prakaryanya!” perintah Elmo
kepada Aris, agar Aris tenang dan dapat melanjutkan PR nya yang sedang ia
kerjakan. Selagi Aris mengerjakan PRElmo pun sibuk mengambil salah satu buku
yang ada di dalam tas Aris. Seakan dua kakak beradik ini sibuk dengan tugasnya
masing-masing, Aris sedang sibuk dengan PR bahasa indonesianya, Elmo pun sibuk
mengutak-atik rumus fisika dan kimia. Sesekali mereka pun melihat tugas
masing-masing, waktu pun telah menunjukan pukul 20.00 wib, dan Aris berkata.
“Selesai juga tugasnya, hhuuufff...”
sedikit menghela nafas karena Aris mulai mnengantuk dan mulutnya pun menguap.
“Kak Elmo juga sudah selesai!”
dengan nada sedikit pamer karena tak mau kalah dengan Aris yang telah
menyelesaikan tugasnya. Aris pun menoleh kearah bukunya yang dipinjam Elmo
untuk mengerjakan PR prakarya Aris, banyaknya coretan rumus fisika dan kimia
dibukunya, dengan raut muka tercengang dan heran Aris pun berkomentar.
“Kok buku Aris dicoret-coret, apanya
yang selesai?” tanya Aris terheran-heran.
“Ini namanya RUMUS!” jawab Elmo
menjelaskan sambil memamerkan halaman demi halaman buku kepada Aris.
“Apa itu kak? Kirain kak Elmo sedang
menggambar untuk tugas prakarya besok, taunya cuma corat-coret!” ujar Aris
menggerutu yang belum mengerti benar apa itu RUMUS.
“Oooh , kamu masih belum mengerti
ya, nanti kamu juga belajar ko! Apa itu namanya RUMUS” sambil merangkul pundak Aris.
“Ya sudah, kalau kamu sudah ngantuk
tidur aja sana, sekalian panggil Bibi, soalnya kakak mau pamit” pinta Elmo
kepada Aris.
“Tugas Aris kapan dong kak?” Seakan Aris
belum tenang dengan tugas prakarya yang membebaninya.
“Besok aja ya, besok Kakak kesini
lagi, oke Boss!” dengan nada yang meyakinkan untuk memberikan ketenangan Aris
atau tugasnya. Dan mereka berdua pun tersenyum karena saling optimis.
Sesampainya dirumah Elmo ia pun
langsung mencari alat-alat tulis dan satu kertas yang biasa ia gunakan untuk
mendalami bukti-bukti yang telah ditemukan di TKP kedua, atas tewasnya wanita
dewasa yang bernama Cathrin, karena kasus tewasnya seorang wanita yang hangus
terbakar beserta seisi rumahnya sedikit membuat misteri dibenak Elmo. Seperti
sebelumnya pertama-tama ia membuat sketsa, sepanjang analisa Elmo tentang
tewasnya Cathrin di TKP kedua sempat ia tersenyum-senyum kecil beberapa kali.
Entah apa yang sedang Elmo pikirkan, sebatang rokok dan segelas kopi selalu
menjadi teman setia Elmo dimalam panjang ini. Jam demi jam pun berlalu, sketsa
lokasi pun hampir rampung Elmo gambar, lalu ia pun istirahat sejenak dari
aktifitas menggambarnya. Duduk dan bersandar dikursi panjang sambil menengadah
kelangit-langit ruangan. Sebatang rokok yang ia apit dengan telunjuk dan jari
tengah tangan kirinya, asbak yang berada diatas meja dihadapannya terlihat
penuh dengan puntung rokok. Elmo pun kembali tersenyum dengan wajah menengadah
keatas sambil menghembuskan asap rokok yang keluar dari mulutnya. Beberapa
menit ia bersandar dikursi panjang tersebut, sebatang rokok yang berada
ditangan kirinya pun mulai habis, lalu ia taruh dan ia matikan kedalam asbak,
hembusan asap terakhir tak lupa ia keluarkan dari mulutnya. Hendak berbaring
sejenak diatas kursi panjangnya, setelah ia berbaring dengan tatapan kosong
keatas langit-langit ruangan ia pun berkata. “Astrid….Astrid!” ternyata selama
ia membuat sketsa TKP kedua ia memikirkan Astrid Guru dari Aris yang pernah
bertemu dengannya, sungguh kelakuan yang cukup aneh dari seorang Elmo
tersenyum-senyum sendiri bak orang yang tidak waras. Tak lama dari berbaring,
rasa kantuk pun datang menghampirinya, kedua matanya pun perlahan mulai
menutup, merasakan kantuk yang luar biasa menjadikan ia cepat terlelap.
Setelah Elmo terhanyut lelap dengan
tidurnya ia pun bermimpi, didalam mimpi tersebut Elmo seakan berada ditempat
resepsi pernikahan dimana suasana itu ramai sekali dipenuhi oleh para tamu
undangan. Tampak antara tamu undangan dengan tamu undangan lainnya memancarkan
wajah kebahagian. Ada diantara mereka sedang menikmati hidangan yang telah
disajikan dan ada yang sedang berbincang-bincang antar tamu, semua tamu
undangan seakan menikmati acara tersebut. Didalam mimpi Elmo memandangi wajah
tamu satu persatu, terlihat mereka berjabat tangan dengan Elmo dan mengucapkan
“Selamat menempuh hidup baru” kepada Elmo. Diantaranya, Pak Herman, Bibi, Aris
dan Ibu Rina bergantian untuk berjabat tangan dan mengucapkan selamat, Elmo pun
semakin bingung dibuatnya. Setelah Elmo melihat sekeliling ruangan gedung
pernikahan ini ternyata ada sesosok wanita muda yang berdiri disebelah Elmo
sesosok wanita cantik dengan pakaian pernikahan yang indah dan elegan, ternyata
Elmo sedang berdiri bersanding dipelaminan dengan seorang wanita idamannya yang
bernama Astrid. Tiba-tiba Elmo terbangun dari mimpinya dan menarik nafas
dalam-dalam beberapa kali dengan posisi duduk diatas kursi panjangnya, entah Elmo
merasa mimpi ini sangat mengejutkannya dan terpancar senyuman di wajahnya. Lalu
ia hempaskan kembali kepalanya keatas kursi nan empuk itu untuk melanjutkan
mimpi indahnya, ternyata mimpi itu tak kunjung berlanjut sesuai dengan
harapannya sampai pagi datang menerangi seisi bumi.
Seperti kebiasaan Elmo yang
sudah-sudah, terbangun dari tidur panjangnya semalaman ia pun langsung membuat
kopi tanpa mencuci muka terlebih dahulu, secangkir kopi panas ditenteng Elmo
yang berjalan menuju teras depan rumahnya, sesampainya diteras depan secangkir
kopi pun diataruh diatas meja dan duduk termenung, tiba-tiba burung beo pun
bersenandung.
“Bangun-bangun sendiri, minum-minum
sendiri, makan-makan sendiri, hidupku merana sekali” lantunan lagu yang
dinyanyikan seekor Beo dengan sangat fasih mengucapkannya, Lalu Elmo pun
berkata.
“Beriiissiiik, pagi-pagi udah nyanyi!”
jawab Elmo sewot.
Elmo terperanjak kearah sangkar
burung berniat untuk memberi makan dan membersihkan sangkar tersebut, setelah
memberi makan dan membersihkan sangkar selesai ia pun menggantungkan kembali
sangkar diatas paku, dan berjalan kearah tempat duduk teras.
Duduk dimukateras sambil menikmati
kopi hangat dan sebatang rokok ia pun membaca surat kabar, lembar demi lembar
ia baca. Ketika abu rokok sudah panjang ia pun mencari asbak untuk membuang,
ternyata tidak ada asbak dimeja teras lalu ia membuang disalah satu pot bunga
yang berada diteras. Setelah itu Elmo bingung mau menaruh rokoknya yang masih
menyala jika tidak ada asbak, tanpa ragu-ragu ia menaruh rokoknya yang sedang
menyala diatas korek gas dan langsung berpaling kehalaman surat kabar yang
belum selesai ia baca, beberapa saat Elmo terlalu serius membaca dan Pppphhhsssssssssssttttttt terdengar
suara yang sangat nyaring seperti suara gas yang bocor dan membuat Elmo loncat
dari tempat duduknya. Sambil menoleh kekanan dan kiri untuk mencari asal suara
tersebut, dan ternyata ia pun melihat kearah meja dan sadar kalau tadi ia
menaruh rokok yang sedang menyala diatas korek gas warna hijau yang sekarang
sedang berputar-putar karena bocor dan terus mengeluarkan gas dari dalam
tabungnya, lalu Elmo berkomentar.
“Aduuuhh… ada-ada aja kerjaan!” Atas
kejadian ini Elmo teringat dengan kasus tewasnya Cathrin di TKP kedua, setelah
ia membenahi meja tersebut ia pun terperanjak kedalam rumah untuk mandi.
Pagi nan cerah Elmo berangkat dari
rumah hendak menemui Pak Herman, setelah ia mandi pagi dan berpakaian kemeja
kotak-kotak dengan lengan panjang yang digulung sampai siku, celana blue jeans pun selalu menjadi pasangan
kemejanya. Elmo bergegas keluar dari rumah, motor 600 cc kesayangannya
terparkir digarasi dengan kondisi sangat bersih karena sebelumnya ia sempat
mencuci setiap sore hari. Setelah ia hampir sampai ditempat Pak Herman bekerja
terlihat kesibukkan di pintu gerbang Polda Metro Jaya, lalu lalang anggota
kepolisian yang memakai seragam sedang bertugas di area Polda, anggota polisi
baru saja selesai melaksanakan apel pagi lalumembubarkan diri untuk melanjutkan
tugasnya masing-masing, satuan kepolisian Ditlantas hendak konvoi dengan
kendaraan roda dua dan roda empat keluar dari gerbang untuk melaksanakan tugas
menertibkan lalu lintas kota Jakarta, setelah semuasatuan Ditlantas keluar dari
pintu keluar dengan menggunakan sirene, terlihat sesosok pemuda yang sedang
mengendarai motor berhenti dipinggir jalan menyaksikan konvoi anggota
kepolisian, pemuda tersebut adalah Elmo yang mengendarai motor tuanya seakan ia
merasa kagum melihat motor-motor besar yang digunakan anggota kepolisian
tersebut. Karena salah satu impian Elmo adalah ingin sekali mempunyai motor
besar untuk menggantikan motor kesayangannya yang semakin tua.
Motor yang selalu ia gunakan sampai
saat ini adalah motor dari sepeninggalan ayahnya, bisa dibilang usia motor tua
itu sebaya dengan usia ayah Elmo. Tetapi ayah, ibu dan adik Elmo sekarang telah
tiada karena tertimpa musibah kecelakaan pada saat mereka keluar kota dengan
menggunakan pesawat udara dua tahun yang lalu, sempat terbesit dan terenyuh
oleh Elmo tentang harmonisnya keluarga mereka, tak mau lebih dalam memikirkan
kesedihan itu lalu Elmo pun masuk pintu gerbang Polda Metro Jaya hendak menemui
Pak Herman.
Ia berjalan kedalam salah satu
gedung, setelah berada dalam gedung itu ia langsung menuju ke meja di mana
bertuliskan “Resepsionis” dan hendak menanyakan ruang kerja Pak herman.
“Permisi mba, mau tanya ruang Pak
Herman Widodo Kasat Serse dimana ya?” Tanya Elmo kepada salah satu staf wanita
yang berada dibalik meja resepsionis tersebut.
“Sudah ada janji sebelumnya?” Tanya
staf wanita kepada Elmo. Elmo pun langsung menjawab “sudah!” jelas Elmo.
“Lurus nanti belok kiri!” sambil
mengarahkan dengan lengan kanan dan melayani dengan senyuman, tanda keramahan
staf Kepolisian yang selalu mengayomi dan melayani masyarakat.
Sesampainya didepan pintu ruangan
kerja Pak Herman, Elmo membaca tulisan yang terpampang didepan pintu,
bertuliskan “KEPALA PENYIDIK HERMAN WIDODO, SH,MH” ia pun mengetuk dan masuk
kedalam ruangan. Terlihat Pak Herman sedang sibuk membaca dan menganalisa
berkas-berkas yang berada diatas mejanya, maklum karena tanggung jawab yang diemban
Pak Herman sebagai Kasat Reskrim Polda Metro Jaya tidak sedikit, tidak hanya
kasus-kasus dikota Jakarta saja bahkan bertaraf nasional pun ada diatas meja
Pak Herman.
“Eh Elmo, tumben kamu datang, ada
kabar apa?” Tanya Pak Herman
“Ada yang ingin saya bicarakan!”
jawab Elmo, sambil berjalan kearah kursi yang berada didepan meja Pak Herman
lalu ia pun duduk.
“Tentang apa?” Tanya Pak Herman
kembali, dengan raut sedikit heran dan penasaran.
“Mengenai kasus korban yang bernama Cathrin
yang rumahnya terbakar hebat!” jelas Elmo.
“Iya, kenapa memangnya?” Pak Herman
pun semakin penasaran.
“Analisa saya sejauh ini, ada
kejanggalan dalam kasus ini!” dengan yakin Elmo menjelaskan.
“Coba-coba kamu ceritakan kronologisnya!”
Pak Herman merasa sangat penasaran sekali sehingga membuat ia antusias kepada
pernyataan Elmo dan sempat menggeser bangkunya kedepan untuk lebih dekat
mendengarkan cerita Elmo.
***
Prakarya Aris&
Tekanan Media
Seperti aktifitas biasanya Elmo
mengajarkan les musik kepada Aris, ada materi baru yang akan diajarkannya
kepada Aris yaitu musik daerah yang akan dimainkan dengan harmonika kesayangan Aris.Setelah
les selesai Elmo sempat mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya, buku Aris
yang sempat ia pinjam, lembar demi lembaran buku itu ia buka dan tampak
tulisan-tulisan layaknya rumus sepertidalam ilmu fisika atau kimia. Tapi kali
ini Elmo hanya hendak mengembalikan buku yang pernah dipinjamnya kepadaAris.
“Ini Ris buku yang kakak pinjam
kemarin, tapilembar yang ini kakak sobek ya?” pintaElmo kepada Aris sambil merobek
salah satu lembar yang penuh tulisan rumus, lalu ia pun memberikan buku itu
kepada Aris, melihat Aris sedang asik memainkan harmonikanya lalu buku itu Elmo
letakkan dekat dimana Aris sedang duduk. Sempat Aris tercengang mendengar
komentar Elmo, dan berkata.
“Terus, tugasnya gimana kak?” Tanya Aris
memelas.
“Nanti malam baru kakak kerjain
tugasnya, gimana? Sekarang kertas ini kakak bawa pulang dulu, yang pasti besok
tugasnya sudah selesai deh” Jelas Elmo untuk menenangkan Aris.
“Gimana kalau besok pagi kakak
anterin tugasnya kerumah Aris, sekalian nganterin Aris kesekolah naik motor,
mau ngga? Tanya Elmo untuk menawarkan diri. Sontak Aris pun senang sambil
berkata.
“Asiiikk…besoksekolah naik motor kak
Elmo!” Aris kegirangan karena baru kali ini Elmo menawarkan Aris untuk diantar
kesekolah. Setelah keceriaan itu berlalu, tampakAris kembali asik memainkan harmonika.
Ada sedikit kebingunan dalam benak Elmo atas tugas apa yang nanti malam akan Elmo
kerjakan, sampai saat ini pun ia masih bimbang. Setelah Elmo selesai mengajar
les dirumah Aris ia pun pulang kerumah untuk beristirahat sambil memikirkan PR
prakarya Aris.
Sesampainya Elmo dirumah lalu mandi
dan berganti pakaian, ia pun duduk diatas kursi panjang yang berhadapan dengan TV,
memegang kertas sobekan dari buku Aris dan kosentrasi membaca. Lembaran putih
itu penuh dengan tulisan rumus, rumus demi rumus ia hubungkan untuk mencari
titik temu sebagai dasar prakarya yang akan ia ciptakan untuk Aris, coretan
demi coretan ia torehkan dalam selembar kertas itu. Dengan ditemani sebungkus
rokok dan segelas kopi Elmo pun bertahan diatas tempat duduk tersebut, kaos
putih dan sarung selalu ia pakai untuk pakaian santainya. Sejenak Elmo
menegakkan badannya untuk merenggangkan otot karena pegal, ia pun beranjak dan
mengambil gelas kosong dari dapur, pintu rumah ia buka karena ia ingin keluar
rumah, Elmo berjalan kehalaman rumah dan mencari semak belukar tanaman yang
penuh dengan daun, dan tiba-tiba ia menaruh gelas kosong dibawah rimbunnya dedaunan.
Lalu Elmo kembali berjalan kearah pintu rumah untuk masuk karena dinginnya
udara malam. Sesampainya didalam rumah, ia beranjak kekamar tidurnya dan
menghempaskan seluruh tubuhnya diatas kasur karena lelah dan mengantuk.
Jam dinding menunjukan pukul 05:54
WIB, diatas kasur nan empuk itu Elmo masih tertidur lelap dengan posisi badan
telungkup, tiba-tiba Elmo tersentak dan bangun walau ia belum sadar betul
tetapi Elmo tetap berusaha duduk diatas ranjangnya.Ia pun berjalan keluar kamar
dan meraih gelas yang berisi air kopi semalam dan meminumnya sedikit, dan
melangkah kembali untuk keluar rumah, sambil melihat kekanan kiri yang ternyata
matahari baru sedikit memancarkan sinarnya kebumi lalu ia melanjutkan
perjalannya kehalaman rumah dan meraih gelas yang berisi air dari semak belukar
dedaunan. Sedikit senyuman terpancarkan oleh Elmo, entah ia merasa senang
dengan apa yang ia lihat. Elmo bergegas masuk kedalam rumah dan mencari telur
ayam dalam kulkasnya, ujung telur ayam yang berada dalam genggamannya ia pecahkan
sedikit kesudut meja dan ia kelurkan isi telur tersebut.Setelah isi telur
keluar semua melalui lubang kecil dari kulit telur itu, lalu ia tuangkan air
yang berada didalam gelas yang semalaman ia taruh dihalaman sebanyak setengah
isi telur, lalu ujung telur ia tutup dengan solasi transparan dan ia simpan
dalam laci meja yang berada persis dibawah TV, lalu Elmo bergegas untuk mandi.
Setelah selesai mandi iapun berjalan
kearah kamarnya sambil bersiul-siul, entah kenapa pagi ini Elmo merasa sangat
senang. Didepan cermin Elmo memakai kemeja yang bisa dibilang kemeja
kesayangannya, konon kemeja ini hanya dipakai jika Elmo pergi malam mingguan
dengan mantan-mantan kekasihnya, tidak sedikit parfum yang ia semprotkan kearah
kemeja, ternyata selain ingin mengantarkan Aris kesekolah Elmo mempunyai maksud
lain. Yaitu siapa tahu bertemu dengan guru Astrid nan cantik yang menjadi
bayangan dalam hidupnya, sungguh cerdik Elmo memanfaatkan keadaan. Setelah
semua dandanan Elmo selesai ia pun berjalan kearah TV diruang tengan dan
menarik laci yang berada persis dibawah TV lalu mengambil telur yang telah
diisolasi dan bergegas untuk pergi.
Dengan pakaian seragam putih merah
terlihat Aris sudah siap untuk berangkat kesekolah, diruang tengah Aris sedang
sibuk memasukkan bekal kedalam tas yang dibantu Bibi, tiba-tiba terdengar suara
dari depan pagar rumah Aris.
“Assalamualaikum….!” Teriak Elmo
dari balik pagar rumah Aris. Pagi ini Elmo ada rencana mengantarkan Aris
kesekolah sekaligus mengantar tugas Aris agar ia dapat membawa PRnya yang nanti
akan dikumpulkan.
“Ayo cepat, mas Elmo sudah datang!”
perintah Bibi kepada Aris. Lalu Bibi dan Aris pun segera keluar dari rumah
setelah mempersiapkan semua bekal dan peralatan Aris untuk sekolah, Aris
menggendong tas ranselnya dan berlari keluar rumah dengan antusias. Sesampainya
Bibi dan Aris keluar pagar melihat Elmo dengan duduk diatas jok motor tua, Aris
pun langsung menaiki motor Elmo.
“Hati-hati ya Ris!” pesan Bibi
kepada Aris, Bibi sedikit khawatir karena biasanya Bibi lah yang mengantarkan Aris
kesekolah, dan baru kali ini tanggung jawab itu diemban oleh Elmo.
“Iyaa Bi” jawab Aris untuk
menyakinkan orang tua yang tidak pernah absen untuk mengasuhnya.
“Siap Ris?” Tanya Elmo kepada Aris.
“Udah dong!” jawab Aris.
“Ya sudah kalau begitu saya jalan
dulu ya Bi!” pamit Elmo kepada Bibi.
“Iya mas Elmo, sebelumnya
terimakasih ya sudah mau mengantarkan Aris kesekolah!” simpati Bibi kepada Elmo
yang sudah berbaik hati.
“Aahh, ngga apa-apa bi!” sambil
tersipu-sipu, lalu Elmo pun langsung menyalakan mesin motornya Whhuuueeeerrrr….wwhhhuuueeerrr suara
knalpot motor tua 600 cc yang sedang digeber Elmo agar tidak mogok, maklum
karena motor tua.
“Ngebut ya kak!” perintah Boss kecil
karena takut telat sampai disekolah.
“Siaaap, pegangan ya!” perintah Elmo
yang seakan ingin bergegas untuk melaju.
“Hati-hati ya Aris!” ujar Bibi
sambil melambaikan tangan kearah Elmo dan Aris.
Motor pun berjalan dan Aris membalas
lambaian tangan Bibi dengan tangan kanan, tampakElmo berbincang-bincang dengan Aris
diatas motor yang sedang melaju dan meninggalkan Bibi, entah apa yang sedang
mereka perbincangkan. Mungkin tidak jauh
dari masalah PR prakarya Aris.
Pagi nan cerah disekolah, lalu
lalang kendaraan melewati pintu gerbang, murid-murid berbondong-bondong
memasuki ruang kelas, lapangan basket pun penuh dengan siswa-siswi SD beserta orangtua yang mengantarkan
kesekolah. Semua siswa seakan antusias menyambut pagi disekolah ini, terlihat Elmo
dan Aris baru saja datang dan memasuki gerbang sekolah. Kuda besi yang bertenaga
600 cc itu pun memasuki area sekolah, dari kejauhan terdengar raungan suara
knalpot yang menjadikan Elmo dan Aris menjadi pusat perhatian bagi siapapun
yang mendengarnya. Motor itu ia parkir disisi sebelah ring basket, dimana
motor-motor pengantar siswa yang lain parkir. Setelah Elmo dan Aris turun dari
motor, terpancar raut wajah ceria dari parasElmo. Apakah karena nanti akan
bertemu dengan Guru Astrid, yang menjadikan Elmo sedikit aneh pagi ini? Lalu Elmo
dan Aris pun bergandengan berjalan hendak keruang kelas Aris. Aris pun sontak
melihat wajah Elmo, entah kenapa Aris melihat wajah Elmo? Mungkin Aris
mengingat tiga bulan yang lalu ia sering diantar oleh ayahnya pergi kesekolah
dan selalu bergandengan tangan sampai ruang kelas.
Sesampainya mereka di ruang kelas Aris,
tiba-tiba Elmo berkata. “Masih ingatkan rumusnya?” Tanya Elmo kepada Aris.
“Masih dong kak!” jawab Aris
antusias.
“Nanti kalau kamu lupa, jelasin yang
kamu ingat aja kepada bu guru Astrid.” Nasihat Elmo
“Siip deh kak!” jelas Aris.
“Ya sudah masuk gih, kak Elmo tunggu
diluar mau ketemu dengan bu guru Astrid!” perintah Elmo kepada Aris.
Aris pun masuk kedalam ruangannya
dan memberikan lambaian tangan kepada Elmo, dan Elmo membalas. Lalu Aris pun
duduk dikursi dan mejanya. Terlihat didalam ruang kelas Aris belum begitu
banyak siswa yang sudah masuk kelas, bahkan gurunya pun belum memasuki rungan.Elmo
yang berada diluar ruang kelas pun menolehkan kepalanya kekiri dan kanan, hendak
mencari guru Astrid untuk sedikit basa-basi atau membuka perbincangan agar ia
dapat lebih akrab mengenal Astrid, dan sekaligus dapat mengetahui perkembangan Aris
disekolah. Lalu ia duduk dikursi panjang yang telah disediakan diluar kelas,
kursi panjang ini memang disediakan untuk orangtua yang menunggu anaknya yang
sedang belajar didalam kelas. Selama lima belas menit Elmo menunggu wali kelas
Aris, ternyata Astrid pun tak kunjung datang. Tak tahan menunggu Astrid, ia pun
beranjak dan pergi untuk bertemu dengan Pak Herman.
Selang beberapa detik ia beranjak
dari kursi panjang untuk menunggu wanita idamannya, ternyata Astrid pun datang
dari arah berlainan lalu memasuki ruang kelas dengan tergesa-gesa. Sungguh
malang nasib Elmo yang telah menunggu cukup lama untuk berbasa-basi dengan
Astrid, ternyata ia pun tidak sadar kalau baru saja Astrid melintas
dibelakangnya persis.
“Selamat pagi anak-anak!” sapa guru Astrid
kepada siswa dikelas sambil menghela nafas, karena letihnya berlari kecil.
“Selamat pagi bu!” jawab siswa
serentak.
“Maaf ibu sedikit telat terkena
macet, bagaimana prakaryanya, sudah selesai semua?”
“Sudah bu!” jawab siswa dengan penuh
antusias
“Kalau begitu ibu absen satu-satu.Siapa
yang dipanggil, sekalian ditunjukkan prakaryanya didepan kelas!” ujar Astrid
kepada siswa.
Astrid pun berjalan kearah meja guru
dan duduk lalu membuka buku absen yang berukuran sedikit besar dari buku-buku
biasanya, satu persatu Astrid menyebutkan nama siswanya.
“Adi!” dengan suarasedikit lantang
agar semua siswa dapat mendengar panggilannya.Adi pun berdiri dari bangku yang
sedang ia duduki,terlihat dimejanya terdapat papan berukuran 30x30 cm sebagai
alas dari rangkaian sirkuit elektronik yang terdiri dari lempengan-lempengan
beberapa logam yang tersambung rapi, sudut kiri bawah terdapat dua buah baterai
besar, dan di sudut kanan atas papan terdapat satu buah lampu bohlam pijar,
sebelum Adi berjalan kedepan kelas ia sempat membetulkan kacamatanya, maklum
karena Adi termasuk murid yang gemar membaca dan termasuk murid yang paling
pintar dikelas. Seakan kesulitan ia membawa papan yang berukuran 30x30 cm kedepan kelas, dan
akhirnya Adi pun sampai kedepan kelas dan meletakkan prakaryanya diatas meja
yang telah disediakan persis didepan kelas. Sebelum Adi mempraktekan prakarya hasil
buatannya, Astrid pun bertanya.
“Adi, coba kamu jelaskan apa yang
kamu bawa!” ujar Astrid, agar semua siswa dapat memahami sebelumnya. Lalu Adi
pun mengangguk dan berkata.
“Saya membawa rangkaian sirkuit
listrik, lempengan logam ini tersambung dengan baterai dan lampu, kalau saya
tempelkan lempengan yang terputus ini maka…”
Lampu bohlam yang padam itu pun
langsung menyala, sontak teman-teman Adi pun tercengang dan sebagian ada yang tepuk
tangan. Astrid yang sedang duduk dimeja guru pun ikut bertepuk tangan dan
berjalan kearah Adi lalu bertanya.
“Siapa yang membantu kamu membuatkan
prakarya ini?” Tanya Astrid kepada adi
“Ayah saya bu!” jawab Adi dengan
polos.
“Bagus, berapa lama kamu belajar
tentang sirkuit ini?” Tanya Astrid dengan senyuman atas puasnya terhadap murid
yang memiliki karya baik.
“Saya diajarkan ayah saya selama
seminggu bu!” jawab Adi. Lalu Astrid merubah posisi badannya yang sebelumnya
berbicara dengan Adi sekarang Astrid menghadap kearah siswa-siswi yang sedang
duduk. Sedikit memberi penjelasan kepada siswa terhadap komponen-komponen yang
terdapat dalam rangkaian sirkuit listrik dan prosesnya sampai lampu pijar
tersebut menyala. Lalu Astrid bertanya.
“Jadi anak-anak, kenapa lampu bisa
menyala?” Tanya Astrid kepada semua siswa. Seluruh siswa pun masih tercengang
dengan pertanyaan Astrid, karena sebagian siswa banyak yang belum mengerti
kenapa bohlam itu bisa menyala.
“Karena ada aliran listrik!” jawab
Astrid, lalu ia kembali menjelaskan “Batu batrei yang tidak tersambung dengan
logam, menandakan tidak adanya arus listrik yang mengalir ke lampu. Jika logam
tersebut ditempelkan ke batrei, otomatis arus listrik mengalir ke lampu dan
menyebabkan lampu itu menyala. Itu lah sifat energi listrik terhadap
lampu-lampu yang ada dirumah kalian atau yang berada didalam kelas ini”
penjelasan Astrid kepada seluruh muridnya sambil mempraktekan langsung.
“Ya sudah kamu boleh duduk!”
perintah Astrid untuk mempersilahkan Adi duduk kembali.
Lalu Adi meraih sirkuit tersebut
untuk dibawa ke meja dimana ia duduk, berjalannya Adi ketempat duduknya serentak teman-teman dan guru Astrid bertepuk
tangan atas hasil karya Adi. Wajah Astrid sangat senang melihat antusias
siswa-siswi atas tugas prakarya yang ia berikan kepada anak muridnya yang masih
duduk dibangku kelas tiga, walaupun sebelumnya ia sempat pesimis dengan tugas
prakarya ini. Astrid pun berjalan ke meja guru untuk memanggil kembali murid
lainnya agar maju kedepan.
Dilain sisi Elmo yang baru tiba di
Polda Metro Jaya, setelah mengantar Aris. Ia pun berjalan memasuki salah satu
gedung Polda untuk menuju ruang kerja Pak Herman, belum sampai Elmo keruang
kerja Pak Herman ia pun menghentikan langkahnya. Melihat Pak Herman dari
kejauhan berada didalam ruang meeting,
dimana didalam ruang tersebut terdapat Pak Herman dan tiga orang petinggi
kepolisian yang jabatannya lebih tinggi dari Pak Herman. Tampak seakan ketiga
petinggi kepolisian tersebut berbicara sedikit keras kepada Pak Herman, entah
apa yang sedang mereka bicarakan. Elmo pun mengendap-endap dan bersembunyi
dibalik pintu untuk mengintip dari kejauhan, melihat perbincangan tersebut
seakan ada masalah yang serius yang dibahas oleh petinggi kepolisian kepada Pak
Herman.
Tak lama kemudian ketiga petinggi
kepolisian itu pun berjalan keluar dari ruang meeting, setelah itu Pak Herman yang masih berada diruangan
tersebut tiba-tiba keluar. Elmo yang melihat dari kejauhan pun berlari mengejar
Pak Herman, dengan langkah tergesa-gesa ia terus mengejar, ketika hampir
mendekati Pak Herman ia pun memanggil.
“Pak Herman!” ujar Elmo sambil
berlari, lalu Pak Herman pun membalikkan badan dan menghentikkan langkahnya
untuk mencari suara yang memanggil namanya. Setelah memperjelas penglihatannya,
ternyata ada sesosok anak muda yang tidak asing berlari kearahnya lalu ia pun
tersenyum dan berkata.
“Elmo, sudah sampai kamu!” sapa Pak Herman
dengan ramah.
“Sudah, sudah dari tadi” jawab Elmo
dengan nafas terengah-engah setelah berlari mengejar Pak Herman, lalu mereka
pun berjalan sambil berbincang menuju ruang kerja Pak Herman.
Sempat terbesit oleh Elmo terhadap
tingkah laku Pak Herman yang selalu ramah dan bersahaja ketika bertemu dengan
semua orang. Kali ini Elmo sangat mengetahui kalau ada masalah serius yang
sedang dihadapi oleh Pak Herman. Tapi Pak Herman begitu profesional menutupi
semua masalah-masalahnya bahkan ia sempat tersenyum dan menyapa Elmo dengan
hangat seakan Pak Herman tidak sedang
menghadapi masalah.
Kembali ke suasana kelas Aris. Astrid
yang sedang memegang buku Absen lalu memanggil nama dari salah satu siswa
berikutnya untuk maju kedepan kelas.
“Angel!” panggilguru Astrid.
Terlihat dimeja depan kelas Angel meletakkan
dua buah gelas plastik transparan,kedua gelas itu memiliki ukuran yang berbeda
yang satu lebih besar dan tinggi, yang satu lebih kecil dan pendek, dan ada
satu botol yang berisi sirup berwarna merah yang telah dicampur air.Lalu air
dalam botol sirup tersebut ia tuangkan kedalam gelas yang berukuran besar,
setelah terisi hampir penuh lalu kedua gelas itu ia dekatkan satu sama lain. Angel
pun bertanya kepada teman-temannya yang sedang duduk dan serius menyaksikan.
“Ada yang bisa mindahin air dari
gelas yang besar kegelas yang kecil?” Tanya Angel kepada teman-temannya.
“Saya bisa...saya bisa!” jawab
teman-teman Angel, yang berlomba-lomba mengangkat tangan untuk membantu Angel
menuangkan air dari gelas satu kegelas yang lain.
“Eeeiitt…tapi tidak boleh menuangkan
gelas yaa!” persyaratan Angel kepada teman-temannya. Sontak semua terdiam heran
dan tercengan, teman-teman Angel pun langsung mengurungkan niat untuk membantu
karena bingung memindahkan air tanpa menuangkannya, bahkan raut wajah guru Astrid
pun ikut bingung.
“Tenang, mau tau caranya?” seakan
Angel memberikan teka-teki kepada teman-temannya dan guru Astrid. Lalu Angel
mengeluarkan selembar tisu putih terlipat dari dalam saku bajunya, Tisu putih
tersebut ia bentangkan dan ia gulung sehingga membuat tisu menjadi panjang dan
ia pun berkomentar.
“Ini dia caranya!” jawab Angel
dengan penuh antusias.
Wajah para siswa pun tercengang dan
masih bingung terhadap apa yang akan dilakukannya, karena tisu putih tersebut
adalah tisu biasa yang mudah didapat dimana saja. Banyak yang bertanya-tanya apakah tisu putih itu akan membantu Angel
untuk menuangkan air dari gelas besar kegelas yang lebih kecil? Seakan
Angel akan bermain sulap layaknya Pesulap di Televisi.Lalu seluruh tisu
tersebut ia masukkan kedalam gelas yang berisi air hingga permukaan tisu basah
seluruhnya, tisu yang sudah basah itu ia angkat dari gelas dan ia taruh
diantara kedua Bibir gelas.Perlahan tisu yang basah itu menetes kedalam gelas
kecil, seakan-akan air mengaliri melalui tisu sehingga tetesan tersebut membuat
genangan air didalam gelas yang keringsebelumnya, lambat laun genangan air
tersebut semakin bertambah tinggi. Teman-teman Angel bahkan masih
terheran-heran dengan hasil karya Angel, dan guru Astrid beranjak dari tempat
duduknya. Lalu berjalan sambil tepuk tangan dan diikuti oleh tepuk tangan
teman-teman satu kelasnya, dan Astrid berkata.
“Hebat-hebat, Angel hebat!” ujar Astrid
kagum.
“Siapa yang mengajari kamu Angel?”
Tanya Astrid kepada Angel, dengan senyuman manis seorang guru yang kembali
takjub dengan prestasi murid-muridnya.
“Mama saya Bu!” jawab polos Angel.
“Ada yang tau kenapa air ini bisa
pindah kegelas kosong?” Tanya Astrid kepada semua muridnya, yang masih asik
menyaksikan karya Angel.
“Nggaaa….!” Jawab anak-anak serentak.
“Itu karena air bersifat meresap dan
mengalir, jadi air ini meresap kedalam tisu dan mengalir perlahan atau menetes
kedalam gelas kosong karena adanya gravitasi, sehingga air akan memenuhi gelas
kosong tersebut dan berhenti jika permukaannya sama rata dengan gelas
disebelahnya”ujar Astrid memberi penjelasan.
“Oooohhh… gitu!” jawab siswa-siswi
dengan takjub.
Dilain sisi diruang kerja Pak Herman
tampakElmo dan Pak Herman membicarakan hal yang serius, lalu ia berkata.
“Jadi ketiga orang yang bersama Pak
Herman diruang meeting itu adalah
petinggi-petinggi kepolisian?” Tanya Elmountuk memastikan rasa penasarannya.
Lalu Pak Herman pun menjawab “Ya!” jawaban singkat itu seolah menandakan Pak
Herman tidak telalu serius untuk membahas masalah tersebut.
“Kalau saya boleh tau apa sih pak yang
dibicarakan, sepertinya serius sekali?” Tanya Elmo antusias. “Huufftt!” Pak
Herman menghela nafas, seakan ia pun berat menceritakan masalahnya kepada Elmo.
Tetapi Elmo selalu mendesak ingin tau,
karena niatan Elmo semata-mata hanya ingin membantu masalah dari Pak Herman.
Berhubung Elmo orang terdekat Pak Herman, akhirnya Pak Herman pun luluh untuk
menjaga rahasianya dan menceritakannya kepada Elmo.
“Sebenarnya saya dapat teguran dari
atasan saya, karena seringnya media memberitakan tak kunjung tuntas kasus
tewasnya diplomat tersebut, ditambah dengan tewasnya wanita dengan kondisi
mengenaskan dirumahnya sendiri” jelas Pak Herman kepada Elmo.
“Biar saja media membesar-besarkan
kasus itu, toh tidak mempengaruhi kinerja dari kepolisian!” tegas Elmo karena
terbawa emosi.
“Memang tidak mempengaruhi kinerja
kepolisian, tetapi gembor-gembor berita di media dapat menggeser nama baik
institusi dimata publik. Dalam hal ini saya bertanggung jawab penuh atas kasus
tewasnya diplomat dan kasus-kasus lainya diseluruh kota Jakarta. Jika dalam
waktu yang sudah ditentukan saya belum menyelesaikan kasus ini, maka saya akan
dipensiunkan lebih cepat. Yaa mudah-mudahan saja kasus ini cepat terselesaikan”
jelas Pak Herman kepada Elmo.
Mendengar semua penjelasan Pak
Herman Elmo pun ikut terenyuh dan iba, padahal selama puluhan tahun jasa Pak
Herman mengabdi kepada institusi ini, banyak menghasilkan prestasi dan
penghargaan yang membanggakan. Tetapi kenapa disaat penghujung masa jabatannya ia
mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan? Masalah ini menjadi pikiran yang
mendalam bagi Elmo, lalu ia pun berkata.
“Tenang Pak Herman, saya janji akan
membantu menuntaskan kasus ini secepatnya!” ujar Elmo dengan senyum manis penuh
optimis untuk menghibur suasana hati Pak Herman.
“Kalau begitu saya pulang dulu ya pak,
hari sudah semakin siang!” ujar Elmo kepada Pak Herman.
“Ya sudah, saya juga harus
menyelesaikan beberapa tugas!” jawab Pak Herman, lalu ia pun beranjak dari tempat
duduknya dan melangkah untuk keluar ruangan. Setelah Elmo keluar dari ruangan
dan hendak menutup pintu, tiba-tiba Elmo melongokkan kembali kepalanya dari
balik pintu dan berkata.
“Pak, jangan lupa makan siang!” ujar
Elmo atas kepeduliannya kepada Pak Herman untuk mengingatkan agar tidak lupa makan siang, karena melihat Pak
Herman terlalu serius bekerja, padahal saat ini sudah masuk jam istirahat kerja
dan waktu makan siang.
“Iya, terimakasih” jawab Pak Herman
singkat karena masih sibuk membaca berkas-berkas dari kasus diatas mejanya. Lalu
Elmo pun menarikuntuk menutup pintu dan ingin beranjak pergi, belum sempat atau
hampir beberapa sentimeter untuk menutup pintu, Pak herman pun berkata.
“Heeeyyy...!” terdengar suara dari
balik ruangan,sontak Elmo kembali membuka pintu dan melihat kearah Pak Herman.
“Kamu juga jangan lupa makan siang!”
ujar Pak Herman yang mempedulikan Elmo, lalu ia pun menjawab.
“Siiaapp komandan!” dengan suara
lantang meledek sekaligus gaya petugas yang sedang menghormati komandannya.
Melihat tingkah lakuElmo, Pak Herman pun tersenyum kecil sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan ia pun menutup pintu dan pergi, langkah
demi langkah ia lalui. Sekitar tujuh meter berjalan dari ruangan Pak Herman,
langkahnya terhenti lalu ia menoleh kebelakang, ia kembali memandangi dari
kejauhan Pak Herman dari balik jendela ruang kerja tersebut. Terlihat dari
kejauhan Pak Herman masih sibuk membaca berkas-berkas diatas mejanya, bahkan Pak
Herman belum beranjak untuk makan siang. Disinilah dimana hatinya kembali tersentuh
merasa iba sekaligus simpati melihat kerja keras Pak Herman saat ini.Setelah
beberapa detik ia memperhatikan Pak Herman dari kejauhan, lalu ia pun kembali
berjalan untuk keluar dari gedung tersebut.
Kembali dalam suasana kelas Aris,
dimana Aris menyaksikan kehebatan hasil karya teman-temannya, ada rasa sedikit
minder dalam benaknya atau tidak percaya diri atas hasil prakarya yang dibantu kak
Elmo, tak henti-hentinya ia memandangi telur dalam genggamannya, sampai
akhirnya salah satu teman sebangkunya yang bernama Shanti bertanya.
“Ris, kamu pegang apa? Tanya Shanti
penasaran.
“Megang telur, ini hasil karyaku!”
jawab Aris dengan sedikit lemas karena takut ditertawakan satu kelas.
“Karya kamu telur, memangnya kamu
bawa telur untuk apa?” Tanya Shanti kembali. Tiba-tiba Wendra teman Aris yang
duduk persis didepan Aris pun menoleh kebelakang dan mengejek Aris karena hasil
karya Aris hanya sebutir telur, dan berkata.
“Untuk bekal makan siang ya?
Hahahhhaaha...” sontak Wendra dan Shanty tertawa terbahak-bahak, tetapi Aris
hanya bisa terdiam, tidak menggubris ledekan teman-temannya. Setelah sekitar
lima siswa yang maju kedepan untuk mempragakan prakarya mereka, akhirnya nama Aris
pun mendapat giliran oleh guru Astrid.
Aris langsung berjalan perlahan
kedepan kelas sambil menggenggam sebutir telur ayam prakaryanya, sesampainya Aris
didepan kelas ia pun berdiri persis dibelakang meja yang telah disediakan didepan
kelas.Dengan pandangan lurus kedepan dimana teman-temannya duduk dan
menyaksikan prakarya apa yang akan Aris suguhkan, perlahan tangan kanan Aris
yang menggenggam sebutir telur pun ia angkat. Awalnya ia menggenggam, sekarang
ia memegang telur hanya dengan dua jari yaitu telunjuk dan ibu jari, tangan
kanan menjulur kedepan sehingga telur itu pun sejajar dengan dada Aris, Sontak
teman-teman Aris seisi ruangan tertawa terbahak-bahak.
“Whhahahhahahhhaaa….” Teman-teman Aris
terbawa geli karena melihat prakarya Aris hanya sebutir telur ayam.
“Hahaha…. Aris kamu bawa apa?”
celetuk Angel untuk menanyakan apa sebenarnya prakarya Aris, Aris pun menjawab dengan polos.
“Telur….!” Jawab Aris singkat.
“Whahahhahahaahahahahahaa…!” teman
sekelasnya pun kembali tertawa terpingkal-pingkal. Dengan rasa penasaran dan
raut wajah yang tersenyum lebar karena terbawa suasana yang lucu,sungguh terasa
suasana jenaka karena jawaban Aris yang begitu polos, laluAstrid pun bertanya.
“Maksudnya, apa prakarya kamu dengan
telur itu?” Tanya Astrid sambil tersenyum, lalu Aris pun menjawab.
“Sebenarnya ini hanya telur ayam
biasa” Jelas Aris. Seisi kelas pun mulai hening karena serius mendengarkan
komentar Aris. Tiba-tiba Aris menaruh telur diatas meja tanpa melepas pegangan
dua jarinya tersebut dan berkata. “Lihat ya, semua!” perintah Aris kepada
teman-temannya agar memperhatikan dengan seksama, apa yang sedang Aris lakukan.
Perlahan kedua jari Aris yang
menyentuh telur tersebut ia lepas, dan apa yang terjadi, semua pandangan
teman-teman yang berada didepan Aris pun tercengang dan berkata “Whhaaaaa”
seakan takjub melihat telur tesebut, guru Astrid pun seakan lupa menutup
mulutnya karena tercengang melihat prakarya Aris yang hebat sekaligus mustahil.
Ternyata sebutir telur yang Aris letakkan diatas meja itu perlahan melayang
keudara, seakan mengambang diatas permukaan meja. Lalu Aris pun bertanya.
“Hebatkan?” Tanya Aris kepada semua
teman-temannya.
“Bukan sulap bukan sihir…!” seakan
ia menegaskan kalau ini bukan sulap atau sihir layaknya tontonan di televisi.
“Mau tau kenapa telur ini bisa
terbang?” Tanya Aris. Terlihat telur itu terus terbang dan melayang diudara
setinggi atau sejajar dengan dada Aris. Ada sedikit pergerakkan naik turun-naik
turun dari telur tersebut, seolah mengapung
didalam air. Lalu Aris pun berinisiatif dan berkata.
“Lihat ya semua!” perintah Aris.
Aris pun meraba-raba bagian atas
telur untuk memastikan tidak ada tali yang menggantungkan telur tersebut, dan
meraba-raba bagian bawah untuk memastikan tidak ada yang menyanggah bagian
bawah telur sehingga terlihat melayang. Tiba-tiba Astrid berkata.
“Aris, bagaimana kamu bisa melakukan
itu? Siapa yang membantu kamu?” Tanya Astrid yang masih diliputi penasaran atas
melayangnya sebutir telur di udara.
“Kak Elmo yang bantuin!” jawab Aris
polos dengan nada sedikit pamer tentang hebatnya telur tersebut.
Dengan mimikwajah yang masih
terheran-heran Astrid berjalan mendekati Aris, untuk mencoba meraih telur yang
melayang diudara tersebut dan bertanya. “ Kamu bisa menjelaskan, kenapa telur
ini bisa terbang?” Tanya Astrid. Sontak Aris menjawab “Bisa dong!”
Lalu Aris membalikkan badannya
mengarah kehadapan papan tulis yang berwarna putih atau yang biasa disebut whiteboard, tangan kanan Aris meraih
spidol berwarna hitam dan menuliskan sesuatu. Aris menuliskan proses terjadinya
embun dan menguapnya embun. Awalnya embun berwujud “Gas” setelah gas itu
merasakan udara dingin dipagi hari lalu “Mencair” dan cairan itulah yang biasa
disebut dengan embun. Setelah matahari menyinari bumi dipagi hari, udara pun
berubah menjadi panas lalu embun tersebut memuai menjadi ‘Uap”.
Astrid dan semua siswa memperhatikan
dengan seksama terhadap suatu tulisan yang ditorehkan Aris dipapan tulis,
setelah Aris selesai menuliskan penjabaran dari prakaryanya lalu Astrid
bertanya.
“Jadi apa hubungannya telur terbang
dengan prosesnya embun pagi?” tanya Astrid kepada Aris dengan penuh penasaran.
Lalu Aris menjawab.
“Sebenarnya telur itu sudah diisi
dengan air embun pagi bu!” jelas Aris.
“Air embun pagi seperti yang berada ditanaman,
disaat pagi menjelang?” tanya Astrid kembali untuk memastikan.
“Iyaaa buu! Jawab Aris dengan tegas.
“Terus!” ujar Astrid untuk menerima
penjelasan selanjutnya dari Aris. Karena Astrid semakin penasaran seakan
dikepalanya terdapat tanda tanya besar dengan hasil karya ini.
“Jadi sebelumnya telurini dibolongi
dulu, setelah bolong semua isi telur dikeluarinlewat lubang yang udah dibolongi
tadi.Semua isi telur dipastiin udah keluar, lalu diisi dengan air embun pagi,
ya kira-kira setengah dari isi telur, lalu ditutup dengan solasi dan dibiarin
beberapa saat, biasanya setelah matahari manasin bumi seperti siang ini, lama-lama
juga terbang! Hehehehe....!” jelas polos Arisuntuk meyakinkan.
Disela rasa penasaran Astrid yang
terus bertanya, teman-teman Aris pun sibuk bermain dan berebut untuk menyentuh
telur tersebut, teman-temannya pun tidak tertarik dengan penjelasan proses
embun yang berada di papan tulis, maklum karena kelas ini baru diduduki oleh
siswa kelas tiga SD jadi belum mengenal rumus-rumus kimia dan fisika, lalu Astrid
pun bertanya.
“Kalau embun kan memang bisa menguap
sehingga bisa membuat benda itu terbawa keatas atau melawan gravitasi, tapi kan
kalau didalam telur tertutup mana bisa menguap?”
“Bisa dong bu, karena kulit telur
itu kan punya lubang kecil-kecil yang ngga kelihatan sama kita!” jawab Aris
dengan jenius. Lalu Astrid pun berkata.
“Maksudnya kulit telur punya
pori-pori yang tak kasat mata, gitu?” tanyaAstrid seakan pertanyaanya tak perlu
dijawab karena ia pun sebenarnya mengetahui kalau kulit telur mempunyai
pori-pori yang tak akan terlihat langsung dengan mata telanjang. Lalu Astrid
pun mengangguk-angguk seakan ia bingung, takjub dan terus memikirkannya.
***
Astrid Merasakan
Hal Yang Sama
Sepanjang aktifitas belajar
mengajar, beberapa kali terbesit oleh Astrid tentang kepintaran Elmo yang
mengajari Aris dalam menyelesaikan prakaryanya. Beberapa kali juga Astrid
terbayang oleh paras Elmo, yang kalau dipikir-pikir ternyata Elmo mempunyai
paras cukup menarik dan dapat dikategorikan pemuda yang tampan dimataAstrid.
Setelah pelajaran usai semua siswa
pun sibuk keluar kelas untuk pulang dan bertemu dengan orang tua mereka yang
telah siap menjemput masing-masing anak mereka. Terlihat Aris masih sibuk
berkemas untuk pulang, setelah semua buku dan alat tulis lainnya sudah Aris
masukkan kedalam tas, iapun menggendong tas ransel itu lalu beranjak dari
tempat duduknya, dan berjalan ke arah pintu kelas. Tiba-tiba Astrid yang sedang
duduk dikursi dan meja guru memanggil Aris.
“Aris kamu pulang sama siapa?” tanya
Astrid, lalu Aris pun menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Astrid dan
berkata.
“Pulang sama Bibi!” jawab Aris
singkat, lalu ia pun menjelaskan kembali.
“Kalau tadikan diantarkan sama kak Elmo,
tapi sekarang Bibi yang jemput” jelas Aris kepada guru Astrid.
“Apa, diantar sama mas Elmo?” tanya Astrid
heran. Astrid pun terbesit dalam benaknya seberapa dekat Aris denagn Elmo
sampai-sampai Elmo mau mengatarkan Aris kesekolah, padahal Elmo hanya sebagai
guru les dari Aris. Apakah benar Elmo
memang pemuda yang sangat baik hati?
“Iya, diantar sama kak Elmo” tegas Aris
kembali. “Memangnya kenapa bu?” tanya Aris.
“Oohhh.... ngga apa-apa!” jawab Astrid
gugup.
“Kalau begitu Aris pulang dulu ya bu!”
pamit Aris kepada Astrid, Aris pun berjalan keluar kelas untuk menemui Bibi
yang biasa menunggu dekat lapangan basket.
Terlihat Astrid terdiam sejenak,
seakan-akan ia menyesal kedatangganya terlambat kesekolah karena pagi tadi
ternyata Elmo datang untuk mengantar Aris kesekolah, keheningan dan pemikiran
tentang Elmo pun membuat Astrid melamun. Tiba-tiba setelah ia sadar atas
lamunannya. Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan memanggil Aris yang sudah
jauh keluar dari kelas.
“Arisss...!” teriak Astrid dalam kelas
sambil berlari mengejar Aris. Setelah ia keluar dari ruang kelas, Astrid pun
sibuk mencari Aris karena banyak siswa lain yang berjalan berbondong-bondong
dan mengenakan seragam sekolah yang sama, membuat Astrid kesulitan mencari Aris.
Pandangannya pun tak henti-henti untuk menoleh kekiri dan kekanan, dari
kejauhan Astrid pun melihat seorang siswa yang menggendong tas ransel berjalan
ke arah lapangan basket. Dibalik keramaian siswa yang menjadi perhatian dari
kejauhan menggunakan tas yang cukup dikenal oleh Astrid, dari jarak kira-kira
sepuluh meter darinya,ai pun mempercepat langkahnya, akhirnya siswa tersebut
bertemu dengan wanita paruh baya yang sedang menunggu dan siap untuk menjemput
anaknya, ternyata wanita paruh baya itu adalah Bibi. ia semakin yakin kalau
yang ia kejar itu adalah Aris, langkah
demi langkah Astrid lalui dan akhirnya ia bertemu dengan Aris, dengan nafas
terengah-engah Astrid pun langsung berbicara dengan Bibi.
Entah apa yang sedang mereka
bicarakan sampai-sampai Astrid mengeluarkan ponsel dari sakunya laluBibi pun
juga mengeluarkna ponsel dari tas kecilnya, dari kejauhan seakan mereka
membicarakan seusatu yang serius. Setelah pembicaraan selesai Bibi lalu pamit
dan menggandeng tangan Aris untuk pulang, Astrid pun melempar senyuman kepada Bibi.
Setelah Bibi pamit dan berjalan ke arah pintu gerbang, lalu Astrid pun hendak
kembali kekelasnya dimana barang-barangnyaAstrid masih tertinggal disana. Sambil
berjalan Astrid menggenggam ponsel dan melihat layar ponsel tersebut, tiba-tiba
ia tersenyum kecil tanpa alasan, seakan ia merasa senang sehabis bertemu dengan
Bibi.
Ketika malam datang suasana
lingkungan perumahan yang cukup padat, rumah yang satu dengan lainnya saling berdekatan
terlihat sunyi malam ini. Di salah satu rumah sederhana ini, tampak penghuni
tinggal seorang diri, yaitu Astrid. Astrid tinggal di rumah sederhana
peninggalan orang tuanya, sedari kecil hingga saat ini Astrid tetap tinggal di
rumah ini. Bagian teras rumah Astrid penuh dengan tanamam-tanaman yang beraneka
ragam warna, cukup tanaman ini sebagai penjaga rumah disaat Astridtetidur lelap
maupun disaat Astrid pergi untuk mengajar.
Tampak diruangan ia sedang sibuk
membaca buku. DATA PERKEMBANGAN SISWA diatas meja makan, dengan ruangan yang
tidak begitu lebar ia pun serius membaca. Sedikit cemilan sepotong roti dan
segelas teh hangat ikut menemani Astrid, setelah ia selesai membaca ia pun
menenggak teh hangat itu dengan penuh hati-hati karena ia pikir teh hangat itu
takut melukai bibir manisnya. Setelah teh itu membasahi bibirnya ternyata teh
itu telah dingin dan ia pun menenggak lebih banyak karena terasa kering
tenggorokan sehabis memakan roti.
Setelah ia minum teh hangat yang
menyegarkan tenggorokannya, lalu gelas itu ia taruh ditempat semula, terlihat
disebelah gelas terdapat ponsel, Astrid pun meraihya. Sedikit melihat isi dalam
ponselnya, Apakah ada yang menelepon?
Atau adakah SMS yang masuk? Ternyata tidak ada SMS maupun telepon yang
masuk. Beberapa kali Astrid menggengam dan sedikit tersenyum kecil, seakan ada
sesuatu yang disimpan dalam benaknya. Ternyata Astrid melihat-lihat nomor
telepon Elmo yang tadi siang diberikan oleh Bibi, begitu besar dorongan dalam
hatinya untuk atau ingin mengucapkan “Terimakasih” kepada Elmo atas susah
payahnya membantu Aris membuatkan prakarya, yang menjadikan Aris mendapat nilai
tertinggi dikelas. Bahkan Elmo tidak hanya membantu meningkatkan nilai Aris
tapi juga mengembalikan kepercayaan diri Aris dikelas.
Entah kenapa Astrid yang begitu percaya
diri disekolah seakan tak kuasa untuk mengucapkan “Terimakasih” kepada Elmo,
bahkan kalimat itu tidak panjang dan tidak perlu dirangkai dengan kalimat lain
agar terdengar indah, karena kalimat “Terimakasih” itu pun sebenarnya cukup
sudah indah apalagi diucapkan dengan hati yang tulus. Berkali-kali Astrid
dilanda kebimbangan, ia bingung untuk mengucapkan kalimat itu kepada Elmo
melalui SMSatau telepon secara langsung. Kalau dengan SMS ia takut merasa
kurang sopan untuk diucapkan, kalau berbicara langsung iapun takut gugup dan
terbata-bata jika mendengar suara Elmo. Lalu Astrid beranjak dari tempat
duduknya dan berjalan menuju kamar tidur, sesampainya dikamar tidur Astrid pun
menghempaskan badannya diatas kasur nan empuk, sedikit berguling-guling diatas
kasur karena bingung memikirkan harus memulai dari mana. Tiba-tiba Astrid
tertawa kecil merasa takut malu, grogi dan gemas setiap menekan tombol
ponselnya untuk menelepon.
“Mhhuufftt...” suara Astrid menarik
nafas, akhirnya ia telah membulatkan tekadnyauntuk menelepon. Walau apapun
resiko yang ia hadapi nanti ia pun siap menanggung keputusan ini, seakan
masalah ini menyangkut hidup dan matinya menjadikan Astrid berpikir berlebihan.
“Halo....haloooo...!” suara Elmo pun
terdengar dari ponsel Astrid, dengan ragu dan sedikit malu Astrid menjawab. “Halo...”
itulah kata pertama yang keluar dari multu Astrid, entah kenapa Astrid begitu
berat mengucapkan kata “Halo” kepada Elmo, lalu Elmo berkata.
“Iya... ini dengan siapa?” tanya Elmo
penasaran.
“Saya Astrid, guru sekolah Aris!”
jelas Astrid degan rasa was-was. Sontak Elmo terbelalak dan raut wajahnya pun
berubah menjadi sumringah mendengar suara Astrid dari ponselnya. Elmo yang
berada didalam rumah dan sibuk meneliti tewasnya diplomat dan wanita yang
terbakar itu,spontan berpalingmeninggalkantugasnya sejenak. Diatas kursi panjangnya
yang berada diruang tengah, didepan televisi yang menyala seakan menjadi saksi
melihat wajah Elmo yang sumringah. Sempat terpikir olehnya, ada apa gerangan
yang membuat Astrid meneleponya malam-malam.
“Adakabar apa bu Astrid?” tanya Elmo
dengan nada sumringah.
“Kokmasih panggil saya bu, apa saya sudah
kelihatan tua ya? Panggil saya Astrid saja” jelas Astrid merendah.
“Saya hanya ingin mengucapkan terima
kasih kepada mas Elmo, yang telah membantu Aris untuk membuat prakarya!” jelas Astrid.
“Oohh...berhubung tugas Aris perlu
bantuan wali murid dan kebetulan saya memiliki waktu senggang jadi saya
berinisiatif unjtuk membantu Aris, karena mamanya Aris kan jarang dirumah” jelas
Elmo kepada Astrid. Mendengar alasan yang tulus dari Elmo, Astrid pun ikut
terenyuh simpati dan kagum terhadap sosok pemuda yang bijaksan ini. Lalu Elmo
berkata kembali.
“Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada...Astrid yang sudah memperhatikan Aris disekolah, beruntung Aris memiliki
guru yang sangat peduli terhadap siswanya” jelas Elmo yang mulaimembiasakan
menyebut nama Astrid tanpa “Bu”, dan pujian terhadap sikap Astrid yang sangat
mengayomi semua siswanya.
“Ahh...itukan memang sudah tugas
saya mas Elmo!” jawab Astrid yang tersanjung dengan pujian Elmo.
“Jangan panggil saya mas, panggil
nama saja biar tidak terdengar kaku!” pintaElmo kepada Astrid. Karena usia
mereka tidak terpaut jauh, akhirnya Elmo berinisiatif untuk saling memanggil
nama satusamalain.LaluAstrid berkata.
“Saya hanya ingin mengucapkan itu
saja, maaf kalau sudah menggangu Elmo” ujar Astrid yang mulai terbiasa mengucapkannamaElmotanpa
“Mas” walau agak kaku.
“Tidak apa-apa sama sekali tidak
menggangu kok!” jawab Elmo.
“Ya sudah, kalu begitu selamat malam
Elmo!” pamit Astrid kepada Elmo untuk menutup perbincangganya malam ini.
“Selamat malam!” jawab Elmo dengan
senang hati.
“Tttuuuutttt” tanda telah
berakhirnya sambungan telepon, Elmo pun gembira bukan kepalang, ternyata wanita
idamannya menelepon tiba-tiba dan mengucapkan “Terima kasih” sempat ia
melompat-lompat kegirangan dan terus menggenggam ponsel. Dilain sisi ternyata Astridterdiam
dan memikirkan sesuatu, ia terngiang akan kalimat yang baru saja ia ucapkan Saya hanya ingin mengucapkan itu saja,seakan
kalimat ini terlalu kaku dan tak perlu diucapkan.Ia pun malu jika mengingat-ingat
kalimat tersebut, tetapi ia merasa sangat senang karenaElmo juga mengucapkan “Terima
kasih” kepadanya.Senyuman kecil menghiasi wajah Astrid, seakan masih terngiang
suara Elmo ditelinganya.
Malam ini terasa panjang oleh Astrid,
dan bebebrapa kali ia memejamkan mata ia pun tak kunjung terlelap. Ia terus
memikirkan paras dan suara Elmo. Posisi badan terus ia ubah untuk mencarikenyamanan
dalam tidurnya, tapi ia tak kunjung terlelap rasa senang itu terus
menyelimutinya. Terkadang terpikir oleh Astrid, Apakah benar ini yang dinamakan jatuh cinta? Setelah sekian lama Astrid
bergelut dengan rasa senang yang ia rasakan, lalu ia pun terlelap dengan
menggengam ponselnya, Begitu juga dengan Elmo yang terlelap diatas kursi
panjangnya dengan ponsel tergeletak diatas dada.
Pagi hari yang penuh suka cita bagi Elmo,
terdengar lantunan lagu yang dinyanyikan olehnya, suara itu terdengar jelas
dari kamar mandi. Rencana hari ini ia akan pergi ke Polda MetroJaya karena ia harus
melaporkan dan berkordinasi dengan Pak Herman terhadap kasus-kasus yang sedang
ditanganinya. Selain itu ia juga berencana menawarkan diri untuk mengantar Aris
kesekolah, berhubung perjalanan Elmo searah dengan sekolah Aris.Setelah selesai
mandi ia pun keluar dari kamar mandi hanya berbalut dengan handuk, lantunan
lagu itu seakan tak berhenti walau ia sudah selesai mandi, lalu ia pun berjalan
kearah kamarnya hendak mengenakan pakaian. Seperti biasa kemeja kotak-kotak dengan
warna yang berbeda ia kenakan. Tak lupa Blue
Jeans sebagai pasangan kemeja tersebut. Setelah semua selesai ia pun
langsung menuju rumah Aris.
“Assalamuaikumm...!” Elmo pun langsung
masuk kedalam pagar umah Aris, terlihat diruang tengah Aris dan Bibi seakan sudah
siap berangkat kesekolah.
“Ehhh mas Elmo!” ujar Bibi.
“Bi, Aris sudah mau berangkat ya?”
Tanya Elmo.
“Iya, memangnya kenapa mas Elmo?”
tanya Bibi.
“Kebetulan saya mau berangkat ke
Polda, jadi searah dengan sekolah Aris. Bagaimana kalau saya saja yang
mengantar Aris kesekolah!” pinta Elmo kepada Bibi.
“Apa tidak merepotkan mas Elmo?”
tanya Bibi
“Tidak Bi”jawab Elmo. Lalu Aris pun
berkata.
“Iya Bi, sama ka Elmo aja. Kalau
naik motor kan bisa ngebut!” ujar Aris antusias dengan tawaran Elmo.
“Ya sudah, kalau begitu Bibi mau
beres-beres rumah. Kamu hati-hati ya dijalan.” Jawab Bibi kepada Aris, lalu Bibi
pun berkata kepada Elmo.
“Terimakasih ya mas Elmo!” ujar Bibi
kepada Elmo
“sama-sama bi!” jawab Elmo dengan
tersenyum, lalu ia pun berkata kepada Aris
“Ayo bos kita berangkat!”
Akhirnya mereka berdua pun berjalan
keluar rumah, melewati pagar dan menuju motor Elmo yang sedang terparkir diluar
gerbang. Di atas motor dengan kecepatan sedang mereka pun bernyanyi-nyanyi,
seakan Elmo dan Aris menyambut pagi ini dengan penuh keceriaan. TampakAris
berpegangan erat dengan Elmo tetapi ia pun tetap bernyanyi, sesekali suara Aris
terdengar keras karena terlalu semangat untuk bernyanyi dan melepaskan gelak
tawa. Sesampainya mereka disekolah, mereka pun berjalan menuju kelas, kali ini Elmo
mengantar Aris sampai kedalam ruangan kelasnya, lalu Aris pun duduk
dibangkunya, dan Elmo berkata.
“Belajarnya yang rajin yaa, kalau
ada pelajaran yang tidak dimengerti jangan malu bertanya sama ibu Astrid. Nanti
pasti diberitahu!” nasihat Elmo kepada Aris.
Lalu Aris pun menganggukkan
kepalanya, tanda ia mengerti maksud yang disampaikan Elmo. Lalu ia pun beranjak
setelah mengantar dan berbicara dengan Aris, hendak menuju pintu kelas untuk
keluar dari ruang kelas.
Sesampainya didepan pintu kelas iamenolehkanpandanganya
ketangan kanan untuk memeriksa waktu dengan jam tangannya, setelah melihat jam
tangan itu ia pun memacu langkahnya dan berjalan sedikit tergesa-gesa karena
ada janji dengan Pak Herman. Keluar dari pintu ia mengarahkan langkahnya kearah
kanan dan tiba-tiba, BbruukkkElmo
bertabrakan dengan seorang guru, buku yang dibawa guru itu pun berhamburan
diatas lantai. Sontak ia pun ikut jongkok untuk mengambil dan membereskan
buku-buku yang terjatuh dari tangan guru tersebut, dengan rasa tidak enak hati
karena kecerobohan Elmo ia pun berkata.
“Maaf bu, saya terburu-buru jadi
tidak lihat!” ujar Elmo sambil membenahi buku-buku yang berserakan diatas
lantai.
“Tidak apa-apa, saya juga
tergesa-gesa!” ujar Astrid, terbesit olehnya setelah mendengar suara yang
menurutnya sudah tidak asing lagi ditelinganya. Sontak Elmo menoleh dan mencoba
memandangi wajah tersebut.
“Astrid!” ujar Elmo dengan wajah
sumringah.
“Eh.. Elmo!” jawab Astrid yang
terkejut karena melihat Elmo dan sempat wajah Astrid merona kemerahan karena
terpukau oleh pesona Elmo, tetapi Astrid pun membiasakan dirinya agar tidak
salah tingkah didepan Elmo.
Sungguh pagi yang mengejutkan bagi Elmo
karena ia dapat bertemu dengan Astrid wanita idamannya untuk kedua kalinya. Ia
pun merasa beruntung karena diawal hari yaitu pagi ini bertemu dengan Astrid
dengan tidak sengaja, rasa senang Elmo terus terpancar dari raut wajahnya.
“Tumben kamu datang kesekolah?”
tanya Astrid.
“Iya kebetulan saya ada urusan pagi
ini, jadi berangkat bersama dengan Aris!”jelas Elmo. Setelah semua buku sudah
dibereskan, mereka pun berdiri saling berhadapan. Elmo pun menyeka kedua
tangannya yang terasa kotor oleh debu lantai, ada sedikit kecanggungan disaat
mereka berdiri berhadapan, dan Astrid pun berkata.
“Kalau begitu saya mengajar dulu!”
ujar Astrid dan berjalan melintas begitu saja didepan Elmo lalu melangkah
kearah ruang kelas, dan Elmo pun berkata.
“Silahkan...!” ujar Elmo dengan
senyuman. Walau Astrid bersikap kaku terhadap Elmo tetapi Elmo tetap bersahaja
dan selalu melemparkan senyuman tanda keramahan kepada Astrid. Lalu ia pun
beranjak pergi menuju Polda.
Setibanya Elmo digedung Polda Metro
Jaya, ia pun berjalan menuju ruang kerja Pak Herman, dengan melantunkan lagu
kesayangannya ia melangkah sambil memancarkan wajah keceriaan. Berada didepan
pintu ruang kerja Pak Herman ia pun masuk dan langsung menyapa Pak Herman.
“Selamat pagi Pak Herman!” sontak Pak
Herman yang sedang meneliti data terkejut, melihat tingkah laku dan pancaran
senyuman lebar di wajah Elmo. Lalu Pak Herman pun mencibirkan Elmo dan berkata.
“Pasti abis ketemu dengan Astrid!”
ujar Pak Herman meledek, mendengar perkataan Pak Herman ia pun terpana dan raut
mukanya pun berubah menjadi penasaran.
“Kok tau, memangnya Pak Herman kenal
dengan Astrid?” tanya Elmo penasaran.
“lah, kan kamu sendiri yang menceritakan
tentang Astrid kemarin!” ujar Pak Herman.
“Oh iya?” Elmo pun kembali tertawa
mengingatnya.
“jangan ge-er dulu kamu, memangnya
kamu tau ia sudah punya pacar atau belum? Atau jangan-jangan ia sudah berumah
tangga!” mendengar ucapan Pak Herman Elmo pun sontak terdiam.
“Kamu kan biasa menganalisa
kasus-kasus, jangan sampai kamu gagal menganalisa perasaan wanita, hehehe!”
kalimat bijak yang disampaikan dengan gurauan itu seakan membuat Elmo semakin
terdiam dan menghancurkan senyuman dari pancaran wajahnya.
Dilain sisi Astrid yang sedang
berada diruang guru bersama Bu Kusuma terlihat sedang asyik berbincang, sambil
memakan makanan ringan yang disungguhkan Bu Kusuma kepada Astrid. Bu Kusuma
adalah guru senior yang paling dekat dengan Astrid, bahkan Bu Kusuma sudah ia
anggap sebagai orang tuanya sendiri. Karena Bu Kusuma seorang guru yang ramah
dan bijaksana, jadi wajar kalau bu Kusuma sangat disukai oleh siswa-siswi,
guru-guru sekolah maupun wali murid. Mereka pun sedang memperbincangkan seorang
pemuda yang disukai oleh Astrid, yaitu Elmo. Karena Astrid sedang jatuh cinta,
jadi Astrid sering mencurahkan hatinya kepada bu Kusuma. Kalimat yang keluar
dari mulut bu Kusuma pun hampir sama dengan apa yang dikatakan Pak Herman
kepada Elmo.
“Apakah kamu belum tau, ia sudah
punya pacar atau belum?” tanya Bu Kusuma kepada Astrid.
“Kalau kamu belum tau, lebih baik
jangan berharap lebih darinya!” nasihat Bu Kusuma kepada Astrid.
“Jadi saya harus bagaimana bu?”
tanya Astrid dengan polos.
“Biarkan saja semua itu mengalir apa
adanya. Jangan dikurang-kurangi dan jangan dilebih-lebihkan!” jawab bu kusuma.
Pernyataan bu kusuma pun membuat Astrid
berpikir, tentang arti tiap makna yang keluar dari mulut bu Kusuma.
***
Awal Kedekatan
Dua Sejoli
Di jalan protokol jakarta terlihat
sebuah kendaraan roda dua berjalan santai, kendaraan roda dua bertenaga 600 cc
itu dikendarai oleh Elmo. Elmo pun yang bertujuan untuk pulang kerumah setelah
berkordinasi dengan Pak Herman di Polda Metro Jaya. Kali ini ia tidak ada
jadwal untuk les privat kerumah Aris, jadi Elmo terlihat santai dalam
berkendara. Earphone pun setia
menempel dikedua telinganya, untuk menggantikan suara bising yang semrautnya
jalan Ibu kota.
Setelah ia melalui banyak
persimpangan jalan, ia melintasi sekolah Aris. Disaat sore hari terlihat
lingkungan sekolah tersebut tampak sepi, tidak seperti pagi maupun siang hari
dimana banyak para pedagang yang menjajakan jajanan untuk siswa. Tak heran
banyaknya pedagang yang berjualan di area sekolah dasar ini, karena sekolah
dasar ini adalah sekolah percontohan se-Jakarta, jadi cukup terkenal se-Ibukota
Jakarta. Elmo yang berjalan perlahan dengan motornya tiba-tiba ia melihat sosok
wanita yang berdiri digerbang sekolah dengan membawa beberapa buku dipelukannya
dan sebuah tas berwarna coklat. Beberapa detik Elmo terpana melihat wanita yang
berada agak jauh didepannya, terlihat dari kejauhan wanita tersebut menoleh
kekiri dan kekanan seakan mencari sesuatu. Spontan Elmo menginjak pedal rem
motornya dan berhenti didepan wanita tersebut, lalu Elmo pun berkata.
“Astrid, sedang apa kamu?” tanya Elmo
yang heran melihat Astrid masih berada dilingkungan sekolah pada sore hari,
sambil melepas earphone yang melekat
dikedua telinganya lalu Astrid pun
menjawab pertanyaan Elmo.
“Elmo, saya sedang mencari angkutan
umum untuk pulang” jawab Astrid dengan muka sumringah karena bertemu dengan Elmo.
“Ya udah, kalau begitu bagaimana
kalau saya saja mengantarkan pulang” ujar Elmo menawarkan diri.
“Tidak usah, nanti juga lewat kok
angkutan umumnya” jawab Astrid yang sungkan atas tawaran Elmo.
“Udaahh, ngga usah malu-malu, udah
sore begini angkutan umum kan jarang, mau sampai jam berapa kamu?” ujar Elmo
memaksa karena tidak tega melihat Astrid seorang diri menunggu angkutan umum.
Lalu Elmo pun menarik tangan Astrid dan mempersilahkan Astrid untuk duduk
dibelakang motornya untuk berboncengan, Astrid yang sungkan terhadap tawaran Elmo
terpaksa ia menyetujui tawaran tersebut walau dalam hati. Dan ia pun duduk
persis dibelakang Elmo, berhubung Astrid menggunakan rok jadi posisi duduk Astrid
pun miring tidak seperti layaknya seseorang yang berboncengan.
“Sudah siap?” tanya Elmo kepada Astrid.
“Sudah..”jawab Astrid yang ragu
terhadap Elmo dan motor bertenaga 600 cc yang mengeluarkan suara bising dari
knalpotnya, maklum karena Astrid baru pertama kali berboncengan dengan Elmo,
lalu mereka pun berjalan meninggalkan sekolah tersebut.
Sepanjang perjalanan terlihat mereka
sedikit berbincang-bincang, entah apa yang mereka perbincangkan, sesekali Astrid
menggeser posisi duduknya agar merasa nyaman. Tanpa sadar tangan kanan Astrid
mengenggam erat pinggang Elmo, lalu Elmo pun berteriak.
“Aduuhh...!” teriak Elmo kesakitan,
sontak Astrid pun bertanya.
“Kenapa.. kenapa Elmo?” tanya Astrid
penasaran.
“Pegangannya jangan kencang-kencang
dong!, kan sakit” ujar Elmo memelas. Sontak Astrid pun malu karena telah
memegang pinggang Elmo dan menyakiti tanpa sadar, lalu ia pun berkata.
“Maaf ya, tidak sengaja” ujar Astrid
dengan rasa malu dan wajahnya pun memerah.
“Oh ngga apa-apa” jawab Elmo. Selang
beberapa detik atas kejadian itu terbesit oleh Elmo, Kenapa ia tidak berpegangan lagi ya? Apakah ia malu? Padahal motor ini
sedang berjalan cukup kencang, takut-takut kalau Astrid tidak bisa menjaga
keseimbangan, Akhirnya Elmo pun meledek Astrid.
“Kok udah nggak pegangan lagi,
trauma ya? Udah nyubit pinggang orang” sontak Elmo pun tertawa karena sudah
meledek Astrid, mendengar komentar ElmoAstrid pun tersipu malu, tetapi sebenarnya
Astrid pun ingin tertawa jika mengingat kejadian itu.
Ketika matahari tenggelam hari pun
mulai gelap, setibanya mereka didepan rumah Astrid lalu Astrid pun turun dari
motor dan berkata.
“Elmo mau mampir?’ tawar Astrid
kepada Elmo.
“Boleh deh!” jawab Elmo kepada Astrid,
karena Elmo mulai letih seharian mengendarai motor ia pun menerima tawaran Astrid
untuk beristirahat walau sejenak. Elmo pun turun dari motornya, ia terpana
melihat banyaknya tanaman-tanaman hias diteras rumah Astrid. Beraneka ragam warna
dan jenis dari tanaman yang subur itu, mencerminkan ketelatenan bagi seseorang
yang memilikinya, lalu Elmo pun bertanya.
“Siapa yang merawat tanaman ini?”
Tanya Elmo yang kagum melihat tanaman hias tersebut, Astrid yang sedang membuka
pintu rumah dengan kunci yang ia bawa dan telah ia keluarkan dari dalam tasnya
sontak menoleh kearah Elmo dan menjawab.
“Saya yang merawatnya, semua yang berada dirumah ini saya sendiri
yang merawatnya!” jelas Astrid.
“Kamu tinggal seorang diri disini?
Emangnya Suami atau Orang Tua kamu tidak tinggal disini?” Tanya Elmo untuk
mengenal lebih dekat tentang Astrid, sekaligus alih-alih Elmo untuk mencari
tahu status Astrid.
“Kedua Orang Tua saya sudah tidak
ada Elmo, kalau Suami saya belum punya!” jelas Astrid sambil membuka pintu dan
hendak berjalan masuk kedalam rumah.
“Oh maaf, telah menanyakan Orang Tua
kamu, jadi kamu belum berumah tangga?” ujar Elmo antusias, spontan Astrid pun
menjawab.
“Belum, sebentar ya Elmo!” jelas Astrid
lalu ia pun masuk kedalam rumah dan Elmo pun duduk di kursi yang berada diteras
tersebut.
Didalam rumah terlihat Astrid
meletakkan tas dan buku bawaannya diatas meja makan lalu berjalan kedapur.
Sebuah cangkir dan sebuah sendok Astrid raih dari rak piring, karena Elmo
berbaik hati mengantarkannya sampai kerumah ia pun berinisiatif membuatkan
secangkir teh hangat untuk Elmo. Karena Astrid terlalu bersemangat dan
terburu-buru untuk membuatkan teh karena takut Elmo menunggu lama didepan
teras, mengakibatkan percikan air teh tersebut keluar atau menciprati kebawah
nampan. Sontak Astrid pun mengambil sehelai tisu untuk mengelap bagian nampan
dan cangkir, dengan penuh perasaan dan kelembutan Astrid mengelap bagian yang
basah tersebut, semata-mata untuk penyajian yang sempurna terhadap tamu. Lalu Astrid
berjalan kearah teras dengan membawa secangkir teh hangat untuk Elmo.
Setelah Astrid berada diteras,
cangkir itu ia letakkan diatas meja bundar diantara kursi yang salah satunya Elmo
telah duduk disana, dan Astrid pun berkata.
“Silakan diminum!” ujar Astrid
mempersilakan.
“Iya terimakasih, wah jadi
merepotkan Astrid” Jawab Elmo. Meraih cangkir yang berada diatas meja bundar
lalu Elmo pun meminum teh hangat tersebut, karena teh itu terlalu panas jadi Elmo
hanya meneguk sedikit. Sepanjang teh
hangat itu masih tersisa dalam cangkir,
mereka pun asyik berbincang-bincang, entah apa yang menjadi bahan
perbincangan mereka. Sesekali Elmo dan Astrid tertawa bersama, suasana itu pun
menjadi hangat antar mereka berdua, canda tawa mengantarkan mereka kedalam
keakraban. Setelah kesekian kali Elmo meneguk teh dari cangkir Slrrruuppp.. tanpa sadar ini merupakan
tegukan terakhir bagi Elmo, karena teh tersebut sudah habis dalam cangkir dan Elmo
pun berkata.
“Mmhh… tehnya habis nih!” ujar Elmo.
“Mmau ditambah lagi?” ujar Astrid
menawarkan.
“Tidak usah” jawab Elmo sambil melihat
jam tangan dan berkata.
“Lagi juga sudah jam setengah
Sembilan, sudah larut malam” ujar Elmo dan ia pun beranjak dari tempat
duduknya, dan Astrid pun berkata.
“Yakin tidak mau ditambah tehnya?”
ujar Astrid yang menyayangkan niat Elmo untuk pulang, karena jika Elmo pulang Astrid
akan merasakan kesepian dirumahnya. Sudah beberapa tahun Astrid tinggal dirumah
ini seorang diri dan baru kali ini lah ia ditemani seseorang yang dapat
menghilangkan kesepiannya walau sementara, mau tidak mau Astrid pun
mempasrahkan kepulangan Elmo dari rumahnya.
Terbesit sejenak oleh Astrid untuk
menahan Elmo sekitar lima atau sepuluh menit agar tidak pulang terlalu cepat,
karena Astrid masih ingin berbincang-bincang dan mendengar guyonan Elmo yang
dapat menghiburnya tetapi apa daya, Astrid pun tak kuasa untuk
mengungkapkannya. Terlihat Elmo sudah keluar dari pagar rumah, lalu Astrid pun
mengikuti dibelakang Elmo. Motor yang parkir diluar pagar itu ia tunggangi
sambil memakai helm, mesin motor pun Elmo nyalakan lalu ia berkata.
“Kalau gitu saya pulang dulu ya!”
pamit Elmo. Astrid pun mengganggukan kepalanya.
Elmo pun menarik pedal gas untuk
menjalankan roda motor, belumsempat satu meter motor itu berjalan tiba-tiba Astrid
memanggil.
“Elmo…!” sontak Elmo menginjak rem
dan berhenti lalu ia menoleh kebelakang dan menatap wajah Astrid.
“Terimakasih!” ujar Astrid kepada Elmo atas kebaikan jasanya yang telah
mengantarkannnya sampai rumah. Spontan Elmo melempar senyuman kebahagian,
karena sebenarnya Elmo pun tidak ingin buru-buru pulang dan ia merasakan hal
yang sama dengan apa yang Astrid rasakan saat ini. Buih-buih asmara pun seakan
terangkai dalam hati mereka. Merasa kehilangan, kesepian, keharmonisan dalam
berkomunikasi dan kenyaman disaat bersama, merupakan beberapa perasaan yang
berkemelut dalam hati insan yang dianugrahi dengan apa yang dinamakan cinta.
Setibanya Elmo didalam rumahnya, ia
pun meletakkan kunci motornya diatas meja persis didepan TV, tas kecil yang
dislempangkan dipundak ia taruh diatas kursi panjangnya. Lalu Elmo duduk diatas
kursi, sejenak untuk beristirahat dari letihnya seharian beraktifitas. Kedua
sepatunya yang masih terpasang rapi dikedua kakinya lalu ia tanggalkan.
Sesekali ia melihat ponselnya untuk memastikan apakah ada seseorang yang
menghubunginya, lalu Elmo pun beranjak kekamar mandi untuk membersihkan
badannya setelah seharian berkendara. Setelah ia keluar dari kamar mandi ia pun
langsung melihat ponselnya kembali untuk memastikan apakah ada seseorang yang
menghubunginya, ternyata ponsel tersebut tidak memberikan tanda-tanda kalau ada
seseorang yang menghubunginya. Elmo pun berjalan kearah kamarnya sambil membawa
ponsel, lalu ia rebahkan seluruh badannya diatas ranjang karena ia ingin tidur,
terasa seluruh badannya sangat letih dan jam dinding pun telah menunjukkan
pukul sebelas malam. Sebelum Elmo menutup kedua matanya untuk terlelap ia pun
kembali memastikan untuk ketiga kalinya terhadap ponsel yang ia letakkan diatas
kasur ia pun melihat, dan sampai saat ini belum juga ada seseorang yang
menghubunginya. Entah kabar dari siapa yang Elmo tunggu hingga ia melihat
ponsel sampai beberapakali.
Dilain sisi ternyata Astrid pun
menunggu kabar seseorang dari ponselnya, diatas tempat tidur itu Astrid pun
menunggu kabar seseorang dari ponselnya. Terbesit oleh Astrid, Kenapa Elmo tidak mengabari ya? Apakah ia
sduah sampai rumah? Apakah terjadi sesuatu dalam perjalanan Elmo pulang? Apakah
ia langsung terlelap tidur karena letihnya mengantar aku sampai rumah?
Seakan pertanyaan-pertanyaan itu berputar mengelilingi diatas kepala Astrid.
Ingin rasanya Astrid menghubungi Elmo dengan ponsel, tapi Astrid pun malu dan
takut menggangu istirahat Elmo mengingat saat ini sudah pukul sebelas malam,
lambat laun pertanyaan demi pertanyaan itu mengantarkan Astrid untuk terlelap
dan tidur dengan ponsel disebelah wajahnya.
***
Masa-masa Terindah Bersama Astrid&Aris
Keesokan hari, setelah koordinasi
dengan Pak Herman selesai Elmo pun beranjak keluar gedung untuk mengambil
motornya dan beranjak pulang, karena ada jadwal untuk mengajarkan les kepada Aris.
Setelah Elmo menemukan motornya ia pun tak langsung menaiki motor tersebut
tetapi ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, tombol ponsel pun ia ketik,
lalu ia letakan ponsel tersebut ketelinga sebelah kanan. Ttuuuttt....tttuuuuttt beberapa detik ia menunggu dan mendengar
nada sambung. Lalu ia pun berkata.
“Halo Astrid? Kebetulan saya ingin
menjemput Aris disekolah, apa kamu mau sekalian saya jemput? Tanya Elmo
menawarkan kepada Astrid.
“Ya sudah, kalau begitu satu jam
lagi saya sampai sana!” ujar Elmo, lalu Elmo pun bergegas menyalakan mesin
motor dan keluar dari tempat parkir.
Sesampainya ia disekolah, Elmo pun
berjalan menuju kelas Aris. Belum sempat Elmo sampai keruangan kelas Aris, ia
melihat Aris sedang bermain dengan teman-temannya sehabis jam pulang sekolah. TampakAris
dan teman-teman sedang asyik melihat Aris memainkan harmonika, melantunkan lagu
dengan harmonika bagi anak sd kelas tiga merupakansuatu alat yang unik dan
mengasyikan. Dengan suara khas tersebut membuat teman-teman Aris ingin mencoba
meniupkan harmonika layaknya Aris melantunkan lagu, tak jarang salah satu dari
mereka mencoba berebut karena penasaran dengan alat musik tersebut.
Elmo yang melihat Aris dari kejauhan,
itu pun tersenyum dan mecoba menghampiri Aris, langkah demi langkah Elmo
menghampiri Aris. Lalu Aris menoleh kearah Elmo dan berkata.
“Kak Elmo!” sapa Aris antusias.
“Ayo kita pulang!” ujar Elmo
mengajak Aris yang telah menggendong tas sekolahnya sambil menggengam
harmonika, lalu Aris pun berpamitan dengan teman-temannya.
“Aku pulang dulu ya!” ujar Aris
kepada keempat teman sekelasnya. Lalu Elmo berjalan sambil menggandeng tangan Aris
kearah ruang guru untuk menjemput Astrid, lingkungan sekolah ini cukup ramai
karena bertepatan dengan jam pulang sekolah. Sehingga ia sedikit kesulitan
untuk berjalan karena banyak siswa SD yang lalu lalang bahkan tak sedikit dari
mereka yang berlari-lari bermain dengan temannya. Setibanya ia didepan pintu
ruang guru Elmo pun berpapasan dengan Bu Kusuma, lalu Elmo berkata.
“Permisi bu, ada bu Astrid?” Tanya Elmo
kepada bu Kusuma, sedikit terpana bu Kusuma melihat sesosok pemuda tampan yang
bergandengan denga Aris. Terbesit dalam benaknya kalau pemuda ini adalah Elmo
seperti yang pernah diceritakan oleh Astrid kepadanya. Lalu bu Kusuma pun
menjawab.
“Ibu Astrid ada didalam, sebentar ya
saya panggilkan!” jawab bu Kusuma dengan ramah, lalu ia pun bergegas kedalam
ruangan dan memberitahukan Astrid kalau Elmo sudah datang, sontak Astrid
berbenah membereskan tasnya untuk segera bertemu dengan Elmo, lalu bu Kusuma
pun berkata.
“Ternyata Elmo itu tampan juga ya!”
ujar bu Kusuma yang sempat terpana olehnya sekaligus meledek Astrid. Mendengar
komentar itu Astrid pun tersenyum karena bu Kusuma memuji Elmo, dan Astrid pun
berkata.
“Bu saya pulang dulu ya!” pamit Astrid.
“Astrid, nanti cerita-cerita ya!”
ujar Bu Kusuma sambil tersenyum seakan ada rahasia diantara mereka.
“Oke deh” jawab Astrid sambil
berjalan kearah pintu, tampak dari wajah Astrid memancarkan rasa senang yang
mendalam karena dijemput oleh Elmo.
Setibanya Elmo, Aris dan Astrid
dekat lapangan basket dimana tempat motor Elmo parkir, mereka bertiga pun
menaiki motor Elmo. Aris dibonceng Elmo duduk didepan dan Astrid duduk
dibelakang Elmo, seakan mereka bertiga layaknya keluarga kecil yang harmonis
lalu motor tersebut pun berjalan perlahan keluar pintu gerbang sekolah.
Telah sampai didepan pagar rumah Aris,
Astrid pun turun lebih dulu dari motor, dan langsung membukakan pintu pagar
agar motor tersebut dapat masuk kedalam, lalu Elmo dan Aris yang masih
menunggani motor pun masuk kedalam pagar rumah. Setelah mereka masuk dan berada
diteras, tiba-tiba Bibi pun keluar dari dalam rumah dan menyapa.
“Waahh, tumben Ibu Astrid datang!”
ujar Bibi yang antusias melihat Astrid.
“Iya Bi” jawab Astrid tersenyum.
“Ayo silakan masuk!” pinta Bibi
kepada Elmo dan Astrid, Aris yang baru tiba ia pun langsung berlari kedalam
rumah untuk berganti pakaian dan menaruh tasnya kedalam kamarnya. Karena Aris
ingin les dengan Elmo spontan Aris pun mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan
untuk les. Terlihat Bibi berjalan kearah dapur untuk mempersiapkan minuman
kepada Elmo dan Astrid, Elmo dan Astrid yang sedang duduk diruang tamu pun
asyik berbincang.
“Kalau rumah kamu, dimana Elmo?”
Tanya Astrid yang ingin tau keberadaan rumah Elmo, karena Astrid pernah mendengar
perkataan Bibi kalau rumah Elmo dekat dengan rumah Aris, lalu Elmo pun
menjawab.
“Dekat kok, tiga rumah sejajar dari
rumah Aris” jawab Elmo.
“Emangnya kamu mau main kerumah?”
Tanya Elmo menawarkan.
“Boleh, kalau diizinkan!” jawab Astrid.
“Waduh, rumah saya berantakan!” ujar
Elmo merendah.
Melihat Aris yang masih sibuk
membereskan ruang tengah untuk lesnya, spontan Elmo beranjak dari tempat
duduknya dan membantu Aris. Setelah semua selesai Elmo pun memulai lesnya
mengajar salah satu lagu daerah dengan harmonika masing-masing. Astrid yang
duduk diruang tamu seorang diri pun merasa senang, melihat keakraban Elmo dan Aris
yang asyik melantunkan lagu. Setelah Aris mulai mahir melantunkan lagu baru yang
diajarkan Elmo, Astrid pun ikut beranjak dari tempat duduknya dan bergabung
dengan Elmo dan Aris diatas karpet yang tebal diatas lantai tersebut. Lalu ia
pun mencoba harmonika itu untuk melantunkan lagu layaknya Aris. Setelah
beberapa kali Astrid mencoba, ternyata belum menghasilkan lantunan yang
sempurna. Beberapakali kegagalan Astrid menciptakan gelak tawa bagi Elmo dan Aris,
gelak tawa mereka bertiga pun seakan lepas. Baru kali ini Elmo dan Aris
merasakan les cukup menyenangkan karena ditemani oleh Astrid yang bertingkah
lucu menggunakan harmonika. Lalu Bibi pun datang dari dapur membawa nampan yang
berisi dua cangkir teh hangat dan makanan kecil untuk Elmo dan Astrid, nampan
itu pun Bibi letakkan dekat Elmo dan berkata.
“Aris, bu guru Astridnya jangan
diketawain dong!” perintah Bibi, lalu Astrid menjawab.
“Tidak apa-apa Bi, saya juga sedang
belajar sama seperti Aris” jawab Astrid. Melihat keakraban mereka Bibi pun
duduk bersimpuh disebelah Elmo, untuk melihat guru Astrid yang mencoba harmonika
tersebut. Setelah beberapakali Astrid mencoba, Elmo, Aris dan Bibi pun kembali
sontak tertawa melihat Astrid yang memainkan harmonikaitu. Keakraban pun
terjalin antara mereka hingga lupa waktu sampai sore.
Setelah selesai hari pun semakin
sore lalu Elmo dan Astrid pun beranjak pulang dari rumah Aris, Elmo dan Astrid
berencana kerumah Elmo untuk singgah sebentar. Elmo dan Astrid menaiki motor, Bibi
dan Aris yang berdiri didepan pagar pun melambaikan tangan melihat kepergian Elmo
dan Astrid.
Elmo dan Astrid pun tiba dirumah
sederhana yang berpenghuni seekor Beo didalam sangkar yang tergantung diteras. Ia
pun membuka pagar dan memasukkan motornya dalam pekarangan rumah dan diikuti
oleh Astrid. Lalu Elmo pun berjalan kerah pintu rumah untuk membuka pintu yang
terkunci seharian, terlihat Astrid menoleh kekiri dan kekanan memandangi semua
sudut lingkungan rumah Elmoyang teduh dan nyaman. Setelah mereka sampai dimuka
teras, dan Elmo berusaha membuka pintu rumah tiba-tiba terdengar suara.
“Swiitt…swiiw!” terdengar suara
seekor Beo yang meledek Elmo,karenamembawa seorang wanita kerumah.
“Ada cewe… ada cewe!” komentar
seekor Beo kembali terdengar, sontak Astrid pun melihat seekor beo tersebut dan
berkata.
“Elmo, beo itu pandai bicara ya?”
Tanya Astrid polos, lalu Elmo menjawab.
“Iya , dia memang pandai bicara,
apalagi kalau meledek orang!” jawab Elmo jengkel.
Setelah pintu terbuka, lalu ia
mempersilakan Astrid untuk masuk kedalam rumah, dan Astrid pun dipersilakan
duduk oleh Elmo. Setelah menaruh kunci motor dan tas diatas meja lalu Elmo
berkata.
“Sebentar saya mandi dulu, sehabis
saya mandi baru kita berangkat kerumah kamu!” ujar Elmo.
“Jangan lama-lama ya!” jawab Astrid.
“Iya tuan putri” jawab Elmo kembali
dengan nada bergurau. ia meraih handuk yang ditaruh diatas pundak kirinya dan
berjalan kekamar mandi.
Setelah Elmo selesai mandi ia pun
keluar dari kamar mandinya dan terkejut, melihat apa yang dilakukan Astrid, ia melihat
Astrid menyapu rumahnya dan membersihkan seisi barang diruangan tersebut, lalu
ia pun berkata.
“Sedang apa kamu Astrid?” Tanya Elmo
dengan raut muka yang terheran-heran.
“Emangnya kamu kalau menyapu rumah
berapa minggu sekali?” Astrid pun kembali bertanya karena melihat lantai Elmo
yang begitu kotor, maklum karena Elmo bujangan yang kurang peduli dengan kerapihan dan kebersihan rumahnya. Dan
kebetulan sekali ia bertemu dengan Astrid yang memiliki jiwa keibuan, sedikit
cerewet dan tidak bisa diam jika melihat sesuatu hal yang tidak bersih dan
rapih. Elmo pun berjalan kearah kamar dan menutup pintu kamarnya, melihat
pakaian yang biasa digantung dibelakang pintu itu hilang Elmo pun panik
dan mengacak-acak lemarinya untuk
mencari pakaian yang ia cari, ternyata pakaian tersebut tak jua ia temukan lalu
Elmo membuka pintu kamarnya dan keluar dari kamar hanya menggunakan sehelai
handuk dan berkata.
“Astrid
pakaianku hilang, biasanya aku taruh dibelakang pintu. Jangan-jangan ada
maling!” ujar Elmo dengan wajah sangat panik, lalu Astrid pun menjawab.
“Itukan
pakaian kotor, jadi aku taruh semua kedalam ember dibelakang!” jawab Astrid.
Mendengar komentar AstridElmo pun merasa sedikit kesal karena pakaiannya
dipindahkan kedalam ember, tetapi selain itu Elmo pun merasa senang dengan
inisiatif dan tindakanAstrid yang mempedulikannya. Sempat terbesit oleh Elmo
bahwa Astrid mirip dengan ibunya yang telah tiada, yang selalu membenahi apa
pun yang terlihat berantakan didalam rumah. Setelah Astrid membenahi seisi
rumah lalu ia pun duduk dikursi panjang, lalu Elmo keluar dari kamarnya dengan
pakaian lengkap dan berkata.
“Kamu
mau istirahat dahulu atau langsung saya antar kerumah?” tanya Elmo sambil
merapikan baju yang baru ia kenakan.
“Langsung
pulang saja ya!” jawab Astrid, karena hari mulai gelap Elmo pun mengajak Astrid
keluar dari rumah untuk mengantarkan Astrid.
Setiba
dirumah Astrid, Elmo dan Astrid pun turun dari motor dan berjalan memasuki
pagar. Astrid berjalan menuju pintu rumah untuk membuka, sedangkan Elmo
langsung duduk dikursi teras. Tidak lama Elmo duduk dikursi teras, Astrid pun
keluar dari pintu rumah dan membawa secangkir teh hangat untuk Elmo. Lalu Astrid
ikut duduk disebelah Elmo untuk melepas keletihan karena telah beraktifitas
seharian dan berkata.
“Elmo
kalau saya boleh tau orang tuamu tinggal dimana?” tanya Astrid, terlihat Elmo
sedang menghisap sebatang rokok dan menjawab.
“Sebenarnya
orang tuaku sudah tidak ada!” ujar Elmo.
“Maaf
kalau saya menyinggung perasaanmu Elmo” ujar Astrid sungkan.
“Tidak
apa-apa” jawab Elmo, lalu Elmo pun melanjutkan cerita.
“Kejadian
itu terjadi beberapa tahun lalu, kedua orang tua dan adik laki-laki ku
mengalami kecelakaan pada saat keluar kota dengan menggunakan pesawat. Pada
saat itu aku begitu keras kepala sehingga tidak menuruti ajakan kedua orang tua
untuk berkunjung kerumah nenek yang sedang sakit di Banda Aceh. Karena aku
sedang asyik dengan kesibukan baruku mengikuti organisasi serta teman-teman
baru dikampus jadi aku tidak ikut dengan keluarga untuk keluar kota. Setelah
mereka pergi sampai saat ini mereka tidak kunjung datang, yang datang hanya
kabar buruk dari TV dan kabar buruk mengenai keluargaku yang memberitahukan,
kalau kecelakaan besar pesawat yang ditumpangi kelurgaku itu tidak ada satu pun
korban yang selamat. Setelah kejadian itu aku pun hidup sendiri untuk
meneruskan kuliah, dimasa-masa kesedihan, kesepian dan keterpurukan itu aku
mendapat perhatian lebih, bukan dari keluargaku yang lain, melainkan dari rekan
kerja ayah. Yang bernama Pak Herman Widodo, beliau lah satu-satunya orang yang
selalu memberi dorongan dalam bentuk moril maupun materil sampai sekarang.
Banyak jasanya yang tidak dapat dilupakan, bahkan ia pun telah menganggap aku
seperti anaknya sendiri. Itulah cerita singkat tentang keluarga ku!” penjelasan
panjang Elmo kepada Astrid. Lalu ia meraih cangkir yang berisi teh hangat
diatas meja yang telah disediakan Astrid untuknya, terlihat Astrid terpana
sejenak memikirkan kisah hidup Elmo, dan Elmo pun bertanya.
“Kalau
saya boleh tau bagaimana cerita tentang keluargamu?” tanya Elmo. Perlahan Astrid
menceritakan tentang keluarganya, salah satunya menceritakan orang tuanya yang
telah tiada, tetapi Astrid masih beruntung karena masih memiliki seorang kakak
laki-laki yang kebetulan sudah lama tidak bertemu dengannya. Waktu demi waktu
obrolan mereka pun semakin dalam, hingga terkadang cerita itu menyentuh hati
mereka, sempat beberapakaliAstrid bercerita sambil meneteskan air mata. Spontan
Elmo pun meraih sehelai tisuyang berada diatas meja lalu Elmo pun berkata.
“Sudah-sudah,
kalau kamu menangis lebih baik tidak usah dilanjutkan ceritanya!” kesedihan Astrid
pun tidak terbendung, tetapi Elmo terus memberikan ketenangan agar Astrid tidak
bersedih.
Setelah
Elmo memberikan ketenangan dan berusaha mengalihkan pembicaraan untuk
menghilangkan kesedihan Astrid, Astrid pun memancarkan senyuman diwajahnya
kepada Elmo yang sedang menghibur dirinya. Suasana pun berubah menjadi
keceriaan karena Elmo telah berhasil menghibur Astrid, canda tawa telah
menghiasi wajah mereka berdua. Semakin malam pun terasa semakin hangat karena
senda gurau menghanyutkan mereka. Disaat malam semakin larut Elmo mengangkat
tangan kanannya untuk menoleh kearah jam tangan utnuk melihat waktu dan
berinisiatif.
“Sudah
larut malam, kalau begitu saya pulang dulu ya!” ujar Elmo.
“Yaa...kalau
Elmo pulang aku sedih lagi dong” jawab Astrid memelas manja dengan nada
bercanda.
“Kalau
masih sedih, nanti kamu telepon aku aja!” ujar Elmo dengan sedikit meledek Astrid
karena masih terasa suasana keceriaan diantara mereka.
Lalu
Elmo pun beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari pagar, motor yang sedang
terparkir diluar pagar ia tunggangi, sebelum Elmo menyalakan mesin motornya
yang berisik karena suara knalpotnya yang begitu besar, ia pun berkata.
“Astrid,
boleh kah aku mengenalmu lebih dekat?” tanya Elmo dengan sepenuh hati dan
setengah menggetarkan jiwa.
Spontan
Astrid terbelalak dan mencair dengan senyuman, raut wajah yang tersipu dan pipi
yang tiba-tiba merah merona membuat Astrid tertunduk malu tapi bola matanya
seakan tak ingin melepas pandangan untuk menatap wajah Elmo. Melihat respon Astrid
yang tidak memberi jawaban membuat Elmo malu hati sekaligus senang karena
pertanyaan yang ia lontarkan tidak ada kalimat yang penolakan. Dengan gerakan
salah tingkah Elmo, tiba-tiba ia menyalakan mesin motor, pedal gas pun itu ia
tarik perlahan, roda ban berjalan perlahan tanpa kata-kata Elmo hanya
melontarkan senyuman dan melaju. Entah apa yang dipikirkan Elmo sampai ia lupa
mengucapkan kalimat perpisahan, entah apa karena ia malu karena pertanyaannya
belum dijawab oleh Astrid atau ia terpesona melihat senyuman Astrid. Di lain
sisi Astrid pun tidak henti-hentinya tersenyum melihat Elmo dari kejauhan
sampai ia masuk kedalam rumah, rasa senang itu seakan melupakan semua
permasalahan yang ada dalam diri Astrid. Sesekali ia berharap semoga Elmo
mengerti maksud dalam hatinya, terkadang ia menyesal karena tidak meng-iya-kan
pertanyaan Elmo.
Keesokan
hari dimana Elmo masih terlelap tidur diatas kasur empuknya, waktu telah
menunjukkan pukul enam pagi. Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel Elmo,
sontak Elmo terkejut dan meraihnya, layar ponsel itu berkedap-kedip. Dilayar
ponsel tersebut tampak nama seseorang yang bertuliskan “Astrid” setelah melihat
nama itu spontan Elmo terbelalak dan langsung menempelkan ponsel ketelinga
kanannya, dan berkata.
“Halo...”
ujar Elmo dengan suara yang berat karena baru terbangun, sambil menyeka kedua
matanya dengan tangan kiri seakan kantuk ini sulit ia hindari. Lalu Elmo pun
kembali berkata.
“Iya,
aku sudah bangun!” ujar Elmo kembali.
Dilain
sisi Astrid yang sudah berpakaian rapih hendak berangkat kesekolah, terlihat
sedang menempelkan ponsel ditelinga kanannya yang diapit oleh pundak, dan
sedang mempersiapkan sarapan untuk ia makan sebelum berangkat, dan ia pun
berkata.
“Memangnya
kamu tidak ke Polda pagi ini?” tanya Astrid sambil mempersiapkan sarapan.
“Hari
ini aku tidak ada janji dengan Pak Herman, jadi hari ini aku akan beres-beres
rumah, mencuci pakaian dan membersihkan motor” ujar Elmo.
“Kalau
begitu mau tidak, kamu mengantarkan aku belanja nanti siang?” tanya Astrid.
“Ohh
bisa..bisa..” jawab Elmo dalam keadaan masih setengah sadar.
“Sehabis
pulang sekolah nanti aku kerumah ya!” ujar Astrid.
“Iya,
aku tunggu ya!” jawab Elmo kembali. Setelah pembicaraan usai Elmo pun kembali
memejamkan mata dan kembali tertidur lelap.
Hari
pun semakin siang, tampak Elmo sedang asyik mencuci motornya didekat teras,
dengan menggunakan kaus oblong berwaran putih dan celana pendek selutut seakan
pakaian santai itu memberikan kenyamanan menjalani aktifitasnya seperti membersihkan
rumah, mencuci pakaian dan yang terakhir dalam tugasnya hari ini adalah mencuci
motor. Sewaktu Elmo hampir selesai mencuci motor, terlihat sesosok wanita
dengan menggunakan pakaian guru menghampiri pintu pagar rumah Elmo. Melihat Elmo
sedang sibuk dengan aktifitasnya, wanita yang berdiri dibalik pagar itu
tersenyum melihat Elmo yang rajin dan tidak terlihat seperti pemuda yang malas.
Terbesit oleh Astrid untuk menggoda atau mengganggu Elmo yang sedang serius
mengelap motornya yang sudah terlihat bersih.
“Cowok...!”
teriak Astrid dan langsung bersembunyi dibalik tembok pagar. Elmo pun terkejut
dan mencari asal suara tersebut, ia pun menolehkan pandangannya kearah pagar.
Ternyata tidak ada seorang pun yang tampak, lalu Elmo kembali mengalihkan
perhatiannya untuk mengelap kembali knalpot motor yang masih basah. Tiba-tiba
terdengar suara.
“Cowok
baju putih!” ujar Astrid dan kembali bersembunyi dibalik tembok pagar. Sontak Elmomenolehkan
pandangan kearah belakang untuk kedua kalinya dan kembali mencari asal suara
tersebut, tenyata ia pun tidak menemukan sosok manusia dari pagar tersebut.
Dan
tiba-tiba Elmo meraih selang yang masih mengeluarkan air, selang tersebut ia
genggam dengan tangan kanannya lalu ia semprotkan kearah pagar. Dari kejauhan
menyiram bagian atas dari tembok pagar, dan terdengar suara teriakan dari balik
tembok tersebut. “Aaaww...!” teriak Astrid terkejut dan menghindar dari tembok
pagar, sontak Elmo pun tertawa terbahak-bahak melihat Astrid terkejut dan
teriak karena percikan air dari selang tersebut. Tawa Elmo terasa lepas
menggelora, dan Astrid berkata.
“Elmo
jahat...Elmo jahat!” dengat raut muka cemberut karena perlakuan Elmo atas
dirinya, lalu Elmo menghampiri Astrid dan membukakan pintu pagar.
“Duuhh
kasian, kesiram ya?” tanya Elmo meledek, Astrid pun semakin cemberut mendengar
ledekan dari Elmo.
“Beruntung
aku bawa baju ganti, kalau tidak bisa masuk angin nih ke supermarket!” ujar Astrid
mengeluh kepada Elmo.
“Iya
deh maaf, gimana kalau nanti malam tuan putri aku traktir” ujar Elmo membujuk Astrid
yang terlihat sedang ngambek.
Mendengar bujukan Elmo, perlahan Astrid pun merubah raut mukanya dan tersenyum.
“Naahh...gitu
dong” ujar Elmo, lalu mereka berjalan memasuki pintu rumah Elmo.
Tidak
lama mereka pun keluar dari rumah, terlihat Astrid sudah berganti pakaian
dengan pakaian santai. Menggunakan celana pendek selutut dan kaos berwarna
berwarna merah muda, Elmo pun sama menggunakan celana pendek berwarna hitam, dan
kaos berkerah berwarna abu-abu, lalu Elmo pun berkata.
“Aku
baru lihat kamu pakai celana pendek, biasanya pakai rok atau celana panjang
berbahan!” ujar Elmo yang biasa melihat Astrid dengan pakaian rapih seorang
guru, dan Elmo pun terpana memandangi Astriddengan pakaian santai tapi tetap
anggun dimata Elmo.
“Iya,
soalnya setiap kita bertemu selalusehabis pulang sekolah, aku pun masih
menggunakan pakaian mengajar. Lagi juga aku sengaja pakai celana pendek karena
sehabis dari supermarket kita akan kepasar!” ujar Astrid memberitahukan
rencananya.
“Apa,
kepasar? Becek-becekan dong!” terkejut nya Elmo dengan nada sedikit mengeluh
lalu mereka pun menunggangi motor Elmo yang terlihat bersih sehabis ia cuci.
Disalah
satu supermarket dibilangan Jakarta, tampak Astrid sedang asyik memilih barang
belanjaan yaitu deterjen dan perlengkapan alat mandi yang menurutnya sudah
mulai habisdirumahnya. Elmo mendorong troly
yang berisi barang-barang belanjaan Astrid, sesekali Astrid bertanya kepada
Elmo untuk memilih barang yang menurutnya lebih bagus dan ekonomis, tak jarang
pula mereka bersenda gurau dan bercanda disaat berbelanja. Setelah berbelanja
di supermarket selesai mereka pun beranjak kepasar tradisional untuk membeli
sayuran dan bahan pokok makanan lainnya.
Terlihat
Astrid sedang sibuk menawar sayuran dengan pedagang pasar, dan Elmo pun sibuk
membersihkan kakinya dengan tisu karena terkena cipratan noda becek yang
mengotori kakinya. Setelah Astrid selesai menawar dan membeli sayur tersebut, Astrid
dan Elmo berjalan hendak mencari pedagang yang menjual daging ayam. Tampak Elmo
tertinggal jauh oleh Astrid, karenasangat hat-hati untuk melangkah,
disekelilingnya banyak genangan air becek yang takut mengotori kakinya kembali.
Astrid pun panik melihat Elmo tidak berada dibelakangnya lagi, perlahan
terlihat dari kejauhan dan muncul dari kerumunan, seorang laki-laki yang sedang
tertatih-tatih langkahnya karena menghindari permukaan yang tergenang air
becek. Melihat gerak-gerik Elmo, Astrid pun tersenyum dan menunggu hingga Elmo
menghampirinya, setelah Elmo menghampirinya lalu ia pun berkata.
“Emangnya
kamu belum pernah kepasar?” tanyaAstrid sambil tersenyum.
“Bukannya
belum pernah, tapi dahulu pasarnya tidak sebecek ini!” ujar Elmo mengelak.
“Duuhh...bisa
aja ngelesnya, namanya juga pasar tradisional, kalau tidak kotor yaa pasti
becek!” jelas Astrid. Mendengar penjelasan Astrid, Elmo pun tertawa cekikikan
seakan ketahuan kalau ia jarang kepasar tradisional.
Hari
mulai gelap mereka pun telah tiba disalah satu penjaja makanan pinggir jalan,
tempat itu terlihat sangat ramai saat malam hari. Banyak pengunjung yang
datang, mulai dari pasangan muda-mudi hingga anggota keluarga untuk menyantap
makanan yang ditemani dinginnya hembusan angin kota Jakarta. Tampak Elmo dan Astrid
bergandengan tangan menyusuri keramaian, sambil membawa kantung plastik hasil
belanjaan disisi tangan lainnya, seakan tidak menjadi halangan untuk
menggenggam erat tangan satu sama lain. Akhirnya mereka pun mendapat tempat
untuk makan, lalu mereka pun duduk dikursi yang kosong. Dari berbagai jajahan
makanan yang disajikan ditempat ini, Elmo dan Astridmemilih Sea Food atau makanan laut untuk
disantapnya malam ini. Lalu Elmo memanggil pramusaji untuk memesan makanan,
pramusaji yang melintas didepan Elmo spontan berjalan menghampirinya dan
menanyakan pesanan apa yang akan dipilih. Setelah selesai memesan pramusaji itu
pun beranjak dari meja Elmo dan Astrid, dan makan yang dipesan pun tiba.
Sesekali
mereka pun bersenda gurau, pancaran mata Astrid terlihat mesra memandangi Elmo,
begitu juga sebaliknya, seharian mereka bersama tidak terbesit sedikit pun rasa
bosan. Disaat Elmo mengangkat sendok dengan tangan kanannya untuk melahap
makanan, tak sengaja Elmo mengotori pipinya sendiri karena lengah terlalu dalam
memandangi wajah Astrid. Melihat pipi Elmo kotor karena noda makanan, spontan Astrid
meraih selembar tisu dan mengelap pipi Elmo dengan penuh kelembutan. Elmo pun
tersanjung melihat tindakan Astrid, dan Elmo menggenggam tangan Astrid lalu
berkata.
“Terimakasih,
kenapa kamu begitu perhatian sekali?” tanya Elmo yang begitu tersanjung dengan
perlakuan Astrid.
“Sebenarnya
aku pun ingin mengenalmu lebih dekat, tapi aku takut” jawab Astrid.
“Takut
kenapa? Memangnya kamu takut dengan ku?” tanya Elmo penasaran.
“Aku
takut kehilangan kamu!” jawab Astrid.
“Hahaha...Astrid-Astrid,
aku kan masih disini, dan aku tidak akan kemana-mana” jawab Elmo dengan tertawa
terhadap kekhawatiran Astrid yang berlebihan.
“Tadi
siang Kepala Sekolah memberitahukan kalau ada kerja sama pemerintah kota yaitu
pertukaran guru antar Sekolah Dasar, pertukaran itu akan dilaksanakan kota
Jakarta dan kota Batam. Guru yang terpilih akan diberangkatkan kekota Batam
lima hari kemudian, dan salah satu guru yang terpilih itu adalah aku Elmo!”
jelas Astrid.
“Aku
takut kehilanganmu Elmo, dan aku pun takut kalau kebahagian ini tidak akan
terulang kembali bersamamu!” ujar Astrid mengeluh, seakan ia baru saja
dihadapkan dengan kebahagian yang baru saja ia rasakan bersama Elmo, dan lima
hari kedepan kebahagian itu akan ia tinggalkan dikota Jakarta karena ia akan
pergi kekota Batam. Sosok seorang Elmo pun telah terlanjur mengisi dalam
hatinya, yang menjadikan ia harus memilih dua pilihan antara karir atau tetap
bersama Elmo di Jakarta, terbesit dalam benak Astrid untuk memilih pilihan yang
kedua.
Mendengar
penjelasan Astrid, Elmo pun ikut terenyuh, dalam benaknya ia tidak ingin
berpisah dengan Astrid apalagi belakangan ini keseharian Elmo selalu dihiasi
bersama Astrid, lalu Elmo pun berkata.
“Kapan
kamu pulang dari kota Batam?” tanya Elmo sambil meraih dan menggenggam tangan Astrid.
“Aku
pun belum tau kapan akan pulang” jawab Astrid sambil menggenggam erat tangan Elmo,
dan mulai mengeluarkan air mata yang terus menggenangi kedua bola mata
indahnya. Lalu Astrid pun menyeka kedua matanya dengan tisu, setelah
perbincangan itu usai mereka pun beranjak untuk pulang. Terlihat diatas motor Astrid
memeluk erat badan Elmo, seakan ia takut akan kehilangan sesosok pria yang
selalu menemaninya dalam keseharian belakangan ini. Elmo yang fokus melihat
jalan dalam berkendara, ia pun sadar kalau dipeluk erat oleh Astrid. Elmo juga
merasakan apa yang sedang dirasakan Astrid saat ini, selain Elmo merasa iba ia
pun takut dengan kepergian Astrid, yang akan berada jauh dari dirinya. Sesekali
Elmo ikut menggenggam tangan Astrid yang sedang memeluk perut Elmo.
Kesesokan
harinya seperti biasa, sepulang Elmo dari Polda Metro Jaya ia pun menjemput Astrid
dan Aris disekolah. Kedekatan Astrid dengan Elmo pun diketahui oleh seluruh
guru disekolah, dan banyak dari guru lain yang mendukung hubungan Astrid dan Elmo.
Karena selain Elmo pemuda yang baik hati, sopan santun dan memiliki paras
tampan sehingga terlihat cocok dengan Astrid yang notabene guru termuda dan
tercantik disekolah ini. Rutinitas Elmo menjemput Aris dan Astrid membuat Elmo
mendadak terkenal oleh guru-guru lain. Disaat ini benar-benar Elmo memanfaatkan
kebersamaan dengan Astrid karena beberapa hari lagi Astrid akan pergi keluar
kota, hampir setiap hari Elmo berusaha mencurahkan perhatiannya kepada Astrid.
Sempat beberapakali Elmo mengunjungi Astrid hanya untuk membetulkan jendela
rumah Astrid, sekaligus mengisi keseharian untuk bersama.
Disaat
sore hari disalah satu taman bermain perumahan, terlihat Aris sedang
mengendarai sepeda barunya ditaman lingkungan rumah Aris. Sepeda baru berwarna
kuning itu baru saja dibelikan mama Aris sebagai hadiah, karena ada peningkatan
nilai Aris disekolah. Ditaman perumahan tersebut ternyata Aris tidak sendiri
melainkan ditemani oleh Elmo dan Astrid yang selalu memberi dukungan kepada Aris
yang baru saja bisa mengendarai sepedanya. Mereka bertiga pun asyik bercanda
dan bersenda gurau. Sesekali karena kedekatan mereka bertiga sempat Elmo dan Astrid
mengajak Aris kesalah satu pusat perbelanjaan, berhubung Aris jarang
jalan-jalan bersama mamanya yang selalu sibuk. Ketika mereka bertiga telah
sampai didalam pusat perbelanjaan tersebut, Astrid dan Elmo pun mengajak Aris
ketempat permainan anak. Membuat Aris sangat senang, begitu juga dengan Elmo
dan Astrid sambil memperhatikan Aris dari kejauhan.
Disaat
hari sudah sore, Elmo pun pulang kerumah dari kesibukannya jalan-jalan seharian
bersama Astrid dan Aris, mesin motor ia matikan, helm ia letakkan diatas
tangkai spion, setelah ia turun dari motornya ia pun membuka pintu pagar yang
tingginya tidak lebih dari perut orang dewasa. Tanpa gembok atau kunci pengaman
lainnya seakan Elmo tidak khawatir terhadap perampok atau orang yang berniat
jahat kepada seiisi rumahnya. Padahal kalau ia keluar rumah, rumah tersebut
kosong tanpa penghuni, kecuali seekor Beo yang tergantung bersama sangkar
diruang teras. Elmo pun berjalan kearah pintu rumahnya, dan seketika Beo itu
pun berkata.
“Elmo
sibuk...Elmo sibuk!” ujar Beo. Elmo pun menoleh kearah sangkar burung yang
tergantung diruang teras, lalu Elmo tersenyum mendengar ledekan dari Beo dan
berkata.
“Ngambek
yaa udah ngga diperhatiin? Hehehe...” ledek Elmo sambil memandangi kearah Beo
yang sedang ngambek.
Lalu
Elmo berjalan kearah pintu dan meraih kunci dari saku celananya. Kreekk suara pintu terbuka, lalu ia pun
masuk kedalam rumah. Setelah kurang dari lima belas menit Elmo keluar dari
pintu rumahnya dengan pakaian yang berbeda dan terlihat cukup rapih, ternyata
ia pulang hanya untuk mandi dan berganti pakaian saja. Setelah keluar dan
mengunci pintu rumah rapat-rapat Elmo berjalan kearah motornya dan melewati
teras dimana terdapat seekor Beo yang sedang ngambek, lalu Elmo pun berkata.
“Pergi
dulu ya Beo!” Ujar Elmo.
“Elmo
sombong...Elmo sombong” sahut Beo.
“Hhhuuff...ini
minyak wangi apa minyak nyongnyong?” tanya Beo kepada Elmo yang terlihat rapih
dan menggunakan minyak wangi yang sedikit berlebihan, maklum karena Elmo ada
janji makan malam dengan Astrid. “Diihh...ngeledek lagi!” jawab Elmo sewot.
“Bye..bye..Beo ngambek...hihihi” sahut Elmo kepada Beo, lalu ia pun berjalan
kearah pagar untuk keluar dan menyalakan mesin motor lalu melesat dengan motor
tua 600 cc. Karena mengejar waktu untuk bertemu dengan Astrid.
***
Menjelang Kepergian Astrid
Jelang
tiga hari sebelum kepergian Astrid keluar kota, Elmopun mengajak Astrid kesalah
satu restoran mewah yang cukup terkenal di Jakarta. Elmo pun menggunakan
pakaian yang cukup rapih untuk makan malam bersama Astrid, begitu juga dengan Astrid
ia tak kalah anggun menggunakan pakaian yang jarang ia kenakan. Mereka berdua
seakan menjadi raja dan ratu malam ini, karena dijamu oleh pramusaji yang
datang silih berganti. Astrid pun berkata.
“Elmo,
restoran ini kan mewah sekali, memang kamu sudah gajian?” tanya Astrid polos.
“Tenang
aja, gaji aku kali ini lebih kok, makanya aku ajak kamu ke restoran ini.
Sekali-kali boleh dong!” jawab Elmo dengan nada enteng.
“Ngomong-ngomong
malam ini kamu terlihat anggun, aku sempat pangling melihat kamu pertama kali
menggunakan dress ini” ujar Elmo
memuji Astrid.
“Aku
juga sempat terkejut, yang aku undang makan malam kan seorang guru. Kenapa yang
datang bidadari dari khayangan?” ujar Elmo menggoda Astrid.
“Ahh...gombal!”
jawab Astrid. Sontak Elmo pun tertawa terbahak-bahak mendengar komentar Astrid,
seakan seakan tidak mau terlena dengan pujian Elmo. Makan malam kali ini
merupakan makan malam yang sangat romantis antara mereka berdua, tiga buah
lilin yang menyala diatas meja seakan menjadi saksi bisu dalam keakraban
perbincangan mereka.
Setelah
mereka selesai makan malam mereka pun pulang dengan motor Elmo, terlihat Elmo
memacu kecepatan motornya untuk mengantarkan Astrid agar lekas sampai kerumah.
Karena jam tangan Elmo telah menunjukkan pukul sembilan malam dan Astrid pun
harus bangun pagi untuk mengajar disekolah. Ketika hampir sampai dirumah Astrid,
tiba-tiba hujan pun turun dengan sangat deras, merasakan guyuran hujan semakin
lebat Elmo pun semakain memacu laju kecepatan motonya. Dan akhirnya mereka
sampai didepan pagar rumah Astrid, terlihat Astrid bergegas turun dari motor
dan langsung membukakan pintu pagar dan berkata.
“Motornya
masukin aja!” pinta Astrid kepada Elmo, dengan guyuran hujan bergegas Elmo
mendorong kuda besinya kedalam teras rumah Astrid. Setelah memasuki teras
sempat Elmo menggigil karena pakaian yang ia kenakan basah semua dan dinginnya
angin berhembus. Astrid yang berlari kedalam rumah, tiba-tiba ia pun telah
keluar didepan pintu dengan membawa sehelai handuk untuk mengelap wajah Elmo yang
basah karena hujan, dan ia pun berkata.
“Pakaianmu
basah semua Elmo, agar kamu tidak sakit lekas mandi sana, nanti kubuatkan teh
panas!” ujar Astrid yang iba melihat kondisi dan pakaiannya yang basah kuyup,
terlihat Elmo pun sibuk mengeringkan wajah dan kepalanya dengan handuk diteras
tersebut.
Setelah
Elmo selesai mandi Elmo pun menggunakan pakaian kaos dan celana pendek milik Astrid,
yang sengaja Astrid pinjamkan danAstrid pun berkata.
“Berhubung
sudah larut malam dan hujan masih sangat deras, lebih baik kamu bermalam
disini, besok pagi aku bangunkan!” ujar Astrid karena tidak sampai hati melihat
Elmo kalau pulang dengan guyuran hujan.
“Besok
pagi aku harus ke Polda Astrid, jadi lebih baik aku pulang saja!” jawab Elmo.
“Tenang
saja, pagi-pagi sekali sebelum aku berangkat kesekolah pasti aku bangunin kok!”
ujar Astrid. Mendengar tawaran Astrid, Elmo pun tak kuasa menolak karena cuaca
diluar pun hujan semakin deras dan dinginnya angin malam.
“Ini
sudah aku buatkan teh hangat, agar kamu tidak kedinginan!” ujar Astrid
menawarkan kepada Elmo. Melihat perhatian Astrid yang begitu besar, seakan
membuat Elmo semakin dalam untuk merajut hubungan yang lebih serius kepada Astrid,
dan membuat Elmo semakin takut akan kepergian Astrid keluar kota.
Secangkir
teh hangat itu seakan telah mengembalikan stamina Elmo, rasa dingin yang
merasuk hingga kedalam tulang tiba-tiba hilang walau hanya meminum beberapa
teguk, seakan memberi kehangatan kedalam tenggorokan dan menjalar keseluruh
tubuh Elmo. Lalu Astrid pun keluar dari kamarnya dengan membawa dua buah bantal
dan selimut, dan berkata.
“Elmo
kamu tidur disofa ya, bantal dan selimut sudah aku siapkan. Jangan lupa setelah
teh hangatnya habis, lebih baik kamu segera istirahat agar kamu tidak letih
besok pagi!” perintah Astrid, lalu Astrid pun berjalan kearah kamarnya, sebelum
Astrid menutup pintu kamar ia pun menoleh kewajah Elmo dan berkata.
“Selamat
malam Elmo, semoga mimpi indah!” sapa Astrid kepada Elmo dengan senyuman karena
ia pun senang dapat ditemani Elmodirumahnya walau semalam, dan Elmo pun
menjawab.
“Selamat
malam juga Astrid, semoga semoga malam ini kamu mimpi indah juga” jawab Elmo
dengan tersenyum. Lalu Astrid pun menutup pintu kamarnya.
Terlihat
Elmo sedang membenahi sofa dan berusaha meluruskan kakinya untuk merebahkan
tubuhnya yang lelah, sebelum Elmo terlelap sempat ia memikirkan tentang
hubungannya dengan Astrid. Terbesit beberapa kalimat dalam benaknya, Apakah Astrid
akan kembali dari kota Batam? Berapa lama Astrid berada disana? Pertanyaan-pertanyaan
itu pun selalu mengganggu pikiran Elmo, lambat laun ia pun memejamkan mata dan terlelap
lebih dalam.
Matahari
dari ufuk timur menyinari langit, pagi yang cerah setelah semalaman permukaan
bumi diguyur hujan. Pancaran sinar matahari menembus jendela rumah Astrid,
suasana rumah Astrid sangat hening pagi ini, tidak ada aktifitas Astrid yang
biasa memasak untuk sarapan. Elmo yang menginap dirumah Astrid pun tidak
terlihat sedang berbenah untuk pulang, karena ia berencana akan pergi ke Polda.
Ternyata pagi ini Elmo telat untuk bangun, Elmo yang sedang asyik terlelap
sontak terbangun dan langsung melihat jam tangannya dengan kondisi setengah
sadar, Elmopun langsung berdiri dan memanggil Astrid.
“Astriidd...!”
ujar Elmo, panggilan itu tak kunjung berbalas oleh Astrid. Lalu ia pun
memanggil kembali ”Astriidd...!”sambil beranjak kedepan kamar Astrid dan
mengetuk pintu kamar sambil memanggil namanya. Ternyata kembali tak kunjung ada
jawaban, spontan pintu kamar itu Elmo buka dan kamar itu pun kosong tidak
berpenghuni. Ia pun berlari kekamar mandi sambil memanggil nama Astrid dan tak
kunjung ada jawaban, wajah Elmo yang panik sempat terbesit oleh Elmo,
jangan-jangan ia sudah keluar kota? hati Elmo sempat cemas dan gusar.
Setelah
ia melintas didepan meja makan pandangan Elmo terpana melihat selembar kertas
yang terdapat tulisan didalamnya. Elmo pun meraih kertas tersebut, satu persatu
kalimat itu Elmo baca.
Elmo, berkali-kali aku sudah
membangunkan dan berbagai macam cara untuk membangunkan tapi kamu ngga
bangun-bangun. Akhirnya aku berangkat kesekolah takut telat dan sarapan telah
aku siapkan, jangan lupa sarapan sebelum kamu berangkat. Nanti kamu pegang ya
kunci rumahnya! Terimakasih.
Membaca
memo itu Elmo pun tenang dengan raut muka berseri-seri karena Astrid telah
meninggalkan pesan, bahkan Astrid juga telah menyediakan sarapan khusus
untuknya.
Setibanya
Elmo Polda, terpancar wajah kebahagian yang memasuki ruang kerja Pak Herman,
lalu ia pun duduk didekat meja kerja Pak Herman.
“Anak
muda...anak muda, beginilah kalau sedang jatuh cinta!” ujar Pak Herman.
Lalu
Elmo pun menceritakan hubungannya dengan Astrid, diawal cerita Elmo banyak
menceritakan hal-hal yang menyenangkan baginya bersama Astrid. Lambat laun
cerita itu berubah menjadi kecemasan dan kegusaran Elmo, dan Elmo pun
mencurahkan hatinya kepada Pak Herman tentang rencana kepergian Astrid untuk
mengajar dikota Batam. Beberapa pertanyaan pun Elmo lontarkan kepada Pak Herman
untuk meminta saran terbaik untuk dirinya dan Astrid. Terlihat Pak Herman
sangat mendukung hubungan Elmo dengan Astrid. Walau Pak Herman belum pernah
bertemu dengan Astrid tetapi Pak Hermn pun dapat mengetahui kalau Astrid adalah
wanita yang baik dan cocok jika berpasangan dengan Elmo.
Dilain
sisi Astrid sedang istirahat diruang guru, terlihat sedang berbincang dengan Bu
Kusuma.
“Bagaimana
Astrid?” apakah kamu sudah siap untuk meninggalkan Elmo keluar kota?” tanya Bu
Kusuma.
“Sebenarnya
saya belum siap Bu karena saya begitu cinta sekali dengan Elmo dan belakangan
ini kita banyak menghabiskan waktu bersama, hal inilah yang menjadikan saya
berat meninggalkan Elmo, begitu juga dengan Elmo. Walaupun ia selalu mendukung
saya dengan karir aya dan menyuruh saya agar tetap pergi kekota Batam, tetapi
sebenarnya ia menutupi perasaannya kalau ia pun berat melepaskan kepergian
saya” ujar Astrid.
“Kalau
kamu belum siap, Ibu bisa membantu kamu untuk membicarakan hal ini kepada
Kepala Sekolah, agar ada guru lain yang dapat menggantikan kamu!” tawaran Bu
Kusuma kepada Astrid untuk membantu masalah yang sedang dialami Astrid.
“tidak
usah repot-repot Bu, sepertinya saya akan tetap berangkat walau hati ni berat
sekali meninggalkan Elmo!” jawab Astrid.
Setelah
Elmo pulang dari polda, seperti biasa ia pun menuju sekolah untuk menjemput Aris
dan Astrid. Menjelang dua hari sebelum kepergian Astrid, semakin sering Elmo
dan Astrid untuk menghabiskan waktu bersama. Untuk memanfaatkan waktu bersama
terkadang mereka bertiga yaitu Elmo, Astrid dan Aris sering bermain ketempat
rekreasi, pusat pembelanjaan, arena bermain keluarga dan bahkan les bersama.
Hari
ini merupakan hari terakhir Astrid mengajar disekolah ini, terlihat Astrid
bersemangat penuh suka cita mengajar pada hari ini. Semua siswa dikelas ini pun
mengetahui kalau Bu Guru Astrid akan berangkat kekota Batam untuk pindah dan
mengajar disana. Tiba-tiba bel sekolah pun berbunyi, tanda telah habis waktu
proses belajar mengajar disekolah pada siang ini. Semua siswa didalam kelas pun
bersiap-siap untuk pulang, hampir semua siswa SD antusias setiap menyambut bel
berakhirnya sekolah, karena mereka ingin bergegas untuk pulangdan bertemu
dengan orang tua diluar kelas yang telah siap untuk menjemput. Astrid yang
duduk dimeja guru terlihat sedang menulis daftar kehadiran siswa dan mempersiapkan
beberapa perlengkapan sehubungan ia akan meninggalkan kelas dan sekolah ini.
Diruang kelas ini ternyata Astrid tidak sendiri, ia dtemani oleh siswa
kesayangannya yaitu Aris, Aris yang sedang merapihkan buku-bukunya untuk
dimasukkan kedalam tas. Setelah dimasukkan kedalam tasAris pun tidak langsung
pulang melainkan ia mengeluarkan harmonikanya untuk ia mainkan, sambil menunggu
Bibi datang Aris pun asyik melantunkan lagu, tiba-tiba Astrid berkata.
“Aris,
kok kamu belum pulang?” tanya Astrid, lalu ia pun beranjak dari tempat duduknya
dan menghampiri Aris.
“Aku
lagi nunggu Bibi, Bu!” jawab Aris.
“Soalnya
Kak Elmo mau nganter Bu Astrid kebandara, jadi Bibi yang jemput Aris!” ujar Aris
menjelskan. Mendengar penjelasannya Astrid pun tersenyum, lalu Aris pun
bertanya.
“Emangnya
Bu Astrid kapan pulang dari Batam?” tanya Aris dengan polos.
“Belum
tau Aris, soalnya Ibu akan mengajar disana, disekolah kota Batam!”
“Waahh..kalau
Bu Astrid ngga pulang-pulang, nanti Aris ngga bisa jalan-jalan ke Mall lagi
dong?” ujar Aris yang turut merasakan kehilangan atas kepergian Astrid.
“Kan
ada Kak Elmo yang bisa temani Aris jalan-jalan! Mudah-mudahan kalau Bu Astrid
libur dan bisa pulang, Bu Astridpasti akan ngajak Aris jalan-jalan lagi deh!”
jawab Astrid untuk menenangkan Aris sambil membelai kepala Aris.
‘Bu,
kota Batam itu jauh ngga sih?” tanya Aris kembali dengan raut muka polos.
“Kalau
dipeta kota Batam itu adanya di pulau Sumatra, jadi cukup jau dari kota Jakarta
tempat kita tinggal” jawab Astrid.
Mendengar
jawaban Astrid, Aris pun tak berkomentar apa-apa dan kembali meraih
harmonikanya dan mencoba melantunkan sebuah lagu. Astrid pun kembali kemeja
guru dan duduk, sejenak Astrid memperhatikan Aris yang sedang asyik memainkan
harmonika terbesit olehnya kalau ia pun berat meninggalkan Aris, karena Aris
sangat butuh perhatian dari orang dewasa apalagi dari orang tuanya. Lalu Astrid
pun kembali fokus kepada pekerjaannya diatas meja, karena Astrid akan melaporkan
hasil pertanggung jawaban sebagai wali kelas ini kepada Kepala Sekolah. Mulai
dari absensi siswa sampai perkembangan tiap siswa dalam menerima pengajaran
bagi Astrid. Disaat Astrid serius mengerjakan tugasnya, tiba-tiba terdengar
lantunan lagu yang dimainkan oleh Aris, seakan lagu ini sudah tidak asing lagi
dielinga Astrid. Karena lagu ini pernah dilantunkan disaat Astrid ikut dalam
kegiatan les Aris bersama Elmo dan Bibi. Lantunan lagu tersebut seakan kembali
mengingat dengan detil momentum-momentum itu, ia pun takut kalau kejadian itu
tidak dapat terulang kembali. Beberapakali
Astrid mencoba memfokukan diri untuk menyelesaikan tugasnya, tetapi apa
daya irama lagu itu seakan terus menusuk kedalam kesedihan Astrid dan akhirnya
membuat mata Astrid berkaca-kaca, seolaha genangan air mata itu terus memenuhi
kedua bola matanya.
Dengan
mnggunakan kemeja kotak-kotak dengan lengan panjang yang tergulung sampai siku
dan celana blue jeans, melaju denan
kencang dengan kendaraan rodaduanya. Elmo yang terlihat mengendarai motornya
tampak tergesa-gesa untuk sampai ketujuan, dijalan protokol Jakarta kondisi
jalan cukup padat tapi tidak menjadi halangan bagi Elmo. Sesekali Elmo menoleh
keatas untuk melihat langit, cuaca siang ini memang sangat mendung, jam tangan Elmo
menunjukkan jam satu siang tetapi seakan sudah pukul enam sore, terasa cukup
gelap siang ini. Sempat terbesit olehnya Apakah
bertanda akan hujan lebat pada siang ini?. Tetapi perjalanan ini tidak
menjadi halangan bagi Elmo, bahkan ia semakin mempercepat laju kendaraannya,
karena siang ini Elmo berencana akan menjemput Astrid disekolah dan akan
mengantarkannyakebandara. Kendaraan demi kendaraan ia lalui untuk mengejar
waktu agar lekas sampai ketujuan. Hanya beberapa menit dari mendung itu
tiba-tiba Wheerrrr.... guyuran hujan
lebat pun menghantam bumi, aspal kering pun mengeluarkan asapnya setelah
ditimpa hujan lebat dan menjadi genangan. Seakan pepohonan ditaman kota pun
merasa sangat bahagia menyambut hujan disiang hari yang sebelumnya cuaca sangat
panas. Para pengendara roda dua yang sedang melintas dijalan raya itu sontak
menepi untuk mencari tempat berteduh dipinggir jalan. Elmo yang merasa dikejar
waktu akhirnya ikut menepi mengikuti pengendara roda dua lainnya. Sekitar setengah
jam Elmo menunggu dari guyuran hujan lebat ia pun meraih ponselnya yang berada
didalam saku celananya. Berencana untuk mengabarkan kepada Astrid kalau ia akan
datang terlambat karena hujan. Melihat kondisi ponelnya yang batreinya melemah,
Elmo pun mengurungkan niatnya untuk menelepon Astrid, dan ia pun menunggu hujan
itu reda disalah satu halte pinggir jalan.
***
Lost Contact
Di lain
sisi Astrid yang sedang duduk menunggu diruang guru pun merasa cemas menantiElmo,
beberapakali tombol ponsel Astrid ia tekan untuk menghubungi Elmo tetapi tidak
ada jawaban, yang terdengar hanya suara mesin opeator. Astrid pun gusar
sekaligus kesal karena sudah empat puluh lima menit ia menunggu tapi Elmo tidak
memberinya kabar. Terbesit dalam benak Astrid, mungkin Elmo tidak bisa
menjemputnya karena hujan lebat, tetapi kenapa ia tidak memberikan kabar selama
ini. Tindakan Elmo seakan menjadi tanda tanya besar bagi Astrid. Akhirnya Astrid
memutuskan untuk pulang seorag diri, peralatan tulis dan buku-buku yang berada
diatas meja ia rapihkan. Lalu ia pun pulang berpamitan dengan Bu Kusuma yang
masih sibuk dengan pekerjaannya diatas meja. Setelah keluar dari ruang guru,
terlihat lingkungan sekolah ini sudah sepi sudah tidak ada lagi siswa yang
bermain dilingkungan sekolah, yang ada hanya beberapa guru dan penjaga sekolah.
Astrid pun berjalan melintasi lapangan basket menuju gerbang sekolah, payung
kecil yang berada didalam tasnya pun telah ia bentangkan, berjalan dengan perlahan
karena lapangan telah digenangi oleh air. Setiba diluar gerbang Astrid menoleh
kekiri dan kekanan, bukan angkutan umum yang ia cari. Ia pun tidak melihat
apa-apa dan tidak ada satu kendaraan pun yang melintas, beberapa saat kebetulan
angkutan umum berwarna merah itu pun melintas persis didepan Astrid. Spontan Astrid
pun memberhentikannya lalu manaikinya. “Kejalan Mawar ya pak!” pinta Astrid
kepada supir angkutan tersebut. Lalu angkutan itu pun jalan meninggalkan
gerbang sekolah, setelah angkutan itu berjalan tidak jauh dibelakang prsis angkutan
itu terlihat sebuah kendaraan roda dua dengan pengendaranya yang sedikit
tergesa-gesa memasuki gerbang sekolah, bahkan pengendara tersebut basah kuyup
karena berkendara disaat hujan yang sangat deras. Ternyata Elmo telah sampai
disekolah untuk menjemput Astrid, tetapi Astrid tidak menyadari kalau persis
dibelakang angkutan itu adalah motor Elmo. Elmo pun turun dari motornya dan
brjalan memasuki ruang guru, terlihat didalam ruang guru tersebut ada Bu
Kusuma, lalu Elmo pun menyapa.
“Permisi Bu Kusuma, Bu Astrid ada?” tanya Elmo
yang terlihat basah kuyup karena guyuran hujan.
“Ibu Astrid baru saja pulang, mungkin belum
jauh, disusul aja!” jawab Bu Kusuma.
“Makasih ya Bu...!” jawab Elmo yang langsung
berjalan keluar ruangan guru. Lalu ia pun mengeluarkan ponselnya, terlihat
ponsel tersebut telah mati beberapakali Elmo menghidupkan tapi ponsel tersebut
tak kunjung menyala.
Elmo
pun bergegas mnghampiri motornya dan berusaha menyalakan mesin, ternyata Elmo
mengalami kendala, mesin motor tersebut tak bisa menyala. Sontak Elmo panik
bukan kepalang, motor yang baru saja ia kendarai ternyata sudah tidak bisa
menyala kembali. Elmo pun mencari sebab asal muasal mogoknya mesin, satu
persatu ia mengecek kabel-kabel yang terlilit dimesin motor sehingga cukup
membuang waktunya untuk bertemu dengan Astrid. Akhirnya Elmo menemukn masalah
yang jadi penyebab motor itu mogok, yaitu busi motor tersebut kena air hujan
yang mengakibatkan perapian untuk menyalakan mesin tidak berfungsi. Elmo pun
mengelap busi itu dengan handuk kecil yang berada didalam tasnya, mencoba
memasang busi tersebut dan menyalakan mesin, dan tiba-tiba mesin itu pun
kembali menyala. Spontan Elmo manaiki motor dan tancap gas kerumah Astrid.
Setelah ia sampai dirumah Astrid, ternyata Astrid sudah tidak ada dirumah, Elmo
kembali panik dan bingung, ia pun merasa bersalah karena keterlambatannya.
Mengakibatkan rencana untuk mengantarkan Astrid kebandara pun tidak terwujud,
akhirnya Elmo beranjak untuk pulang dengan guyuran hujan deras dan wajah penuh
penyesalan. Tapi ia pun tak menyerah begitu saja, ia langsung bergegas untuk
pulang agar bisa me-charge ponselnya agar
dapat menghubungi Astrid kembali.
Dilain
sisi Astrid yang sudah berada didalam bus tersebut mencoba berkali-kali menekan
tombol ponselnya untuk menghubungi Elmo, akan tetapi yang terdengar hanya nada mail box, karena ponsel Elmo sedari tadi
memang sudah tidak aktif sampai saat ini.
Setelah
Elmo sampai dirumahnya, ia pun bergegas untuk mengambil charger untuk mengisi baterai ponselnya. Dengan wajah sedikit
sumringah Elmo pun menemukan charger itu
diatas meja kamarnya. Ia pun berencana akan mengucapkan permintaan maafnya
karena sudah telat menjemput Astrid sekaligus berpamitan, karena mereka berdua
belum sempat mengucapkan kalimat perpisahan. Lalu charger itu ia tancapkan sudut ponsel tersebut dan akhirnya ponsel
itu kembali menyala, terlihat wajah Elmo senang bahagia bukan kepalang karena
ia pun berhasil menyalakan ponselnya. Sontak ia menekan tombol ponsel untuk
menghubungi Astrid, lalu ponsel itu ia letakkan ditelinga sebelah kanan.
Tampak
Astrid yang sudah berada didalam pesawat pun dapat pemberitahuan dari pramugari
kepada seluruh penumpang dipesawat, untuk menonaktifkan ponselnya. Karena jika
ponsel para penumpang pesawat dalam kondisi aktif dikhawatirkan akan mengganggu
sinyal penerbangan pesawat. Astrid pun menekan tombol ponselnya untuk
menonaktifkan, lalu cahaya dalam layar ponsel perlahan meredup dan padam
seketika, tanda ponsel sudah tidak aktif.
Terlihat
Elmo yang berada didalam rumah sedang menggunakan ponselnya, ternyata kali ini Elmo
tidak beruntung karena setiap kali Elmo menghubungi Astrid terdengar suara
layanan mali box dari ponsel Astridyang
ternyata kali ini sudah tidak aktif. Elmo pun tidak menyerah ia terus mencoba
hingga beberapakali untuk menghubungi Astrid kembali
Matahari
terbenam hari pun mulai
gelap terlihat Elmo didalam kamar yang telah melaksanakan sholat, ia pun
membereskan sejadah yang ia letakkan diatas kasurnya. Setelah itu ia beranjak
kearah dapur, hendak menyajikan makan malamnya seorang diri diruang tengah
didepan TV. Sebelum makan malam ia pun teringat dengan Astrid, sejenak terpikir
olehnya apakah Astrid telah makan malam disana? Ponsel yang tergeletak diatas
meja ruang tengah spontan ia raih dengan tangan kanannya. Sampai saat ini pun
ponsel Astrid terdengar tidak aktif, yang terdengar hanya nada mail box tetapi
Elmo pun tak patah semangat dan terus mencoba.
Dilain sisi Astrid yang baru tiba dibandara Hang Nadim
kota Batam terlihat sedang membawa beberapa tas yang berisi penuh, berjalan
sedikit tertatih karena pegalnya badan sekian lama duduk didalam pesawat dan
beratnya pikulan tas, tidak menjadi halangan Astrid untuk mencari taksi. Sambil
mencari dan menunggu taksi tak berpenumpang yang melintas, Astrid pun berjalan
kesudut taman bandara. Tampak tempat duduk yang kosong dipinggir
taman, Astrid pun menghampiri dan lalu menyandarkan badannya untuk sejenak
beristirahat serta melepaskan berat dari tas jinjing. Tiba-tiba ia ingat
tentang Elmo dan meraih tas jinjing itu untuk mengeluarkan ponsel, merogoh isi
tas itu akhirnya ia menemukan ponselnya dan berusaha untuk mengaktifkan, cahaya
dalam layar ponsel pun menyala.
Belum sempat ia menekan tombol ponsel untuk
menghubungi Elmo, tiba-tiba ia berpaling kearah jalan yg persis didepannya,
karena silaunya lampu mobil yang menyoroti wajah Astrid. Ternyata sinar itu berasal
dari lampu mobil taksi yang kosong dan hendak mencari penumpang, lalu sopir itu
membuka kaca jendela mobil dan menawarkan jasanya kepada Astrid. Sontak Astrid
menggenggam ponsel langsung memasukkan ponsel tersebut kembali kedalam tasnya,
dalam keadaan tergesa-gesa karena antusias terhadap taksi kosong yang telah
lama ia nantikan. Ternyata ponsel tersebut tidak benar-benar masuk kedalam tas,
saat Astrid beranjak dari tempat duduk tiba-tiba ponsel itu terjatuh diatas
rerumputan yang tebal disudut taman. Lalu Astrid pun berlari kearah taksi dan
masuk kedalam dan duduk belakang, tidak berapa lama taksi itu pun berjalan
meninggalkan bandara tersebut.
Disudut taman bandara terlihat kerlap-kerlip layar
ponsel Astrid diatas lebatnya rerumputan, pancaran sinar ponsel itu terus
menyala tiada henti. Tampak tulisan yang timbul dari layar ponselsebuah nama
dengan empat huruf yaitu "ELMO". Dilain tempat Elmo yang sedang
berusaha menghubungi Astrid dengan ponselnya tiba-tiba spontan wajahnya pun
sumringah karena mendengar ponsel Astrid yang sudah aktif kembali, Elmo pun
menunggu nada sambung yang terdengar dari ponselnya untuk mendengar suara Astrid
untuk pertama kalinya setelah ditinggal pergi. Setelah sekian lama Elmo menunggu
nada sambung tersebut ternyata tak kunjung diangkat oleh Astrid, entah ada apa gerangan? Menjadikan
pertanyaan dalam benak Elmo. Elmo pun kembali tak henti-henti untuk mencoba
menghubungi ponsel Astrid, walaupun jaringan telepon tersambung tetapi ponsel
itu tak kunjung diangkat olehnya. Bagaimana mungkin Astrid akan
mengangkat ponselnya, karena ponsel tersebut tercecer jatuh ditaman. Dilain
sisi ponsel Astrid yang berada ditaman terus menyala dengan timbulnya "ELMO"
dibalik kerlap-kerlip layar ponsel. Sampai akhirnya cuaca pada malam itu
sedikit mendung dan tidak terlihat sedikit pun bintang-bintang dan bulan yang
selalu menghiasi sang malam, rintik demi rintik air dari langit pun turun
menghujani bandara dan sekitarnya. Semakin lama rintik-rintik itu pun menjadi
deras dan membasahi atap, aspal dan taman-taman bandara, tak luput ponsel Astrid
yang terus memancarkan sinarnya ikut bermandikan hujan dimalam hari. Hujan
sangat deras itu ternyata mengakibatkan genangan ditaman yang dipenuhi
rerumputan, sedikit demi sedikit genangan itu menenggelamkan ponsel Astrid yang
terus menampilkan nama "ELMO" dalam layarnya. Dan sampai akhirnya
sinar dilayar tersebut mulai meredup beserta tulisan itu karena tenggelam oleh
genangan air, dan akhirnya lampu layar tersebut benar-benar padam dan tidak lagi menampilkan
nama "ELMO". Terlihat Elmo yang berada didalam kamar berbaring diatas
kasur empuknya pun kecewa dan bercampur khawatir atas tidak adanya jawaban atau
kabar dari ponsel Astrid, seakan-akan ia berjanji untuk tidak mencoba
menghubungi atau mengirim SMS kepada Astrid untuk melampiaskan kekecewaannya.
***
Aliran Air atau Aliran Listrik?
Disaat malam hari seorang pria dengan penampilan
layaknya eksekutif muda sepulang dari aktifitas bekerjanya, memasuki rumah yang
terlihat begitu mewah. Terbukti dari berbagai macam perabotan, struktur
bangunan dan sentuhan desain interior minimalis nan elegan. Pria itu pun
berjalan memasuki ruang tengah sambil menenteng kunci mobil dan tas, lalu duduk
disofa import yang tampak mahal, sedikit menghela nafas akibat lelahnya
seharian bekerja. Pria tersebut melihat kearah jam dinding yang telah
menunjukkan pukul sembilan malam, dasi yang mengikat rapih dihelernya seakan
membuat kaku peredaran darah disekitar lehernya karena seharian tidak dilepas,
ia pun melonggarkan dasi tersebut dan beranjak kekamarnya. Keluar dari kamarnya
ia pun hanya menggunakan celana pendek dan bertelanjang dada karena hendak
ingin berenang sambil menenteng segelasminuman beralkohol, berjalan mendekati
sebuah meja yang diatasnya terdapatpemutar alat musik CD Playerdan sepasang
speaker besar diantaranya, tombol "PLAY" pun ditekan, hingar bingar
suara yang keluar dari kedua speaker itu terasa memenuhi ruangan. Pria itu
berjalan dengan sedikit bergoyang mengikuti irama lagu RnB dan menuju
kearah meja bar didekat pintu belakang rumah, diatas meja bar ia menyalakan
mesin penghangat kopi yang akan ia minum nanti setelah berendam, lalu
menyalakan lampu Jaquzzi beserta penerangan taman dibelakang rumah.
Setelah semua sudah siap ia pun menaruh gelas berisi minuman beralkohol ditepi Jaquzzi
dan hendak merendamkan badan untuk releksasi. Kaki kanan telah menuruni
anak tangga pertama, kaki kiri pun menuruni anak tangga kedua dan telah membasahi
sedalam mata kaki, "Bbbrrrrrzzz...Bbbrrrrrzzz..." Tanpa disadari kaki
kiri pria itu bersinggungan dengan anak tangga yang dilengkapi dengan lampu
penerangan didalam Jaquzzi hingga membuatnya kejang-kejang dan tumbang
diatas air akibat tersengat listrik dengan voltase sangat tinggi, seluruh lampu
dan mesin yang menggunakan listrik pun berkedap-kedip seisi rumah. Setelah
beberapa detik kejadian naas yang menimpa eksekutif muda ini, tampak sesosok
orang asing dengan pakaian serba hitam dan wajah yang sukar dipandang, perlahan
ia menghampiri pria itu. Seakan-akan ingin memastikan korban telah tewas,
melihat kondisi korban yang mengambang dan terbujur kaku dipermukaan air,
sesosok manusia misterius itu pun berlari kearah pintu belakang.
Pagi harinya tim kepolisian sudah datang ke TKP akibat
dari laporan salah seorang warga. Tampak banyak warga sekitar mengerubungi TKP
tersebut, tetapi hanya sampai garis polisi, Tim Puslabfor sibuk
menangani kasus tewasnya eksekutif muda yang berstatus masih lajang ini, ada
beberapa yang mendokumentasikan dengan kamera SLR, ada yang menganalisa arus
listrik seisi rumah, ada yang berusaha memindahkan jasad korban kedalam kantung
mayat, ada yang mengambil barang bukti lalu dimasukkan kekantung plastik transparan
salah satunya pisau dapur yang tergeletak diatas meja taman dibelakang rumah. Baut
lampu yang berada didalam kolam dan ada juga yang mengidentifikasi sidik jari
disekitar Jaquzzi dan gelas, memang sangat berat kerja tim
forensik, ditambah belakangan ini banyaknya kasus-kasus yang menewaskan korban
dengan kronologis yang sangat misterius. Dirumah mewah ini korban tinggal
seorang diri, tanpa ada sanak famili yang tinggal di Jakarta, sungguh malang
nasib pemuda perantauan ini. Tiba-tiba Pak Herman yang berada dihalaman
belakang rumah sangat serius dengan bukti penemuannya, ia pun menurunkan
sedikit badannya, untuk jongkok, lalu Elmo yang baru datang ke TKP langsung
menghampiri Pak Herman. Dan berkata.
"Kasus apalagi ini
Pak?" Ujar Elmo dengan raut muka yang terheran-heran atas banyaknya kasus
misterius dalam waktu seminggu ini.
"Nanti saja ceritanya,
saya menemukan jejak sepatu tetapi mengarah ke pintu belakang rumah!" Ujar
Pak Herman yang terlihat sedang konsentrasi dengan hasil temuannya sampai tidak
begitu antusias melihat kedatangan Elmo, dengan pandangan tajam kearah jalan
setapak yang dikelilingi rumput-rumput taman.
Elmo pun mengalihkan
pandangannya dan ikut menyaksikan jalan setapak yang dicurigai Pak Herman,
tanpa sungkan-sungkan Elmo menyolek dengan jari telunjuk tangan kanannya
menyentuh jejak sepatu tersebut dan menjilati telunjuknya dengan ujung lidah,
seperti layaknya seorang koki yang sedang menyicipi hasil masakannya, dan
berkata. "Ehmm...kaporit!" Ujar Elmo kepada Pak Herman. "Apa,
kaporit?" Tanya Pak Herman kepada Elmo dengan raut muka terheran-heran.
Tiba-tiba ada salah seorang
tim forensik yang datang mendekati Pak Herman, dan berkata.
"Komandan, korban telah teridentifikasi. Korban
ini bernama Jefri, ia merupakan karyawan yang memiliki jabatan penting disalah
satu perusahaan swasta yang terkenal di Jakarta!" Ujar tim forensik kepada
Pak Herman.
"Ehhm...oke, jangan lupa sisipkan indentitas
korban kemeja saya!" Perintah Pak Herman kepada tim forensik.
"Siap komandan" jawab tim forensik, lalu ia
pun berjalan hendak kembali melanjutkan pekerjaan untuk mencari barang bukti
lainnya. Dan Elmo pun berkata.
"Kalau begitu, nanti malam kita kesini lagi
pak!" Pinta Elmo kepada Pak Herman.
"Memang ada apa?" Tanya Pak Herman yang
penasaran atas permintaan Elmo.
"Baru bisa saya jelaskan nanti malam hasil temuan
ini" jawab Elmo sambil berdiri dan mencari selembar plastik yang ditemukan
diatas meja teras belakang rumah, lalu ia pun menutupi temuan jejak sepatu
tersebut.
"Kenapa harus ditutupi plastik?" Tanya Pak
Herman heran dan bingung melihat tindakan Elmo.
"Tenang Pak, ini hanya untuk menutupi jika hujan!"
Jawab Elmo enteng, dan berjalan kearah keluar dari TKP untuk pulang kerumah.
"Hey, mau kemana lagi kamu?" Tanya Pak
Herman.
"Pulaanngg!" Jawab Elmo sambil berjalan
kearah halaman dibagian depan rumah TKP, bergegas untuk menunggangi motornya
yang terparkir disana.
"Kamu mau pacaran ya?" Tanya Pak Herman.
"Pacaran dengan siapa?" Tanya Elmo kembali.
Pak Herman pun tersadar kalau Astrid telah pergi ke
kota Batam jadi Elmo tidak mungkin ada jadwal kencan hari ini, dalam benak Pak
Herman sempat terbesit. Tingkah laku Elmo sedikit berubah setelah kepergian Astrid
ke kota Batam, menjadikan Elmo tak banyak bercerita kepada Pak Herman tentang Astrid
belakangan ini. Tidak seperti disaat ia sedang jatuh cinta kepada Astrid, yang
banyak meluangkan waktu untuk mencurahkan hatinya kepada Pak Herman.
Sesampainya Elmo dirumah, ia pun meluangkan waktu
untuk membereskan halaman rumahnya. Menyapu suang teras, menyiram tanaman,
membersihkan sangkar burung Beo dan mengepel seisi ruangan dalam
rumah, adalah kegiatannya saat ini. Disela-sela kesibukannya sempat terbesit
tentang kenangan bersama Astrid disaat mereka berdua saling membantu untuk
membersihkan rumah Elmo. Melihat ponsel tergeletak diatas meja ia pun berencana
untuk menghubungi Astrid, setelah ia menggenggam ponsel beberapa detik
tiba-tiba Elmo mengurungkan niatnya, dan kembali mengelap meja tersebut.
Malam yang gelap di TKP tak menyulutkan kedatangan
kedatangan Elmo dan Herman.W untuk mengungkapkan bukti penemuan mereka tadi
pagi, sesampainya didepan rumah korban mereka betemu dan berpapasan.
"Nih Pak peralatan saya, cukup membawa spidol,
plastik transparan dan senter kecil ultra violet!" Ujar Elmo dengan nada
sedikit sombong karena memamerkan semua benda tersebut didalam tas kecilnya. Elmo
juga membawa senter dengan sinar ultra violet yang biasa dipakai untuk
menerawang uang kertas.
"Sombong sekali kamu, coba buktikan!" Ujar
Pak Herman menantang Elmo. Lalu mereka pun berjalan kearah belakang rumah untuk
mencari jalan setapak itu, yang berada persis dihalaman.
"Tolong pegang sebentar Pak!" Pinta
Elmo memberikan senter ultra violet kepada Pak Herman. Terlihat raut wajah Pak
Herman masih bingung, sebenarnya apa yang ingin dilakukan Elmo dengan
mengeluarkan plastik transparan dan spidol dari dalam tasnya. Memancarkan raut
wajah yang yakin dengan penemuan ini akan membuahkan hasil, plastik transparan
itu diletakan diatas jejak sepatu, yang sebelumnya sudah ditandai.
"Coba sekarang nyalain senternya Pak!" Pinta
Elmo kepada Pak Herman.
“Waahh,
bisa terlihat jelas ya” ujar Pak Herman dengan nada takjub.
“Siapa
dulu dong, Elmo...!” ujar Elmo dengan nada sedikit angkuh.
“Kenapa
kaporit ini dapat diterawang oleh sinar ultra violet, karena mangandung zat
kapur yang memiliki buih-buih dari bubuk kaporit” ujar Elmo menjelaskan
kandungan zat kimia kepada Pak Herman yang heran dengan kejeniusan Elmo. Selama
proses pengerjaan untuk mencetak, Elmo pun bertanya.
“Memang
hasil olah TKP sementara, seperti apa sih Pak kejadiannya?” tanya Elmo
penasaran.
“Dugaan
sementara, korban tersengat aliran listrik didalam kolam, karena ada lampu
penerang kolam yang longgar sehingga mengaliri listrik kedalam air
mengakibatkan tubuh korban hangus tersengat listrik dan mengambang dipermukaan
air kolam” jelas Pak Herman.
Elmo
pun mencetak jejak sepatu diatas plastik transparan seolah menggambar jenis
uliran tapak sepatu dan merek dari sepatu tersebut, setelah semua garis dan
ulir jejak sepatu dicetaknya, ia pun tersenyum dan berkata.
“Tuh
kan, selesai deh” ujar Elmo.
“Terus
mau kau apakan cetakan sepatu ini?” tanya Pak Herman.
“Tenang
Pak, saya akan search di internet!”
jawab Elmo dengan lugas.
“Ya
sudah kalau begitu kamu kabari saya secepatnya, oke!” perintah Pak Herman.
“Pasti
dong” jawab Elmo. Tiba-tiba Pak Herman mendekati Elmo dengan raut muka serius
dan mendekati wajah Elmo layaknya hendak berbisik.
“Ngomong-ngomong
bagaimana kabar Astrid?” tanya Pak Herman serius. Mendengar pertanyaan Pak
Herman spontan wajah Elmo berubah menjadi tidak ceria kembali, dan berusaha
berpaling dari tatapan Pak Herman dan berkata.
“Masih
belum ada kabar, ponselnya saja tidak aktif. Sekali nya aktif tidak
diangkat-angkat Pak” jawab Elmo dengan nada sendu. Pak Herman yang mendengar
penjelasan dari Elmo seakan ikut merasakan kesedihan yang dialami oleh Elmo,
walaupun Elmo merasa sangat kehilangan Astrid tetapi ia berusaha tetap ceria
didepan Pak Herman. Karena Elmo banyak belajar dari Pak Herman untuk bersikap
profesional disaat bertugas. Tetapi sepintar-pintar Elmo menutupi perasaan yang
sedang dialaminya, pasti tetap terbaca oleh Pak Herman, karena sifat Elmo
sangat mirip dengan ayahnya, yang nota bene sahabat setia Pak Herman.
Sesampainya
dirumah Elmo pun bergegas untuk mengambil laptop didalam kamarnya, setelah
menaruh tas kecil diatas meja yang berada persis didepan TV ruang tengah. Lalu
ia membuka pintu kamar dan meraih laptop yang tersimpan didalam lemari, dan
keluar kembali keruang tengah lalu duduk dikursi panjang. Tombol “POWER”
ditekan layar laptop pun menyala, mecari hasil cetakan jejak sepatu didalam tas
kecilnya dan lalu cetakan itu ia keluarkan, beberapa menit Elmo sempat terpana
dengan hasil cetakannya karena hasil cetakan itu kurang jelas sehigga sulit
mendeskripsikan jenis sepatu tersebut. Ia pun mengambil kertas putih A4 dan
mesin scan yang berada dilaci meja
kamarnya, setelah mengambil mesin scan Elmo
langsung memasang kabel penghubung dengan laptop dan menempelkan plastik
transparan cetakan sepatu dengan kertas putih A4 dan memasukan kedalam mesin
tersebut untuk dicetak. Hasil cetakan pun selesai dan data tersebut ia simpan
dalam laptop. Setelah sekian Elmo meng-edit
gambar hasil scan, sedikit demi
sedikit ada pencerahan dari hasil edit-nya
yaitu terlihat logo kecil dan beberapa huruf dari merek cetakan jejak tersebut.
Gambar hasil cetakan terasa masih sulit untuk diterka olehnya, karena ulir dari
jejak sepatu itu tampak asing dibanding dengan merek sepatu pada umumnya. Lalu Elmo
bergegas browsing internet
dilaptopnya yang telah terhubung modem kecil disamping sisi laptop. Selain Elmo
mencari jejak sepatu dari internet ia pun mencari kebenaran dari tulisan yang
tercantum di bungkus korek api yang ditemukan dirumah Chatrin. Serasa semakin malam
jam dinding pun telah menunjukkan pukul 00:20 WIB Elmo belum berhasil mencari.
Beberapa jam telah berlalu, disaat jam dinding menunjukkan pukul 03:13 WIB
akhirnya ada sedikit titik temu yang sangat mirip dengan produk sepatu yang
dijual disalah satu website perlengkapan
pendaki gunung.
Siang
hari yang terik tidak menyulutkan Elmo untuk mencari toko perlengkapan pendaki
gunung, rasa penasaran yang berlebihan membuat ia terus menunggangi motor
tuanya dijalan raya. Setibanya ia ditoko yang berada persis dipinggir jalan, ia
segera menurunkan standar motonya dan masuk ke toko tersebut. Berjalan kearah
pintu masuk toko ia sempat melihat kearah atas pintu toko yang bertuliskan nama
toko tersebut “Mountaineer” lalu ia mendorong pintu toko untuk masuk, setelah
ia masuk ia pun disambut hangat oleh pramuniaga wanita yang berada dibalik meja
kasir.
“Selamat
siang pak, ada yang bisa saya bantu?” sapa ramah pramuniaga kepada Elmo.
“Iya,
saya mau lihat-lihat sepatu gunungnya!” ujar Elmo.
“Kalau
sepatu gunung ada disebelah sana pak!” komentar pramuniaga sambil menjulurkan
tangan kanannya kearah jarum jam angka dua, Elmo pun berjalan menyusuri rak-rak
perlengkapan. Setelah melihat dan mencari dengan seksama perlahan langkah Elmo
berhenti memandangi susunan sepatu gunung lalu tangan kanannya meraih salah
satu sepatu berwarna hitam yang sedang terpajang. Satu persatu sepatu itu ia
amati untuk mencari kesamaan jejak yang ditemukan di TKP, setelah semua ia cari
Elmo pun tidak menemukan sepatu tersebut lalu ia bertanya kepada pramuniaga.
“Mba,
sepatu model lainnya ada? Atau hanya ini saja?” tanya Elmo sambil menunjuk
kearah susunan rak sepatu.
“Kebetulan
stok kita hanya ini saja, mungkin model lain akan datang minggu depan, karenadari
pusat mengirimnya hanya seminggu sekali” jawab parmuniaga.
“Ooohh...begitu,
kalau gitu saya minta alamat store
pusatnya dong mba!” pinta Elmo. Lalu Sales
Promotion Girl yang biasa disingkat SPG itu mengambil dan memberikan brosur
yang dilengkapi dengan alamat-alamat gerai kepada Elmo.
“Ini
pak toko-toko kami buka diberbagai tempat!” ujar pramuniaga.
“Kalau
begitu terimakasih ya mba” jawab Elmo tergesa-gesa, lalu ia pun keluar dari
toko tersebut.
Elmo
mengendarai motor tuanya ditengah terik matahari dan hiruk pikuk lalu lintas
Jakarta, dengan kecepatan 60 km/jamia seakan menikmati perjalannya. Setiba Elmo
disalah satu Mall terbesar di Jakarta ia pun mengarahkan roda depannya kearah
pintu masuk dan parkir di Basement. Setelah
masuk kedalam Mall lalu ia berjalan menyusuri tiap tenant dan terus membaca
plang yang terdapat diatas tenant tersebut, sambil memegang kartu yang
diberikan SPG di tenant sebelumnya. Langkah demi langkah telah dilalui Elmo
tiba-tiba dari kejauhan 5-6 meter tampak plang tenant yang bertuliskan
“Mountaineer”, sontak Elmo semakin memacu langkahnya. Dengan nafas
terengah-engah Elmo pun masuk kedalam tenant dan berjalan kearah sepatu-sepatu
yang terpajang rapih, akhirnyaElmo mendapatkan sepatu yang ia inginkan lalu
berjalan kearah kasir.
***
Korban Tabrak Lari
Sepulang
Elmo dari Mall tersebut, ia pun kembali mengendarai motor tuanya. Sepanjang
perjalanan sempat Elmo kembali terbesit tentang Astrid, karena terakhir kali ia
berkunjung ke Mall itu bersama Astrid dan Aris. Ia pun teringat dimana mereka
bertiga sedang asyik bermain bersama dan berjalan bersama didalam Mall yang
baru saja ia kunjungi. Sempat terpikir oleh Elmo untuk mengunjungi rumah Astrid,
untuk memastikan apakah Astrid telah pulang dari luar kota, spontan ia
mempercepat laju perjalanan motornya menuju alamat rumah Astrid. Dengan
kecepatan maksimal motor tuanya, akhirnya ia pun sampai didepan persis pagar
rumah Astrid, berhenti didepan pagar rumah pujaan hati lalu ia menolehkan
pandangan sepenuhnya kearah pagar dan seisi teras rumah. Tampak rumah dengan
kondisi yang sangat sepi dan tak berpenghuni, lampu teras pun masih menyala
seakan sejak peninggalan Astrid lampu bohlam itu tidak perah berhenti menyinari
teras siang dan malam hari. Kenangan Elmo bersama Astrid yag sedang asyik
berbincang dimeja teras pada malam hari itu kembali teringat, tetapi kenangan
itu perlahan sirna dan tak mungkin kembali. Setelah beberapa menit melihat
halaman dari balik pagar rumah Astrid, Elmo beranjak pulang dengan raut muka
yang begitu putus asa, kesedihan itu seakan tidak dapat terbendung terlihat
dari wajah Elmo. Harapan demi harapan pun tak kunjung terwujud dan luntur
seketika, setelah ia meninggalkan pagar dan beragamnya tanaman hias dalam teras
rumah Astrid yang penuh kenangan.
Sore
hari nan cerah, terlihat kerumunan anak-anak sedang asyik ditengah taman
komplek perumahan, ada yang bermain sepeda, kejar-kejaran, main tak umpet,
loncat karet dan permainan anak lain-lainnya, ditaman yang asri ini seakan
menjadi ajang bermainnya anak-anak dan babysitter
penghuni perumahan ditiap sore. Tampak Aris sedang mengendarai sepeda baru
yang dibelikan ibunya minggu lalu, Aris mengitari taman bersama tiga temannya
dengan suka cita, dengan percaya dirinya Aris berada didepan teman-temannya
seakan konvoi untuk mengitari taman, maklum sepeda Aris memang terlihat lebih
bagus dan mahal dari sepeda teman-temannya. Berjalannya waktu hari pun semakin
sore dan Aris pun berniat untuk pulang, karena sudah waktunya untuk mandi
setelah seharian bersekolah dan bermain, Aris pun berhenti dan turun dari
sepeda lalu berkata.
“Besok
kita main lagi ya, soalnya udah sore aku mau mandi dulu!” ujar Aris kepada
ketiga temannya.
“Iya
aku juga mau mandi!” ujar temannya. Dan temannya yang lain pun mengikuti “Iya
aku juga” “Aku juga” serentak mengikuti.
Mereka
kompak memutar arah sepeda dan pulang kerumah masing-masing, beberapa meter
dari tamanAris pun berniat untuk menyebrang jalan kearah rumahnya, tanpa
diduga-duga terdengar suara dencitan Chhiiiittt...
mobil mengerem seakan sangat keras dibelakang Aris dan Bhhuuukkk...Aris pun terpental dan tersungkur kesebelah kiri bahu
jalan, roda sepeda terus berputar walau sudah tergeletak diatas aspal, suasana
hening sejenak, pandangan mata dari keramaian taman tertuju kearah pusat suara,
dan melihat Aris tergeletak dekat dengan mobil yang baru saja melintas.
Diruang
dapur Bibi sedang mencuci piring seperti aktifitas biasanya, satu demi satu piring
yang sudah bersih ia pindahkan ke rak piring, Bibi tidak pernah teledor dengan
pekerjaannya selain bersih-bersih Bibi juga punya tanggung jawab untuk mengurus
Aris setiap hari. “Assalamualaikum...Assalamualikum!” teriakan sangat kencang
berasal dari luar pagar, Bibi yang sedang mencuci piring sontak terkejut dan
penasaran atas tamu yang begitu kencang teriakannya. Lalu Bibi berlari kearah
pagar untuk melihat siapa gerangan tamu yang berteriak, Ssreekkk... pintu pagar dibuka dan Bibi terkejut melihat Aris
bersimbah darah sedang digendong oleh pemuda setempat yang menyaksikan kecelakaan
tersebut. Kondisi Aris tidak sadarkan diri dan mengeluarkan banyak darah
disekitar wajah hingga menodai bajunya, teman-teman Aris juga ikut membantu
membawa sepeda Aris yang sudah penyok dan rusak. Bibipun menangis tak
henti-henti atas kejadian yang menimpa anak majikannya tersebut, dan terus
bertanya-tanya atas kejadian sebenarnya kepada pemuda sukarelawan itu. Lalu Bibi
dengan raut wajah yang sangat panik mengajak masuk kedalam rumah kepada pemuda
yang menggendong Aris agar Aris direbahkan disofa, spontan Bibi meraih pesawat
telepon yang berada didekat sofa untuk menelpon ambulan.
Setelah
seharian mencari bukti-bukti dari kasus tewasnya eksekutif muda yang notabene
sedikit mencurigakan, Elmo yang sedang mengendarai motor tuanya berniat untuk
pulang dan istirahat. Sepanjang perjalanan untuk pulang Elmo selalu memikirkan
misteri kasus tersebut, yang membuat penasarannya penasaran walaupun ia sedang
mengendarai motor, maklum karena Elmo tipikel pria yang sedikit introvert sehingga selalu membuatnya
berfikir dalam setiap menghadapi masalah. Zzzzhhtt...Zzhhttt...
suara getaran ponsel terasa dalam kantung celananya, ia pun segera mengarahkan
kemudi motornya untuk menepi ke pinggir jalan untuk berhenti. Setelah berhenti
ditepi bahu jalan Elmo merogoh kantung celana hendak meraih ponsel, dengan raut
wajah berbeda ia membaca tulisan dilayar ponselnya yangbertuliskan “Rumah Aris”.
Spontan Elmo menekan tombol ponsel untuk segera menjawab panggilan dari rumah Aris,
dalam perbincangan itu terdengar suara Bibi menangis sesegrukan dan menjelaskan
kepadanya bahwa Aris tertimpa musibah kecelakaan dengan kondisi kritis dan
sekarang hendak dibawa oleh ambulan ke salah satu rumah sakit terkemuka di
Jakarta, dan Bibi berharap kepada Elmo untuk datang kerumah sakit tersebut.
Setelah
selesai bicara melalui ponsel Elmo menaruh ponsel kesaku celananya lalu
melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit yang diberitahukan Bibi, rencana
pulang pun dibatalkannya. Starter
motor ia nyalakan, pedal gas ditarik sekuat tenaga, tampak Elmo bergegasuntuk pergi
dengan raut muka yang memancarkan kepanikan dan rasa sedih yang mendalam
terhadap musibah yang menimpa Aris. Sepanjang perjalanan ia terus memikirkan Aris,
wajahnya mulai murung memikirkan kondisi Aris, karena kekhawatiran yang
berlebih sehingga membuatnya berfikir yang tidak-tidak dan meliarkan
imajinasinya terhadap kejadian yang menimpa Aris. Roda motor pun semakin cepat berputar,
hanya untuk mengejar waktu agar sampai ketujuan.
Perjalanan
Elmo sedikit lagi hampir sampai, sepanjang perjalanan Elmo terlalu tergesa-gesa
sampai akhirnya Brruuukkhh... ia pun
menyeruduk mobil yang sedang melaju pelan yang persis didepannya, bumper belakang sebelah kanan mobil pun
lecet sehingga pengendara mobil berhenti dan keluar dari pintu untuk memeriksa
kondisi kendaraannya yang ditabrak Elmo, Elmo tercengang dan kaget setengah
mati harus berbuat apa.
“Hey,
liat-liat kalau jalan!” bentak pengendara mobil dengan nada keras sekaligus
dengan raut wajah yang sangat marah.
“Maaf-maaf
pak, saya buru-buru karena adik saya masuk rumah sakit” ujar Elmo dengan nada
memelas.
“Kamu
kira kalau adik kamu masuk rumah sakit, kamu bisa semena-mena pakai jalan ini”
kembali komentar pengendara mobil penuh arogan mengotot tiada henti seakan ia
manusia yang tidak pernah berbuat salah.
“Ya
sudah kalau begitu saya bertanggung jawab penuh atas kesalahan saya” pinta Elmo
kepada pengendara mobil tersebut. Sambil terus meminta maaf dan melihat-lihat
kondisi mobil yang lecet itu.
“Tanggung
jawab...” ujar pengendara mobil, dengan nada yang meremehkan atas solusi yang
ditawarkan Elmo.
Akhirnya
Elmo pun sampai dirumah sakit, berjalan menyusuri bangsal mencari pintu
bernomor 36, pintu demi pintu ia lalui menoleh kekanan dan kiri seakan
tergesa-gesa mencari keberadaan ruangan tempat Aris dirawat. Melihat kearah
kiri pintu yang bertuliskan 35, pandangannya pun ia alihkan kearah sebelah
kanan dan masuk dengan melihat sekilas nomor 36 yang terpampang didepan pintu. Membuka
pintu pintu dengan tergesa-gesa Elmo pun terdiam dan berdiri sejenak beberapa
detik melihat pemandangan didalam ruangan, terdapat kasur besar yang dibalut
sprei putih tempat Aris berbaring tidak sadarkan diri, Nuutt...Nuutt... terdengar jelas suara monitor pendeteksi jantung
dengan keadaan normal, botol infus yang tergantung ditiang penyanggah terus
meneteskan harapan kepada Aris. Bibi yang menangis sesegrukan diatas kursi
disamping ranjang tempat Aris berbaring, telapak tangan kanan Bibi terus
menutup wajah, sedangkan tangan kirinya menyanggah kuat dibawah siku lengan
kanan. Lalu Elmo berjalan perlahan menghampiri Aris yang sedang terbaring belum
sadarkan diri, melihat Aris dengan tangan diperban, kakinya digantung dengan
penyanggah karena patah dan wajah yang sebagian tertutup perban berwarna putih,
cukup memprihatin melihat kondisi Aris. Bibi pun menengadah kearah sesosok pria
yang berdiri disebelah Aris dan menjadikan Bibi bertambah histeris, pancaran
mata Elmo seakan ingin menangis tetapi ia tetap berusaha untuk menahan karena
ia tak ingin menambah kesedihan Bibi, lalu Elmo bertanya.
“Kenapa
bisa seperti ini Bi?” ujar Elmo kepada Bibi dengan raut wajah yang hampir
meneteskan air mata, pandangannya terus menatap wajah Aris. Mendengar
pertanyaan dari Elmo tangisan Bibi semakin tak terbendung, tetapi ia berusaha
untuk menjawab pertanyaan tersebut.
“Bibi
juga ndak tau, yang nabrak kabur Mas Elmo!” jawab Bibi dan kembali menangis,
suasana ruangan ini terasa terselimuti oleh kesedihan bagi Elmo dan Bibi. Elmo
tak henti-henti memandangi wajah Aris yang sebagian terbalut perban, sesekali
ia membetulkan selimut yang menutupi perut Aris agar selalu tertutup dan
memberikan kehangatan kepada Aris.
“Saya
takut nanti Ibu marah, karena saya tidak telaten menjaga Aris, betapa bodohnya
diri saya mas Elmo!” ujar Bibi yang turut merasa bersalah atas kejadian ini.
“Mamanya
Aris sudah ditelpon Bi?” tanya Elmo kepada Bibi yang masih menangis dan
mengeluarkan air mata.
“Sudah,
Ibu sedang dalam perjalanan menuju kesini” jawab Bibi. Setelah beberapa menit Elmo
berbincang dan menenangakan hati Bibi yang sangat terpukul atas kejadian ini.
Tiba-tiba
Rina mamanya Aris pun datang membuka pintu dan berlari masuk untuk melihat
kondisi Aris. Berlari kearah ranjang lalu tangisan Rina pun meledak histeris
dan menjatuh kan badannya untuk memeluk kencang tubuh Aris yang kecil, dan
berkata.
“Arrriiiss...kenapa
kamu nak?” tanya Rina kepada Aris yang belum sadarkan diri. Tetesan air mata
deras mengalir dipermukaan kedua pipinya.
“Bibi...kenapa
Aris ngga dijagain waktu main sepeda?” tanya Rina kepada Bibi dengan nada penuh
emosi, Bibi pun hanya bisa menangis karena turut merasa bersalah.
“Jawab
Bi...jawab!” tanya Rina kembali kepada Bibi, dan Rina pun kembali menangis
histeris. Mendengar komentar Rina spontan Elmo berusaha menenangkan suasana,
dengan mengusap punggung Rina agar mredam emosinya yang sedang memuncak.
“Sudah
bu, kecelakaan itu tidak dapat diprediksi, lagi juga Bibi menjaga rumah pada
saat Aris main sepeda!” ujar Elmo kepada Rina.
“Tenang
ya bu, nanti saya akan bantu mencari pelakunya!”ujar Elmo menenangkan Rina.
Perlahan
Bibi berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri Elmo, tangan kanan Bibi
merogoh saku celananya hendak mengeluarkan secarik kertas, kertas putih yang
terlipat dua ia buka lalu ia berikan kepada Elmo.
“Mas
Elmo, tadi seorang pemuda yang menolong Aris sempat mengingat plat nomornya,
semoga mas Elmo bisa menemukan” ujar Bibi sambil menyodorkan secarik kertas
tersebut. Lalu ia terdiam sejenak dan terus memperhatikan apa isi kertas yang
diberikan Bibi yang masih digenggam ditanggannya, tanpa berkomentar Elmo pun
mengambil dari tangan Bibi.
Kertas
putih lecak dan sedikit kumel itu seakan tidak memberikan secercah harapan bagi
Elmo, Elmomelihat tidak ada yang istimewa dari kertas ini, setelah ia baca dan
sadar bahwa ini adalah nomor polisi dari kendaraan yang menabrak Aris ia pun
langsung meraih ponsel yang berada disaku celananya. Bertuliskan B 2930 ZA ini
cukup untuk mencari tahu jejak pelaku yang menabrak Aris. Sambil menggenggam
ponsel untuk meminta bantuan kepada Pak Herman, Elmo terus memandangi kertas
putih itu. Tiba-tiba raut wajah Elmo berubah, matanya melotot seakan bola
matanya ingin keluar, dalam benaknya pun terkejut yang sangat dahsyat. Ternyata
nomor polisi sangat mirip dengan nomor polisi mobil yang baru saja ia tabrak
sewaktu perjalanannya kerumah sakit, sejenak Elmo berusaha mengingat kejadian
kecelakaan kecil yang baru saja ia alamidan ternyata benar nomor polisi itu
cocok dengan kertas yang diberikan Bibi kepadanya. Seakan detak jantungnya
berdetak kencang melihat tulisan diatas kertas putih itu, dan ia pun bergegas
kearah pintu untuk keluar dari ruangan tersebut. Elmo beranjak pergi dari rumah
sakit, setelah ia keluar dari ruang rawat Aris, Elmo pun kembali fokus kepada
ponsel yang sedari tadi ia genggam ditangan kanannya. Satu persatu tombol
ponsel itu ia tekan denga ibu jari tangan kanannya, Tuutt...Tuutt... terdengar nada sambung tanda saluran telepon telah
tersambung.
Pusat
Pengaduan Masyarakat, dimana tempat call
center kantor kepolisian untuk merespon dengan cepat terhadap pengaduan
masyarakat atas tindakan kriminal atau hal-hal lain yang membutuhkan aparat
yang berwajib. Dari sekian banyak meja diruangan tersebut, para staf kepolisian
duduk mengahadap meja yang tersusun rapi seakan serius dan sibuk melayani
banyaknya pengaduan masyarakat, tiap staf yang bertugas menggunakan headset microphone yang tersambung
langsung oleh sistem komputerisasi, layaknya customer service diperusahaan swasta. Terlihat disalah satu meja
kerja, staf wanita dengan pakaian dinas kepolisian dengan potongan rambut
pendek seleher, sibuk mengetik sesuatu diatas keyboard dengan sangat tergesa-gesa mengetik rangakian huruf-huruf
dan angka-angka yang disampaikan Elmo melalui ponselnya.
Lalu
lalang kendaraan dikota Jakarta menjadi pemandangan yang khas dikota nan indah
ini, kepulan asap knalpot tak henti-hentinya keluar dari bus kota yang
melintas. Semraut kendaraan seakan tertib kali ini, sungguh jarang terjadi
kendaraan cukup tertib dijalan protokol saat ini. Ternyata ada sesosok pria
tambun yang menggunakan seragam sekaligus helm berwarna putih dan bercorak biru
itu sibuk mengatur arus lalu lintas dijalan ini, mungkin karena ada petugas
Polantas yang menjadikan kendaraan-kendaraan berlaku tertib. Pria tambun nan
gagah itu terus mengayunkan tangan kanannya untuk memerintahkan para pengendara
yang sedang melintas untuk melaju terus tanpa berhenti sampai rambu-rambu yang
telah ditetapkan. Tiba-tiba gerakan rutin itu terhenti dan petugas pun meraih
sebuah alat komunikasi Handy Talky
yang biasa disingkat “HT” terpasang dipinggang sebelah kanannya, lalu alat ia
letakan ditelinga sebelah kanan. Entah apa yang sedang petugas itu bicarakan.
Seakan kumis tebal yang berada diatas Bibirnya naik-turun mengikuti gerak Bibir.
Setelah percakapan selesai, petugas itu pun menunggangi motor besarnya lalu
menyalakan mesin disertai suara sirine dan melesat dengan kencang seolah
berburu dengan waktu.
Motor
besar yang melaju dengan kencang itu menerobos barisan demi barisan kendaraan
roda empat dan kendaraan lainnya, lalu petugas itu memasuki jalur cepat dijalan
protokol kota Jakarta. Padahal hanya kendaraan roda empat lah yang
diperbolehkan melintas di jalur ini, tetapi sudah barang tentu petugas Polantas
ini dalam keadaan sangat darurat hingga harus melintas dijalur yang tidak
semestinya. Suara desingan sirene yang cukup keras membuat semua pengendara dan
pejalan kaki terpana olehnya, spontan pengendara lain mengurangi kecepatan dan
berjalan menepi kesisi sebelah kiri jalan untuk memberi ruas pada petugas
Polantas yang sedang bertugas. Berjalan sekitar lima kilometer, petugas tambun
itu seakan tak kenal lelah menoleh kearah kiri dan kanan, entah apa yang ia
cari? petugas itu kembali menarik tuas gas motornya lebih kuat dan melesat
dengan kencang. Tiba-tiba motor besar itu merapat kebagian belakang salah satu
mobil sedan yang sedang berjalan, dan petugas pun menyalakan klakson sebanyak
tiga kali. Knoott...Knoott..Knoott... itulah
suara khas klakson dari petugas kepolisian yang sedang berpatroli, motor besar
yang dikendarai petugas hendak ingin mendahului dari sisi sebelah kanan mobil
sedan dan mensejajarkan dengan si pengemudi. Ia pun melambaikan tangan kirinya,
tanda mengisyaratkan kepada pengendara mobil untuk segera menepi kepinggir bahu
jalan.
Setelah
kedua kendaraan menepi dengan posisi persis disamping trotoar, lalu motor besar
itu parkir didepan mobil, petugas itu pun turun dari motornya dan segera
menghampiri sang pengendara mobil yang bernomor polisi B 2930 ZA, pengendara
mobil pun membuka kaca jendela.
“Selamat
sore!” tegur petugas polantas.
“Selamat
sore, ada apa Pak?” ujar pengendara mobil penasaran.
“Bisa
lihat surat-surat!” pinta petugas.
“Memangnya
ada apa, kok saya diberhentikan, padahal saya ada urusan mendadak” keluh
pengendara mobil sambil berusaha meraih dompet dikantung celana belakangnya dan
mengeluarkan STNK dan SIM, petugas pun menunggu dengan sabar.
“Nih...!”
ujar pengendara mobil yang menyodorkan surat-surat kepada petugas, petugas pun
meraihnya lalu berjalan kebagian depan mobil dan mencocokkan nomor yang ada
diplat mobil dengan nomor yang tertera di STNK, sekitar 10 detik petugas
memeriksa dengan seksama ia pun kembali kesebelah pengendara.
“Bapak
ikut saya ke Polda!” perintah petugas.
“Memangnya
saya salah apa? Kok harus ke Polda?” tanya pengendara mobil dengan raut wajah
yang terheran-heran sekaligus bingung.
“Nanti
saya jelaskan dikantor” jawab petugas singkat.
“Hey,
bapak belum jawab pertanyaan saya! Memangnya ada apa? kenapa saya harus ke
Polda?” dengan nada suara sedikit meninggi seakan-akan ia protes dengan
permintaan petugas polantas tersebut.
***
Interogasi
INTEROGASI HARI
PERTAMA
Diruang
kerja petugas kepolisian tampak pria yang diduga ada sangkut-pautnya dengan
kecelakaan tabrak lari yang menjadi korbannya adalah Aris, duduk dikursi yang
berhadapan langsung dengan meja kerja petugas dari Satuan Reserse Kriminal,
suasana ruangan ini cukup hiruk-pikuk karena banyak petugas kepolisian lain dan
warga sipil yang lalu lalang, terlihat ada seorang petugas yang menggiring
warga sipil untuk duduk disalah satu meja lain untuk dimintai keterangan dan
ada juga petugas yang menggiring tersangka dengan kedua tangan diborgol untuk
keluar ruangan.
“Nama
anda?” tanya petugas reserse kriminal kepada pria yang baru saja digiring ke
Polda Metro Jaya.
“Alex”
jawab pria itu singkat.
Pertanyaan
demi pertanyaan dilontarkan oleh petugas, sejauh ini pertanyaan yangditanyakan
kepada Alex adalah pertanyaan seputar identitas, seperti nama, alamat tempat
tanggal lahir dan lain-lainnya. Setiap Alex menjawab pertanyaan petugas,
petugas pun langsung mengetik keyboard komputer
yang berada persis diatas meja, semua ini dilakukan petugas semata-mata hanya
untuk mendata identitas Alex sebagai saksi dari terkaitnya kejadian tabrak
lari. Tampak petugas itu terus memberikan pertanyaan, semua materi pertanyaan
pun dijawab Alex dengan detil. Alibi yang Alex berikan cukup jelas kepada
petugas, dengan kecepatan jari-jemari petugas ia pun mengetik semua cerita yang
keluar dari mulut Alex dengan seksama.
Pada
awalnya Alex banyak memberikan penjelasan kepada petugas, waktu demi waktu pun
dilalui, tampak kondisi Alex mulai letih, seakan brondong pertanyaan dari
petugas membuatnya lemah tak berdaya. Raut wajah yang gugup dan gelisah
terpancarkan dari wajahnya, petugas seakan tak kenal lelah mencari bukti dari
kesaksian Alex, entah kenapa semakin banyak pertanyaan yang ia terima semakin
banyak juga kalimat-kalimat kurang logis yang keluar dari mulut Alex. Setelah
sekian lama petugas menginterogasi lalu petugas itu keluar dari ruangan dan
melaporkan alibi Alex kepada Pak Herman Kepala Penyidik Kriminal.
“Komandan,
saksi banyak berkelit tentang alibinya dan banyak jawaban yang berubah-ubah.
Apa mau dilanjutkan?” laporan petugas kepada Pak Herman.
“Beri
kesempatan kepada saksi untuk rehat sejenak, tapi jangan beri kesempatan
kepadanya untuk pulang, cukup jaga dan layani keinginannya. Sementara saya akan
menelepon Elmo” ucap Komandan Herman. W kepada bawahannya.
“Siap
komandan” jawab petugas dengan badan tegap dan nada tegas.
Keesokan
harinya, dimana pagi ini Polda Metro Jaya tampak sangat sibuk menangani
kasus-kasus kriminal, Alex pun sempat menginap semalam di Polda Metro Jaya.
Terlihat Alex sedang memandangi kesetiap sisi ruangan dan memperhatikan
petugas-petugas lain yang sedang sibuk bekerja, tiba-tiba terdengar dering
ponsel dari dalam saku celananya.
“Halo!”
ucap Alex kepada seseorang yang menelepon ponselnya.
“Abang
baik-baik saja, tapi sedang ada maslah nih!” jawab Alex.
“Abang
tersangkut masalah tabrak lari, sekarang sedang di Polda Metro Jaya” penjelasan
Alex kepada si penelepon.
“Sudah
dulu yaa, nanti kita sambung lagi!” tegas Alex kepada penelepon. Tak lama Alex
selesai bicara dengan penelpon lalu ia memasukkan kembali ponsel kedalam saku
celananya, petugas yang menangani Alex pun masuk kedalam ruangan dan
menghampiri Alex.
Pagi
ini Elmo pun datang ke Polda, raungan suara knalpot motor dengan sedikit
menggema itu melaju dengan pasti melintas dilingkungan Polda Metro Jaya,
mengarahkan kemudi motor untuk menuju lahan parkir yang telah disediakan khusus
tamu Polda. Whheerr... pedal gas ia
tarik untuk mematikan mesin dan mencabut kunci motor, lalu helm pun ia
tanggalkan dan disangkutkan diatas tangkai spion, beranjak dari sepeda motor ia
berjalan kearah pintu gedung Polda Metro Jaya. Elmo pun menuju ruang interogasi
karena ia telah dapat kabar dari Pak Herman kalau pria yang Elmo tabrak disaat
ia tergesa-gesa ingin kerumah sakit untuk menjenguk Aris telah dipindahkan.
Sesampainya didepan ruangan interogasi,Elmo bertemu dengan Pak Herman sedang
memantau Alex dan petugas yang berada didalam ruangan, didalam ruangan itu
petugas terus mengkonfrontir kesaksian Alex.
“Bagaimana
Pak, apa ia sudah mengakui perbuatannya?” tanya Elmo kepada Pak Herman.
“Belum,
ia banyak berkelit dan pertanyaannya sangat membingungkan” jawab Pak Herman.
“Kalau
begitu saya ingin melihat mobilnya, parkir dimana pak?” tanya Elmo.
“Parkir
ditempat kendaraan tamu, dekat dimana kamu biasa parkir motor. Memangnya ada
apa kamu mau melihat mobilnya?” tanya Pak Herman.
“Mau
cek saja!” jawab Elmo singkat.
Elmo
yang berdiri dekat dengan jendela ruang interogasi pun memalingkan pandangannya
dari pantauannya terhadap Alex, lalu ia pun berjalan sedikit tergesa kearah
pintu keluar untuk mencari mobil Alex, melihat Elmo yang begitu antusias Pak
Herman ikut berjalan agak cepat untuk menyusul Elmo. Setelah ia keluar dari
gedung dan berjalan kearah parkir mobil, Elmo pun tak langsung menemukan mobil
yang ia cari, tak henti-hentinya ia menoleh kekiri dan kekanan untuk mencari
mobil yang tidak sengaja ia tabrak pada saat itu, akhirnya Pak Herman
mengangkat tangan kanannya dan menunjuk kearah mobil yang berwarna hijau tua
untuk memberi tahu Elmo.
“Itu
dia mobilnya!” ujar Pak Herman.
Lalu
Elmo bergegas lari kearah mobil yang berjarak kurang lebih 6 meter dari tempat Elmo
berdiri, ketika mobil itu sudah persis dihadapannya ia pun langsung memeriksa
kondisi mobil dari tiap sudut, dari belakang, depan dan samping mobil. Setelah
sekian lama sekitar 7 menit melihat semua sisi mobil, dibagian bumper depan dari sisi sebelah kiri tampak
bekas goresan noda cat. Goresan kecil itu seakan terlihat jelas berwarna
kuning, padahal cat mobil ini berwarna hijau tua.
Elmo
penasaran dengan noda cat yang berada di bumper
ia pun sedikit menurunkan badannya untuk jongkok agar dapat memandang lebih
dekat lagi, lalu ia mengeluarkan plastik bening kecil dan satu buah pisau lipat
dari tas kecilnya.
“Sedang
apa kamu?” tanya Pak Herman penasaran.
“Saya
mau ambil sampel bekas cat yang menempel di bumper”
dengan raut muka serius dan pandangan tidak pernah lepas dari cat yang menempel
itu. Pak Herman ikut jongkok mengikuti posisi Elmo dan penasaran atas apa yang
sedang Elmo kerjakan.Elmo pun mengikis cat warna kuning tersebut dengan penadah
klip plastik bening dibawahnya, klip plastik adalah plastik yang biasa
digunakan sebagai pembungkus obat, karena plastik ini dapat menutup dengan
rapat untuk melindungi obat agar tidak terpapar atau terkontaminasi oleh udara.
Lalurontokan cat yang dikikis itu pun mulai terkumpul didalam klip plastik
bening dan hampir semua cat warna kuning berhasil ia kumpulkan. Lalu ia menutup
rapat plastik bening tersebut dan segera berdiri dari jongkoknya dan berkata.
“Pak,
titip untuk petugas Puslabfor agar diidentifikasi kandungan kimia dalam cat ini!”
pinta Elmo kepada Pak Herman sambil menyodorkan kantung klip plastik kecil itu.
Pak Herman hanya terdiam dan meraih sampel yang diberikan Elmo kepadanya, lalu Elmo
berjalan dan meninggalkan Pak Herman begitu saja.
“Hey
Elmo, mau kemana?” teriak Pak Herman bertanya kepada Elmo dari kejauhan.
“Mau
pulang...!” jawab Elmo singkat sambil berjalan lurus kearah motornya yang
sedang berada ditempat parkir khusus motor.
“Bagaimana
dengan Astrid, sudah ada kabarnya?” tanya Pak Herman lagi kepada Elmo.
“Belum,
mungkin ia sudah punya kekasih lain” jawab Elmo ketus, karena ia berusaha untuk
melupakan semua tentang Astrid.
Pak
Herman menggelengkan kepala, bertanda ikut prihatin dengan perasaan yang
melanda Elmo saat ini. Tanpa disadari Elmo, sebenarnya Pak Herman cukup
memperhatikan tingkah laku Elmo belakangan iniyang berubah drastis. Pak Herman
sering melihat Elmo murung, dingin dan jarang bersenda gurau seperti biasanya.
Gelak tawa dan senyuman lebar tidak pernah hadir dalam wajah Elmo, seakan Elmo
menutup rapih rasa sakit hatinya atas cintanya yang hilang bak ditelan bumi.
Sebelum
Elmo menyalakan mesin motornya yang masih terparkir, sempat terpikir oleh nya
untuk mengabari Astrid kalau Aris sedang tertimpa musibah kecelakaan. Setelah
beberapa detik ia memandangi ponselnya yang ia genggam dengan tangan kiri, lalu
ponsel itu ia masukan kembali kedalam saku celananya, ia sengaja mengurungkan
niat untuk menghubungi Astrid. Whheerr...whheerrr...
suara knalpot motor yang bertenaga 600cc itu menggema, helm yang tergantung
ditangkai spion ia kenakan dikepalanya. Memang motor ini lebih berat dari motor
pada umumnya, jadi perlu tenaga lebih untuk mengeluarkan motor tersebut. Apa
lagi motor itu terapit oleh kedua motor disebelahnya jadi ia sangat
berhati-hati untuk mundur, akhirnya motornya pun berhasil keluar dari tempat
parkir dan melesat kearah gerbang pintu keluar Polda Metro Jaya.
INTEROGASI
HARI KEDUA
Diruang
interogasi ini merupakan hari pertama Elmo dan Pak Herman menginterogasi
langsung Alex yang diduga ada kaitannya dengan kecelakaan tabrak lari, ukuran ruangan
ini persegi sekitar lima kali lima meterdisetiap sisinya. Tampak satu buah meja
persegi panjang dan tiga buah kursi, terdiri dari dua buah kursi disebelah
selatan dan satu buah kursi disebelah utara. Persis diatas meja terdapat lampu
gantung yang tak begitu jauh keatas dari jarak antara kepala masing-masing
orang yang sedang duduk, walaupun hanya disinari satu buah bohlam yang
tergantung tetapi ruangan ini cukup terang karenamemiliki jendela yang berada
persis disamping pintu ruangan ini. Disebelah utara seseorang duduk dengan
tangan diborgol yaitu Alex, dan disebelah selatan terdapat Pak Herman dan Elmo
yang seakan siap untuk menginterogasi Alex.
“Apa
benar anda menabrak anak laki-laki yang sedang mengendarai sepeda di area taman
bermain perumahan?” tanya Elmo kepada Alex.
“Tidak,
saya tidak pernah menabrak siapa pun!” jawab Alex.
“Yang
ada, justru anda yang menabrak mobil saya!” ujar Alex kembaliketus dan penuh
dendam.
“Saya
kan sudah minta maaf, dan sudah bertanggung jawab dengan mobil anda!” jawab Elmo
yang mengakui kesalahannya dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
“Kembali
ke pokok permasalahan, di bumper depan
sebelah kiri ada bekas cat berwarna kuning, bisa kamu jelaskan cat apa yang
menempel disana?” tanya Elmo kembali kepada Alex.
“Cat
warna kuning? Dimana?” tanya Alex dengan raut wajah penasaran.
“Bumper depan disebelah kiri!” ujar Pak
Herman menegaskan. Alex pun sempat berpikir beberapa detik.
“Ahh,
mungkin sewaktu parkir saya menyerempet pagar atau tembok rumah. Kebetulan
pagar dan tembok rumah saya berwarna kuning!” jawab Alex dengan santai.
Pertanyaan
demi pertanyaan pun dilalui oleh Alex, waktu terus berlalu seakan Elmo dan Pak
Herman belum juga menemukan titik pencerahan dari tiap alibi yang diutarakan
Alex. Banyak kalimat penegasan yang keluar dari mulut Alex, yang menyatakan
bahwa ia tidak ada sangkut paut dengan kecelakaan tabrak lari yang menimpa Aris.
Sampai
suatu ketika semua penghuni ruang interogasi yaitu Elmo, Pak Herman dan Alex
mulai jenuh dan letih. Elmo pun hendak berdiri dari tempat duduknya untuk
melonggarkan otot-otot yang kaku karena telah duduk beberapa jam dikursi ruang
interogasi. Baru hendak berdiri, tak sengaja lengan kirinya menyenggol sebuah
pulpen yang terletak diatas meja persegi panjang tersebut, lalu terjatuh lah
pulpen kebawah kolong meja. Elmo tidak segera mengambil pulpen yang terjatuh
itu melainkan ia malah tetap berusaha berdiri dan mengangkat kedua tangannya untuk
merenggangkan otot tangan dan badannya. Setelah perenggangannya itu ia rasa
cukup untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu ia pun menuju kolong
meja untuk mengambil pulpen yang baru saja terjatuh.
Sedikit
meraba-raba dan menundukan kepalanya kebawah meja ternyata pulpen pun tidak
ditemukan, ia menolehkan pandangannya kesetiap sisi untuk terus mencari, lalu
pandangannya tertuju ke arah sepatu Alex, mungkin pulpen itu ada disekitar alas
kakinya. Setelah mempertegas pandanganya kearah sepatu Alex, sontak Elmo
terkejut melihat sepatu yang Alex kenakan, bahkan saking terkejutnya kepala Elmo
sempat terbentur dengan permukaan bagian bawah meja, mungkin sepatu itu mirip
dengan sepatu yang sempat ia cari disalah satu departement store belakangan ini.
“Aduuhh”
rintihan Elmo spontan, karena kepalanya terbentur.
“Elmo
sedang apa kamu?” tanya Pak Herman penasaran melihat Elmo mencari pulpen yang
tak kunjung ia temui. Akhirnya pulpen tersebut ia temukan, jauh-jauh mencari
pulpen dikolong meja ternyata pulpen itu berada dekat persis diantara kedua
sepatunya sendiri.
“Nah
ini dia!” ujar Elmo yang telah menemukan pulpennya.Ia pun berdiri dan merasakan
lega karena setelah beberapa detik menunduk dibawah kolong meja membuat cukup
letih, sekilas Elmo memandangi wajah Alex dan berkata kepada Pak Herman.
“Pak
saya ada urusan lain, apa besok bisa kita lanjutkan lagi?” pinta Elmo kepada
Pak Herman.
“Oke,
kalau begitu kita lanjutkan besok!” jawab Pak Herman sepakat, sekaligus
menginstruksikan kepada Elmo dan Alex bahwa sesi interogasi hari ini cukup
sekian dan akan dilanjutkan esok hari. Pak Herman pun merapihkan tumpukan
beberapa berkas-berkas yang berada dimeja untuk ia bawa kembali keruang
kerjanya.
Pak
Herman yang sedang termenung diruang kerjanya, tiba-tiba memalingkan
pandangannya kearah TV, tampak tayangan acara kali ini memberitakan tentang
kasus-kasus tewasnya warga sipil dan salah seorang diplomat yang tak kunjung
tuntas. Dalam pemberitaan ditelevisi itu sangat menyudutkan instansi kepolisian
seakan tidak becus menyelesaikan kasus-kasus tersebut yang sempat menggegerkan
seantero Jakarta.Desakan media itu terasa sangat tajam sehingga membuat hati
Pak Herman sangat miris, seolah isi pemberitaan terlalu berlebihan dan dapat menyudutkan
citra kepolisian, lalu Pak Herman pun mengalihkan rasa keprihatinannya dan
kembali serius bekerja.
INTEROGASI
HARI KETIGA
Pagi
ini dimana dimulainya aktifitas kerja di gedung Polda Metro Jaya, tampak
kesibukan para petugas kepolisian dengan tanggung jawabnya masing-masing ditiap
kesatuan.Meja kerja petugas pun tak pernah sepi dari berkas-berkas pengaduan
masyarakat, sangat jelas kesungguhan aparat menegak hukum ini dalam melayani seluruh
pengaduan masyarakat.Diruangan kerja Pak Herman terlihat sosok pria paruh baya
itu sedang sibuk membaca BAP (Berita Acara Perkara) dan berkas-berkas lainnya
dari berbagai macam kasus-kasus dan identitas-identitas tersangka yang terjadi
belakangan ini. Meja Pak Herman dipenuhi lembaran kertas bergambar sketsa wajah
dari beberapa orang yang diduga terkait dalam kasus yang diselidikinya, sungguh
rumit tugas Pak Herman dalam memecahkan rangkaian puzzle yang menjadi teka-teki bagi Kepala Penyidik Polda Metro
Jaya. Bukti-bukti yang telah ditemukan seakan masih terhalang tembok kebuntuan
dan masih menjadi tanda tanya besar dalam benak Pak Herman. Kreeekk... suara pintu terbuka sesosok
pria membawa tas kecil yang talinya melintang dari pundak kirinya, berusaha
memasuki ruangan dan duduk persis didepan meja Pak Herman.
“Bagaimana?”
tanya Pak Herman kepada Elmo.
“Hampir
selesai, tapi ada beberapa yang yang masih janggal dan masih ada beberapa bukti
yang belum lengkap” jawab Elmo pesimis.
Raut
wajah Pak Herman berubah, kedua alis mata dan keningnya mengkerut seakan heran
atas kasus yang sulit dipecahkan ini. Padahal semua kasus yang ditangani Pak
Herman selama ini selalu membuahkan hasil, bahkan mereka berdua terkadang
berlomba-lomba untuk lebih dahulu mengungkap kasus kriminalitas yang terjadi
selama ini. Bukan berarti Pak Herman dan tim nya tidak sanggup lalu
mengandalkan Elmo, tapi karena Elmo memiliki IQ diatas rata-ratadibanding
dengan pria dewasa pada umumnya, sehingga terkadang Elmo diperbantukan oleh Pak
Herman khususnya pada kasus-kasus yang cukup besar. Lalu mereka pun beranjak
dari tempat duduk, masing-masing membawa berkas-berkas yang berada ditangan
kiri mereka dan berjalan kearah pintu ruangan untuk menuju ruang interogasi. Elmo
membuka pintu ruangan dengan tangan kanannya dan mempersilahkan Pak Herman
untuk berjalan lebih dahulu, Pak Herman keluar dari pintu lalu disusul oleh Elmo
dan ia tak lupa untuk menutup pintu ruang kerja Pak Herman.
Sampai
didepan ruang interogasi Pak Herman memerintahkan bawahannya yang sedang
berjaga didepan pintu ruang interogasi, untuk menghadirkan Alex keruang interogasi.
“Hadirkan
tersangka keruangan sekarang!” perintah Pak Herman kepada petugas penjaga.
“Siap
komandan” jawab tegas petugas penjaga.
Pak
Herman memasuki ruang interogasi, meletakkan tumpukan kertas yang ia bawa
diatas meja lalu duduk. Begitu juga dengan Elmo, tetapi ia tidak langsung duduk
disebelah Pak Herman, ia malah berjalan mondar-mandir seakan ada sesuatu yang
ia pikirkan, entah kenapa Elmo merasa gugup dan tidak tenang ketika ia akan
bertemu dengan Alex. Gerakan berjalan mondar-mandir seperti orang linglung
terus ia lakukan, sampai-sampai Pak Herman ikut memperhatikan perilakunya.
“Sedang
apa kamu?” tanya Pak Herman heran dan bingung melihat gerak-gerik Elmo.
“Ahh...tidak-tidak,
saya hanya masih kurang yakin dengan kasus ini” jawab Elmo spontan. Ia pun
langsung duduk disebelah Pak Herman, Pak Herman terus memandangi Elmo yang
terlihat aneh. Tookk...tookk... suara
ketukan pintu dari luar ruangan, lalu pintu pun terbuka.
“Masuk!”
perintah Pak Herman kepada seseorang yang telah mengetuk pintu, ternyata
petugas yang diperintahkan Pak Herman telah kembali.
“Yang
bersangkutan telah hadir komandan” ujar petugas.
“Suruh
masuk!” perintah Pak Herman.
“Siap
komandan” jawab petugas.
Tersangka
pun memasuki ruangan dengan kedua pergelangan tangan diborgol kedepan dan
dituntun petugas untuk memasuki ruangan. Tampak Alex berjalan perlahan dengan
pandangan mata yang tajam dan sinis melihat Pak Herman dan Elmo, seakan ia
bosan melihat mereka yang sibuk menginterogasi dirinya dan tak kunjung
dibebaskan, padahal selama ini semua pertanyaan telah ia jawab dengan lugas.
“Apa
lagiii...?” tanya Alex sambil berjalan kearah kursi kosong yang berada didepan
meja Pak Herman dan Elmo.
“Bukannya
saya sudah menjawab semua pertanyaan yang kalian berikan, apa lagi yang kurang?
Sampai sekarang masih ditahan, diborgol pula!” komentar Alex yang merasa kesal
dengan kondisinya yang dialami sekarang. Lalu tersangka pun duduk dikursi yang
telah disediakan. Huuuhh... bersama
dengan hela nafas tanda keluhannya memuncak, ia pun mendaratkan bokongnya
diatas kursi.
Pak
Herman mengeluarkan semacam tape recorder
untuk merekam kesaksian dari Alex, karena Alex banyak memberikan kesaksian
yang berubah-ubah, alat perekam itu Pak Herman taruh disebelah kiri dari meja.
“Sekarang
sudah ada alat perekam, saya harap anda berkata jujur atas kesaksian semua ini!”
ujar Pak Herman kepada Alex.
“Saat
ini anda sudah tidak bisa berkelit lagi, karena saya sudah mengantungi
bukti-bukti dan fakta-fakta yang telah anda perbuat!” ujar Pak Herman dengan
bijak.
“Bukti
apa?” tanya Alex penasaran.
“Kau
tau cat kuning yang menempel di bumper
dengan sebelah kiri yang sempat kita bahas kemarin?” raut wajah Alex pun
bertambah penasaran mendengar penjelasan Pak Herman.
“Itu
ada cat yang sama persis dengan cat warna sepeda korban tabrak lari dua hari
yang lalu, dan sudah diuji oleh Puslabfor!” ujar Pak Herman dengan tegas.
“Saya
kan sudah bilang, kalau cat kuning itu bisa saja pernah menyerempet pagar atau
tembok rumah saya, atau benda lainnya mungkin. Kenapa cat kuning itu selalu
disangkut pautkan dengan kejadian korban tabrak lari?” jawab Alex santai
sekaligus menegaskan kembali kepada Paj Herman.
“Alasan
pertama yang menguatkan bukti ini adalah, adanya unsur Glitter (kerlap-kerlip) didalam kandungan cat ini, tidak sembarang
benda yang dicat menggunakan unsur Glitter,
apa lagi tembok dan pagar rumah, itu yang pertama. Yang kedua setelah diuji
lab ternyata kandungan kimia dari cat ini 99% sama persis dengan cat sepeda
korban yang kau tabrak!” jelas Pak Herman kepada Alex.
“Apa
kau mau berdalih lagi, dari bukti-bukti yang akurat ini?” tanya Pak Herman
menantang Alex, Alex pun tunduk dan terdiam.
“Ayo
jawab, jangan diam saja!” bentak Elmo kepada Alex.
“Oke-oke
saya mengakui, saya lah yang menabrak anak laki-laki itu!” jawab Alex dengan
nada sedikit berat untuk mengakui.
“Dikarenakan
saya terburu-buru dan saya kira hanya sekedar menyerempet, toh anak kecil itu
terjatuh kererumputan dipinggir jalan!” jawab Alex dengan nada enteng.
“Apa
katamu? Nyawa seseorang kamu anggap sepele!” mendengar alasan Alex Elmo pun
naik pitam, tangan kirinya menggenggam kencang kerah baju Alex dan tangan
kanannya mengepal keras disertai lilitan urat-urat yang timbul dari dari balik
kulit tangannya, serasa ingin mendaratkan satu pukulan kewajah Alex yang
menganggap sepele dan merasa tidak bersalah atas tindakan yang telah ia
lakukan.
Melihat
kejadian ini sontak Pak Herman pun melerai dan mencoba meredamkan emosi Elmo,
lalu tangan Pak Herman ikut melepaskan genggaman Elmo yang terus menarik kerah
baju Alex dengan sekuat tenaga.
“Sudah-sudah!”
kalimat bijak yang keluar dari mulut Pak Herman untuk meredamkan tensi Elmo.
Setelah suasana kembali kondusif lalu Elmo kembali duduk dikursinya, Pak Herman
pun mengabil alih pertanyaan.
“Sekarang,
coba kamu lepaskan kedua sepatumu!” perintah Pak Herman kepada Alex.
“Untuk
apa?” tanya Alex penasaran.
“Sudah
jangan banyak bicara!” saut Elmo kepada Alex.
Perlahan
Alex pun menundukkan kepalanya kebawah meja untuk membuka tali sepatu, satu
persatu tali sepatu kiri dan kanannya telah ia tanggalkan, tampak Alex sedikit
mengalami kesulitan untuk mengeluarkan kakinya dari sepatu yang menutupi sampai
keatas mata kakinya. Apalagi kedua tangannya terikat oleh sepasang lingkaran
besi yang melingkar dipergelangannya, walaupun borgol mengikat kedua tangannya pada
akhirnya Alex dapat melepaskan kedua sepatu tersebut, sekarang Alex hanya
beralaskan kaus kaki yang berwarna abu-abu tua.
“Letakkan
sepatumu diatas meja!” perintah Pak Herman. Alex pun meraih kedua sepatu itu,
lalu diangkat dan ia letakkan persis diatas meja persis dihadapannya. Tampak Elmo
sedang sibuk mencari sesuatu dari dalam tas kecilnya, ternyata ia mencari
sebuah semir sepatu cair yang biasa digunakan untuk sepatu berbahan kulit,
entah apa yang akan ia lakukan dengan semir cair berwarna hitam itu?
Diatas
meja persegi panjang yang terdapat sepasang sepatu Alex, Elmo pun mengambil
salah satu sepatu Alex bagian sebelah kiri, tangan kanannya menggenggam semir
cair dan tangan kirinya memegang sepatu Alex, terlihat Elmo serius menyemir
sepatu Alex. Entah kenapa semir cair itu tidak membasahi bagian atas sepatu
layaknya seseorang menyemir sepatu kulit, akan tetapi ia malah membasahi bagian
bawah dari sepatu Alex yaitu bagian tapak yang memiliki uliran. Dengan teliti
ia mengolesi semua permukaan tapak bagian bawah yang dipenuhi uliran tersebut,
seakan Pak Herman dan Alex terhipnotis dengan semua tindakan yang sedang
dilakukan Elmo, mereka tak sedikit pun melepaskan pandangan dari aktifitas yang
sedang Elmo kerjakan.
Setelah
ia rasa cukup semua permukaan terolesi dengan semir itu, lalu Elmo pun menempelkan
permukaan tersebut ke atas meja, sepatu itu ia tekan-tekan dengan sekuat
tenaga, lalu ia angkat dan terbentuk lah cetakan uliran dari permukaan tapak
sepatu. Karena menggunakan semir cair dan dicetak diatas meja yang berwarna cream cerah, menjadikan cetakan tersebut
tampak sangat jelas dan detil, dan Elmo pun sibuk mengobrak-abrik tumpukkan
kertas yang ia bawa. Satu persatu kertas ia pilah dari tumpukkan yang paling
atas hingga bagian tengah tumpukkan, akhirnya ia menemukan selembar plastik
transparan seukuran A4, plastik hasil cetakan itu ia tarik dan ia taruh
disamping cetakan tapak sepatu tersebut.
“Apakah
ada perbedaan dari hasil cetakan ini?” tanya Elmo kepada Alex dengan nada
menantang atas kesamaan cetakan dari plastik dengan cetakan yang ada dimeja.
“Kau
tau, dimana saya mendapatkan hasil cetakan ini sebelumnya?” tanya Elmo lagi.
Alex pun terdiam seribu bahasa sekaligus bingung dengan pertanyaan Elmo.
“Dirumah
salah satu eksekutif muda yang bernama Jefri, yang tewas mengenaskan didalam Jaquzzi!” jawab Elmo dengan lantang.
“Buk...buk..bukan
saya yang membunuhnya” ujar Alex dengan terbata-bata.
“Alaaaaahhh...kau
mau berkelit lagi?” tanya Elmo menantang. Alex kembali terdiam dan menundukkan
kepalanya dengan kedua tangan terborgol yang ditaruh diatas meja.
“Lalu
siapa pembunuhnya?” bentak Elmo.
“Listrik...?
aliran listrik tidak dapat membunuh seseorang dengan sengaja!” jawab Elmo.
Mendengarkan kata “Listrik” Alex pun terkejut dengan mata terbelalak dan
mengangkat kepala menengadah menatap wajah Elmo, bertubi-tubi pertanyaan dan
pernyataan yang dilontarkan Elmo, interogasi kali ini Elmo menjadi lebih
dominan dibanding Pak Herman, seakan emosinya belum reda karena kesal terhadap
kejadian yan menimpa Aris disebabkan oleh Alex.
“Kalau
bukan kau yang mengendurkan penutup lampu dalam Jaquzzi niscaya Jefri tidak akan tersengat aliran listrik!” ujar Elmo
kepada Alex.
“Heeyyy...jangan
sembarangan menuduh kau!” teriak Alex spontan disertai berdiri dari tempat
duduknya sambil menunjuk dengan tangan kanan serta tangan kirinya ikut
terangkat karena masih terikat oleh borgol.
“Pak
Herman bisa minta barang buktinya?” pinta Elmo dengan sopan kepada Pak Herman.
Lalu
Pak Herman memanggil petugas yang sedang berjaga dibalik pintu ruang
interogasi.
“Petugas!”
panggil Pak Herman kepada petugas.
“Siap
komandan” dengan sigap petugas itu membuka pintu dan masuk lalu menjawab
panggilan dari Pak Herman.
“Tolong
bawakan semua barang bukti!” perintah Pak Herman.
“Laksanakan
komandan” jawab petugas penjaga, lalu petugas pun segera keluar untuk mengambil
barang bukti ditempat penyimpanan.
Sewaktu
menunggu petugas mengambil barang bukti, Pak Herman membuka sebuah kardus air
mineral yang berada persis disebelah kiri kursinya, tiga buah botol air mineral
Pak Herman keluarkan dari dalam kardus. Terlihat Pak Herman hendak menyuguhkan
air mineral tersebut kepada Elmo dan Alex, lalu satu persatu ia bagikan kepada Elmo,
Alex dan satu lagi ia letakkan persis didepan mejanya dimana ia duduk. Alex
dengan kedua tangan diborgol seakan dengan cepat meraih botol yang berada
dihadapannya, dengan sigap Alex pun membuka segel botol tersebut dan Gleekk..gleekk..gleekk seakan
kerongkongannya kering bagai tanah dipadang gurun yang sudah lama tersiram
hujan, Alex terasa sangat haus dan hanya menyisahkan seperempat air dari botol
tersebut.
Tak
lama petugas pun datang dan memasuki ruangan dengan membawa semua barang bukti
yang terbungkus dalam tas besar, petugas pun menaruh tas besar itu keatas meja,
Elmo berdiri dan meminta bantuan kepada petugas.
“Pak
tolong bantu saya untuk mengeluarkan semua barang bukti ini!” pinta Elmo kepada
petugas. Petugas pun menyetujui permintaan Elmo dan langsung mengeluarkan satu
persatu barang-barang tersebut, terlihat semua barang bukti tertutup rapih
dengan plastik klip transparan. Gelas, baut, pulpen, puntung rokok, bungkus
obat-obatan dan masih banyak lagi yang lainnya. Setelah barang bukti
dikeluarkan Elmo yang dibantu petugas, petugas pun menaruh tas yang sudah
kosong itu kebawah meja dan ia pun keluar dari ruangan, tampak Elmo sedang
disibukkan mencari baut yang terbungkus plastik klip, dan akhirnya menenmukan.
Ia pun memulai interogasi kembali kepada Alex.
“Di
TKP tim forensik menemukan adanya baut yang dibuka dengan paksa, disini
terlihat goresan-goresan dipinggir baut dan proses membuka baut pun tidak
dengan benda yang layak seperti obeng, melainkan dengan benda yang pipih dan
tajam. Indikas disini, kau menggunakan pisau sebagai pemutar baut dari tempat
penutup lampu Jaquzzi” ujar Elmo.
“Padahal
jika kau membukanya dengan alat semestinya yaitu obeng, tidak akan
mencurigakan. Tapi sayang, sebagai orang asing kau tidak mengetahui letak obeng
dari rumah orang lain, walaupun kau cukup lihai menggunakan sarung tangan untuk
menghindari sidik jari yang tertinggal, tetapi kau tidak meletakkan kembali
pisau dapur kedalam raknya semula” penjelasan Elmo kepada Alex.
“Ada
yang ingin kau sangkal?” tanya Elmo menantang.
Alex
tertunduk lemas dan tak mampu berkata apa-apa, ruangan ini terasa cukup hening,
Alex pun tidak mengeluarkan sepatah kata untuk berdalih seperti biasanya. Elmo
terlihat sibuk menyusun barang bukti yang tertumpuk untuk dipisahkan secara
rapih, Pak Herman mencatat disalah satu lembar kesaksian atas sangkut pautnya
barang bukti yang ditemukan dengan kronologis yang diceritakan Elmo, lembar
kesaksian ini akan menjadi bahan penting untuk dijadikan laporan persidangan
nanti.
Setelah
keheningan itu berakhir, Elmo kembali menginterogasi Alex.
“Selain
itu, kau ingat dimana engkau membali sepatu ini?” tanya Elmo kepada Alex,
sambil menunjuk sepatu yang berada diatas meja.
“Kau
membelinya disalah satu toko di Mall Jakarta, sepatu impor ini hanya ada dua
buah di Indonesia, yang satunya masih belum terjual dan masih berada di toko
Mountaineer, dan yang satunya lagi berada diruang interogasi ini” ujar Elmo.
“Tapi
saya heran, kenapa transaksi ini tidak atas namamu sendiri ya?” tanya Elmo
dengan nada meledek.
“Melainkan
atas nama seorang wanita yang bernama Cathrin, ada hubungan apa antara kau
dengan Cathrin?” tanya Elmo sambil menatap sinis melihat wajah Alex. Alex
kembali terdiam seribu bahasa mendengar penjelasan dan fakta-fakta yang keluar
dari mulut Elmo.
“Transaksi
ini dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, pihak kepolisian langsung
mengkonfirmasi dengan pihak bank yang bersangkutan untuk mencari kebenaran”
ujar Pak Herman kepada Alex.
Lalu
Pak Herman meraih selembar kertas yang berada didepannya, diatas tumpukkan
kertas Pak Herman mengangkat dan memperlihatkan kepada Alex.
“Dan
ini buktinya, Billing Statement dari
pemakaian kartu kredit korban yang bernama Cathrin” komentar Pak Herman. Tampak
ada beberapa tulisan dilembar Billing
Statement yang tersusun kebawah dibagian kolom pertama, dan disalah satu
tulisan tersebut terdapattulisan “Mountaineer” dan ada nilai dari transaksi
yang dilakukan.
“Dan
beberapa hari yang lalu Cathrin tewas dengan kondisi sangat tragis, ia tewas
karena seluruh tubuhnya hangus terbakar oleh api. Bahkan tidak hanya jasad
korban tapi seluruh rumahnya ludes dilalap api. Apa kau mengetahuinya?” Tanya
Pak Herman kepada Alex.
“Jawab
dong, jangan diam saja. Jangan-jangan kau sendiri yang melakukannya?” tuduh Elmo
kepada Alex yang kembali menunduk dan terdiam.
“Kenapa
harus kau ledakkan, sampai seisi rumah hangus semua?” tanya Elmo dengan nada
memelas.
“Di
TKP tim forensik menemukan tombol kompor gas dalam keadaan terbuka, saya yakin
tidak mengeluarkan api melainkan hanya mengeluarkan gas, perlahan gas itu memenuhi
seisi ruangan” ujar Elmo.
“Kejanggalan
lain disebelah kompor ada bungkus korek api kayu yang diatasnya persis ditaruh
sebatang rokok dengan kondisi sedang menyala, indikasi ini terlihat seolah-olah
kau merancang bom waktu yang siap meledak kapan pun. Dengan pemicu korek api
kayu dan sebatang rokok yang sedang menyala” penjelasan Elmo terhadap
kronologis yang dilakukan oleh Alex.
“Kau
tau setelah ledakan itu terjadi?” tanya Elmo kepada Alex, mendengar pertanyaan Elmo
Alex pun menengadahkan wajahnya dan melihat dan menatap wajah Elmo perlahan.
“Plafon
yang terbuat dari gypsum yang berada persis di atas kompor, terjatuh dan menimpa
sebatang rokok serta bungkus korek api tersebut. Beruntung rokok dan bungkus
korek api itu tertutup sekaligus melindungi dari lahapan api yang berada
disekitarnya, karena gypsum tidak mudah terbakar oleh api. Ini lah yang
menjadikan dugaan kuat kami bahwa terdapat unsur kesengajaan dalam kejadian
ini!” penjelasan yang cukup panjang dari Elmo untuk mengungkap kasus tewanya
Cathrin yang selama ini ia selidiki.
“Sudahlah
akui saja kalau ini perbuatanmu, jangan berkelit lagi karena alibi ini sangat
kuat mengarah kepada mu!” ujar Elmo kepada tersangka, dengan nada sedikit
meremehkan Alex karena semua kronologis dapat diketahui oleh Elmo, dan selain
itu ia pun mulai merasa letih karena interogasi hari ini banyak menyita
tenaganya untuk meladeni Alex yang tidak mengakui kasus pembunuhan ini.
“Oke,
saya akui ini memang perbuatan saya!” sontak Elmo dan Pak Herman terkejut
mendengar pengakuan dari mulut Alex.
“Cathrin
itu adalah kekasih saya, tidak ada sedikit pun niatan untuk membunuhnya, saya
hanya ingin memberinya pelajaran untuk membakar sebagian rumahnya, tetapi
Cathrin kebetulan pulang lebih cepat dari kantornya, dan sore itu ia sudah
sampai rumah dan bertepatan dengan rencana yang telah saya lakukan, tanpa
sengaja ia pun ikut terpanggang oleh api dirumahnya” jelas Alex.
“Dan
eksekutif muda yang kalian ceritakan itu bernama Jefri sekaligus selingkuhan
Cathrin. Saya memang berniat memusnahkannya dari muka bumi ini, karena ia telah
merenggut kekasih saya yang sangat saya cintai. Saya juga sengaja ingin
membuatnya tewas tersengat listrik dalam Jaquzzi,
dan saya pun telah mengintai untuk membaca situasi dan rutinitasnya” pengakuan
panjang Alex kepada Elmo dan Pak Herman, seakan ia sadar akan kesalahan yang
telah ia perbuat.
“Memang
naas cerita hidup ini, disaat saya telah bertaubat dan berusaha mencintai
wanita. Akhirnya Cathrin lah yang menjadi sandaran hati saya, angan-angan ini
seakan telah terancang jelas untuk menempuh jenjang pernikahan dan membina
suatu keluarga kecil nanti, yang hidup rukun, tentram dan damai dengan cukup
satu orang anak!” ujar Alex sambil menengadah keatas dan memandangi langit-langit
ruangan, seakan ia berkhayal tentang masa depannya.
“Ternyata
kekasih itu pun pindah kelain hati, itulah yang membuat saya terbakar api kemarahan dan menghanguskan harapan-harapan
saya!”
“Apa...bertaubat
dan berusaha mencintai wanita?” sela Elmo dengan nada tinggi dan penasaran.
“Memangnya,
selama ini kau belum pernah mencintai wanita? Atau sebelumnya kau tidak pernah
mencintai wanita? Atau kau selama ini menjalani hubungan sejenis?” tanya Elmo
yang semakin penasaran, dengan mata terbelalak karena heran terhadap salah satu
kalimat yang keluar dari mulut Alex. Lalu Alex pun kembali terdiam dan
tertunduk, tampak jelas air mata itu menggenang diatas kelopak matanya.
”Jangan-jangan
kau pernah ketempat ini?” tanya Elmo kembali kepada Alex, dengan mengeluarkan
sebungkus korek api yang sempat terpanggang dibagian tepi, dari saku bajunya
kehadapan Alex.
“Darimana
kau dapatkan bungkus korek ini?” tanya Alex kepada Elmo.
“Dari
rumah Cathrin, rumah yang kau ledakkan beberapa hari yang lalu!” jawab Elmo
santai. Alex pun meneteskan air mata, rasa penyesalan pun tak kuasa ia bendung,
kesedihannya seraya datang tiba-tiba, dan nafasnya terisak-isak karena
menangis.
“Tolong
lanjutkan!” perintah Pak Herman kepada Elmo.
“Begini
Pak Herman, tenyata Alex ini mengetahui atau pernah berkunjung kesalah satu
klab malam seperti yang berada dalam bungkus korek api ini!” jawabElmo.
“Maaf
sebelumnya Pak Herman, puntung rokok dan bungkus korek api yang ditemukan
dirumah Cathrin, saya simpan tanpa sepengetahuan Pak Herman. Karena saya
penasaran untuk mencari klab malam yang bernama Heaven, seperti tulisan yang berada dibungkus korek api tersebut.
Setelah saya mencari klab malam itu ternyata ditemukan didaerah Jakarta Pusat, yaitu
klab malam khusus pria penyuka sesama jenis!”ujarElmo.
“Melihat
bukti sekaligus indikasi-indikasi yang mencurigakan, seperti ditemukannya
bungkus korek api dengan logo serta tulisan salah satu klab malamdirumah
Cathrin.Member card dari klab malam
yang sama berada didalam dompet Kuntoro,dan status diplomat masih bujangan
walau sudah paruh baya” jelas Elmo.
“Jadi
kuat dugaanselain menjadi rekan kerja dikantor, antara Alex dan Kuntoromereka
pun menjalin hubungan khusus. Bukannya begitu Alex?”tanya Elmodengan tegas
kepada Alex yang tertunduk dan menangis.
“Diaammm...kauu!”
bentak Alex kepada Elmo, karena ia merasa disudutkan oleh bukti-bukti yang
disampaikan Elmo.
“Hubungan
mereka sangat dekat hingga Alex menjadi asisten atau bawahan yang sangat
dipercayai oleh seorang bos, dengan kata lain menjadi tangan kanan langsung
dari Kuntoro!” jelas Elmo.
“Hampir
semua urusan bisnis dan schedule
ditangani oleh Alex, sampai-sampai penyakit bawaan seorang bosnya pun ia mengetahuinya,
karena ia sering mengingatkan Kuntoro untuk tidak lupa meminum obat rutinnya”
ujar Elmo.
“Dan
pada kesempatannya, Alex pun mengelabui Kuntoro dengan cara menukar salah satu
tablet obat yang biasa ia sediakan untuk bosnya, ada tiga butir obat yang harus
Kuntoro konsumsi tiap harinya, dan salah satunya ia tukar dengan obat viagra.
Coba Pak Herman bayangkan, seseorang yang mengidap penyakit jantung menenggak
obat kuat khusus pria. Karena obat kuat itu akan memacu jantung lebih cepat dan
meningkatkan adrenalin siapapun yang mengkonsumsinya” jelas Elmo terhadap
kronologis yang sebenarnya
***
Siapakah Alex Sebenarnya?
“Hentikan...hentikaann...!”
teriak Alex dengan kondisi sedang menangis deras.
“Apa
kau menyangkal lagi?” bentak Elmo yang sudah memuncak amarahnya. Ruangan pun
kembali hening dan hanya terdengar suara tangis Alex tersedu-sedu.
“Ada
yang ingin kau sampaikan?” tanya Pak Herman kepada Alex. Tangisan itu seakan
sulit dihentikan, isak tangis dan air mata yang bercucuran ini seakan tidak
akan mampu membayar semua penyesalan Alex, dan tiba-tiba Alex mengangkat untuk
mencoba mengatakan sesuatu.
“Memang
saya yang melakukan itu semua!” ujar Alex sambil mengatur nafas untuk membuka
suara.
“Saya
pun yang membunuh diplomat itu, karena saya tidak tahan atas bujuk rayunya yang
membawa saya jauh kelembah kesesatan. Saya pikir jalan satu-satunya untuk
terlepas dari Kuntoro dan dunianya, adalah dengan cara melenyapkan dari muka
bumi ini. Setelah Kuntoro itu lenyap dari muka bumi saya pun merasa lega dan
berusaha mengubur dalam-dalam masa lalu itu” curahan hati Alex kepada Elmo dan
Pak Herman.
“Eh,
ternyata terungkap juga” semakin histeris lah tangisan Alex dan sempat
memukul-mukul meja dua kali dengan kedua tangan terborgol.
Tiba-tiba
Alex berdiri menunjuk wajah Elmo dan tangisan pun terhenti seketika.
“Kenapa
kau mengungkit masa lalu saya?” tanya Alex dengan nada keras kepada Elmo, Elmo
pun menjawab.
“Toh
ini kan kejadian sebenarnya, kalau tidak saya ceritakan kronologisya, pasti kau
tidak akan mengakui” Jawab Elmo tegas.
Suasana
pun semakin memanas, emosi Alex tidak terbendung lagi ia pun menghampiri Elmo
untuk melakukan tindakan fisik, berbagai macam kalimat amarah pun keluar dari
mulut Alex, karena Alex kesal atas masa lalunya yang kembali diungkap. Elmo pun
memasang badan untuk siap mempertahankan diri dan kedua tangannya siap mengepal
untuk menangkis dari pukulan Alex, suasana semakin gaduh Alex mencoba
beberapakali melayangkan kedua tangannya yang terborgol untuk mendaratkan pukulan
kewajah Elmo. Meja dan kursi pun bergeser karena dorongan badan dari Elmo dan
Alex, tapi sayang tak satu pun pukulan yang berhasil menyentuh wajah Elmo,
karena Elmo menangkis semua pukulan Alex dengan sigap.
“Heeyy..heeyy
berhenti!” terikan Pak Herman untuk melerai Alex dan Elmo, Pak Herman dengan
sekuat tenaga pun bersusah payah melerai, tapi tak kuasa untuk memisahkan
mereka.
“Petugas...petugas...!”teriak
Pak Herman untuk meminta bantuan kepada petugas yang berada diluar ruangan.
Lalu kedua petugas yang menggunakan seragam kepolisian pun memasuki ruangan dan
memisahkan Alex dan Elmo.
Akhirnya
jibaku Alex pun dapat dikendalikan oleh petugas, genggaman petugas memegang
erat kedua lengan disisi kanan dan kiri Alex dan tak memberi kesempatan kepada
Alex untuk meronta-ronta bak orang yang sedang kesurupan.
“Bawa
ia ke sel!” perintah Pak Herman kepada kedua petugasnya.
“Ayoo..Ayooo
cepat!” perintah petugas yang menggenggam lengan kiri dan kanan Alex sambil
menarik Alex dengan kuat kearah pintu untuk keluar dari ruangan. Namun
pandangan Alex pun tak pernah lepas memmandangi terus wajah Elmo, sepintas
berjalannya Alex yang dituntun oleh petugas memberi senyuman sinis kepada Elmo,
entah ada maksud apa Alex yang baru saja menangis dan banyak menderaikan air
mata malah melemparkan senyuman kecil kepada Elmo.
Setelah
keluar dari ruangan interogasi, Alex yang melangkah terseret-seret karena
dituntun dengan sekuat tenaga oleh petugas untuk digelandang kedalam sel,
tiba-tiba Alex meminta petugas untuk izin ke toilet.
“Sebentar
saya mau ke toilet dulu!” pinta Alex kepada kedua petugas, petugas pun
memberhentikan langkahnya dan berkata.
“Jangan
lama-lama!” perintah petugas kepada Alex, dengan setengah hati petugas
mengizinkan Alex ke toilet, dengan hanya beralaskankaus kaki saja Alex pun
memasuki ruangan toilet. Tak lama, dari kejauhan Elmo dan Pak Herman datang dan
akan melintasi kedua petugas, tampak Pak herman dan Elmo sedang berbincangkan
sesuatu sambil berjalan dan akhirnya mereka berpapasan dengan kedua petugas.
Pak Herman pun menegur mereka yang berdiri dimuka pintu toilet sedang menunggu
Alex.
“Lho,
tersangkanya mana?” tanya Pak Herman kepada kedua petugas.
“Sedang
di toilet komandan!” sontak kedua petugas menjawab kompak dengan sikap
sempurna.
“Ooo...”
jawab Pak Herman, lalu Pak Herman dan Elmo kembali melanjutkan langkahnya
menuju ruang kerja Pak Herman.
Seketika
Alex yang berada didalam toilet dengan posisi menghadap wastafel mendengar
suara Pak Herman yang bertanya kepada kedua petugas tersebut, ia pun langsung
keluar dari toilet dan melihat kedua petugas sedang lengah dan salah satunya
membelakangi pintu toilet. Alex memandangi sepucuk senjata yang berada
dipinggang petugas, dengan cepat ia pun mencuri dan mengambil alih pistol milik
petugas. Petugas yang merasa senjatanya direnggut paksa pun terkejut.
“Heeyy..heyy...!”
teriak kedua petugas sambil mengejar Alex. Ia pun berlari semakin kencang untuk
mengejar Elmo dan tiba-tiba.
“Jangan
bergerak!” perintah Alex dengan posisi menodongkan senjata ke leher sebelah
kanan Elmo, dan tangan kirinya menggenggam kencang dibagian belakang leher Elmo.
Spontan semua orang terkejut, petugas, karyawan dan staf sedang melintas dan
melihat kejadian itu pun langsung mencari tempat aman, staf dan petugas wanita
sontak berteriak histeris.
Baru
kali ini terjadi drama penyanderaan di Polda Metro Jaya, sungguh tindakan yang
sulit diduga. Satuan pengamanan pun sibuk bernegosiasi dengan Alex agar
melepaskan Elmo dari todongan senjata, Pak Herman terkejut sekaligus bingung
bukan kepalang, kalau saja korban sandera itu bukan Elmo Pak Herman pun tak
segan-segan mengambil langkah untuk bertindak cepat. Tetapi Elmo sosok pemuda
yang sudah dianggap layaknya anak kandung oleh Pak Herman, hal ini menjadikan
dilema tersendiri baginya untuk bertindak gegabah.
Elmo
pun digiring keluar gedung, perlahan demi perlahan Alex dan Elmo melangkah
mundur, hiruk-pikuk teriakan petugas kepolisian untuk bernegosiasi tak kalah
kencangnya dengan teriakan Alex yang memerintahkan petugas untuk mundur agar tidak
mendekatinya.
“Jika
ingin dia selamat, mundur semua...!” teriak Alex kepada petugas kepolisian yang
diantaranya termasuk Pak Herman yang terus menjaga jarak agar tidak jauh dari Elmo.
Sesampainya
ditanah lapang, yang biasa digunakan para petugas untuk apel pagi, langkah Alex
pun terhenti. Petugas kepolisan pun mengerubungi dihadapan Alex yang berjarak
kurang lebih enam meter, sempat beberapa kali Pak Herman menginstruksikan
pasukannya agar tetap tenang dan memberi jarak serta keleluasaan kepada Alex.
“Alex..Alex...tenang,
ok..ok.. Tolong lepaskan Elmo ia tidak bersalah!” permohonan Pak Herman kepada
Alex.
Tampak
tubuh Elmo bercucuran keringat karena gugupsekaligus tegang atas penyanderaanyang
dialaminya, dan takut jika terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Karena Elmo
menyadari bahwa Alex adalah sosok pembunuh berdarah dingin dan tampak sedikit
terguncang jiwanya setelah terungkapnya kasus-kasus yang telah ia perbuat.
“Kata
siapa ia tidak bersalah, dialah yang telah merangkai karangan cerita tentang
masa lalu ku!” jawab Alex dengan nada berteriak penuh emosi.
“Susah
payah saya mengubur masa lalu itu, kenapa harus kau timbulkan kembali?” teriak
Alex kepada Elmo, Elmo pun hanya bisa terdiam dengan posisi pasrah karena
lehernya yang digenggam sangat erat dan ditodongkan senjata.
“Oke..oke..kau
mau apa? Asalkan kau melepaskan Elmo” pinta Pak Herman kembali kepada Alex.
Seketika
iring-iringan tiga unit truk besar dari pasukan khusus kepolisian pun datang memasuki
gerbang Polda Metro Jaya, mobil dengan ukuran ban cukup besar itu
memberhentikan rotasi rodanya persis ditanah lapang dekat kerumuan massa.
Puluhan langkahsepatu bot PDL (Pakaian Dinas Lapangan)terdengar kompak bergerak
cepat loncat dari badan truk untuk membuat suatu formasi, beberapa kompi
sengaja dikerahkan untuk melindungi Polda Metro Jaya. Tampak jelas pasukan
khusus itu menggunakan pakaian dan atribut lengkap, seperti senjata laras
panjang otomatis, helm berwarna hitam, rompi anti peluru, masker wajah,
kacamata besar (Goggle) dan body
protector lainnya. Pasukan ini biasa disebut Detasemen Khusus 88 Anti Teror
yang selalu siap menjaga sekaligus melindungi bangsa ini dari teror apapun.
Pasukan
itu seolah sudah siap dengan posisi masing-masing, bidikan tiap senjata
otomatis telah fokus kesatu titik yaitu kening Alex, hanya menunggu instruksi
Pak Herman lah pasukan siap mendaratkan timah panas ke kening sang target.
“Tahan...!”
perintah Pak Herman sambil mengangkat tangan kirinya.
Melihat
sekian kompi pasukan yang baru saja datang, Alex pun panik. Langkahnya bergeser
sedikit kebelakang, genggamannya semakin erat mencengkram leher Elmo dan
pandangannya terus menoleh kekanan dan kekiri untuk memantau tiap pergerakan
yang terjadi disekelilingnya. Pak Herman sibuk bernegosiasi dengan Alex,
berbagai macam cara telah ia lakukan dan bahkan tidak sedikit anggota
kepolisian lain yang membantu Pak Herman, tiba-tiba.
“Bang
Alex...!” terdengar suara teriakan wanita memanggil namanya. Alex pun semakin
panik dan bingung mendengar suara yang menurutnya sudah tidak asing lagi, kedua
bola matanya semakin mencari asal suara yang berada dikerumunan tersebut.
Tiba-tiba
dari balik kerumunan keluar sesosok wanita muda yang menggunakan pakaian kemeja
putih, rok abu-abu tua dan menenteng tas dipundak kirinya. Perlahan wanita muda
itu maju selangkah demi selangkah sampai tiba persis dibelakang sebelah kiri dimana
Pak Herman berdiri mengawasi Alex dan Elmo.
“Bang
Alex, tolong lepaskan Elmo!” ujar wanita muda. Pak Herman pun terpana melihat
wanita tersebut, yang datang tiba-tiba dari balik kerumunan.
“Kenapa
kau datang kesini?” tanya Alex dengan nada membentak.
“Sewaktu
Astrid menelepon abang untuk menanyakan kabar abang, ternyata abang
memberitahukan kalau sedang berada di Polda dan sedang tersangkut masalah. Astrid
khawatir dan ke esokannya langsung terbang ke Jakarta, sebelum berangkat Astrid
berkali-kali menghubungi abang tapi ponsel abang tidak pernah aktif kembali. Astrid
juga tidak ingat nomor telepon rumah abang, karena nomornya ada di ponsel Astrid
yang hilang diperjalanan, yang Astrid ingat hanya nomor ponsel abang. Dan Astrid
belum sempat memberi kabar kepada siapa pun yang berada di Jakarta, karena
semua nomor ponsel hilang beserta ponselnya!”penjelasan panjang Astrid kepada
Alex, kakak kandungnya.
“Tolong
lepaskan Elmo, bang!” pinta Astrid memelas kepada Alex, sambil mengeluarkan air
mata.
“Kamu
kenal dengannya? Jangan-jangan kamu sekongkol dengan mereka? Aku tidak akan
melepaskannya, karena ia telah membangkitkan masa kelamku yang sudah susah
payah aku kubur dalam-dalam!” teriak Alex kepada Astrid dan kerumunan
disekelilingya.
“Jangan
bang, Elmo adalah kekasihku, aku tau benar tentang Elmo ia tidak akan melakukan
hal sejauh itu, karena Elmo orang baik-baik. Ia adalah orang kedua yang aku
cintai didunia ini, setelah bang Alex kakak kandungku sendiri! Abang ingat
delapan belas tahun lalu disaat usiaku sembilan tahun, sewaktu mendiang ayah
sakit keras, ayah memberikan pesan agar kita selalu hidup rukun dan saling
menjaga?”pernyataan sekaligus permohonan Astrid yang sangat dalam kepada Alex,
air mata Astrid puntak henti-henti membasahi kedua pipinya.
“Tolong
jangan kau sebut lagi nama itu! ayahmu hanya berpesan agar aku menjagamu saja,
sampai ia ingin mati pun tidak pernah memberikan rasa kasih sayangnya kepadaku.
Aku memang anak angkat yang ia pungut dijalanan, dan kenapa ia selalu
membedakan rasa kasih sayangnya, tau begitu lebih baik aku kembali kejalanan
saja. Terutama disaat terlahir bayi perempuan yang akan menjadi adikku itu,
disaat kau lahir lah awal dari kehancuran hidupku, seakan aku anak yang paling
buruk didunia ini, kalimat dan tindakan kasar seolah menjadi santapanku setiap
hari dari tindakan amarah ayahmu” keluh Alex kepada Astrid.
“Tidak
bang, sebenarnya ayah juga menyayangimu, seperti ia menyayangiku!” jelas Astrid.
***
Berakhirnya Sebuah Cerita
“Tidak...tidak
saya tidak akan mengampuni kesalahannya, biarkan ia membayar semua ini!” teriak
Alex histeris dan Doorrr dengan gelap
mata Alex menarik pelatuk pistol yang ia genggam kearah leher Elmo, akhirnya Elmo
pun terlepas dari genggaman Alex. Dan Dooorrr..doorrr..doorrr
desingan peluru menghujani tubuh Alex, dari arah pasukan khusus yang telah
siap siaga sedari tadi, puluhan peluru menembus kulit Alex, tubuh Elmo yang
tertembak dibagian leher pun tumbang ketanah, disusul dengan tubuh Alex yang
berlumuran darah.
“Eellmmooooo.....!!”
teriak Astrid menggema dan bergegas menghampiri tubuh Elmo terkapar diatas
tanah.
Pandangan
Elmo pun mulai kabur, seakan kematian telah siap menjemputnya, seketika Elmo
teringat kenangan-kenangan manis yang sulit ia lupakan. Seperti senda gurau
dengan Astrid, canda tawa dengan Aris dan Bibi, dan keakraban bak seorang anak
dengan ayahnya yaitu Pak Herman. Perlahan bayangan-bayangan itu sirna bagai pasir
yang tertiup angin kencang.
Astrid
pun langsung merangkul tubuh Elmo dan mengangkat wajahnya untuk memastikan Elmotetap
bernafas, kedua mata Elmo tertutup dan lehernya mengeluarkan darah segar.
Cucuran darah tak henti-hentinya mengalir, isak tangis Astrid sangat deras dan
terus memeluk wajah dan badan Elmo.
“Elmo,
bangun Elmo, banguuunnn...!” teriak Astrid dengan deraian air mata.
Suasana
mengharukan seraya menyelimuti kerumunan yang menyaksikan Astrid dan Elmo,
beberapa petugas dengan sigap mendekati Alex dan Elmo. Pak Herman pun tak
henti-henti memberikan komando, agar tim medis segera mengevakuasi kedua
korban.
“Sudah-sudah
biar tim medis yang mengurusnya!” ujar Pak Herman untuk menenangkan Astrid,
agar ia tidak terlalu hanyut dalam kesedihan. Pak Herman pun merangkul pundak Astriduntuk
bediri agar tidak menghalangi tindakan dari tim medis, ia sadar tubuh Astrid
tidak berdaya dan lemas setelah melihat apa yang dialami Elmo, ia pun merasakan
perasaan yang menimpa Astrid.
Lalu
Elmo pun dievakuasi oleh tim medis dengan menggunakan tandu untuk dibawa
kerumah sakit menggunakan ambulan. Astrid pun mengejar tandu yang berada tidak
jauh dari tandu Elmo, ia mendekati dan merangkul erat kantung mayat diatas
tandu tersebut. Seakan sudah lama ia tidak memeluk kakak kandungnya itu, dan
sekarang untuk terakhir kalinya ia memeluk Alex, tapi dalam kantung mayat yang
berwana kuning.
“Abang...abang....”
tangis Astrid sambil memeluk jasad Alex.
Suasana
hiruk pikuk terjadi di Polda Metro Jaya, suara sirene kedua ambulan serasa
membuat bising telinga. Kedua mobil ambulan pun berjalan cepat keluar dari
gerbang Polda, tubuh Astrid lemas karena baru saja menyaksikan kejadian sangat
tragis yang menimpa kedua sosok manusia yang sangat ia cintai. Bersama dengan
tangis yang tersedu-sedu ia pun dirangkul oleh Pak Herman untuk berjalan,
serasa tubuhnya sudah tak berdaya untuk menegakkan kedua kaki apa lagi
berjalan.
Keesokan
harinya. Tuutt...tuutt...tuutt terdengar
suara mesin monitor pendeteksi jantung, sampai sejauh ini monitor itu
menunjukkan kondisi yang dialami pasien berdetak normal, botol infus pun terus
meneteskan cairan. Tampak sosok pria yang terbaring kaku belum sadarkan diri
dari mimpi panjangnya, balutan perban yang dilapisi kapas tebal melilit kuat dileher
Elmo. Sampai saat ini ia masih tertidur lelap seorang diri dalam ruangan, tak
ada satu orang pun yang menemani Elmo. Suatu ketika pintu ruangan dimana Elmo
dirawat terbuka perlahan Kreeekk bunyi
pintu bergeser.
Kedua
mata Elmo perlahan terbuka, tampak sesosok tubuh pria menggunakan pakaian jubah
putih seakan menghampirinya. Hanya bagian wajahnya saja yang sulit terlihat
sehingga sulit dikenali oleh Elmo, dengan kondisi setengah sadar dan kedua
matanya belum sepenuhnya terbuka sosok itu semakin mendekat. Sambil melihat
sosok pria misterius itu Elmo pun mulai mempasrahkan diri, karena dugaannya
sosok tersebut adalah malaikat yang siap menjemput ajalnya, lalu pria itu
berdiri disebelah ranjang dimana Elmo masih terbaring lemas. Tiba-tiba dari
balik pintu muncul beberapa orang yang ikut masuk kedalam ruangan, diantaranya
pria paruh baya, dua wanita dan satu anak kecil. Elmo pun terkejut melihat
begitu ramai orang yang datang memasuki ruangan ini, sontak kedua matanya
berusaha fokus dari pandangannya yang kabur, punggung dan leher sengaja ia
tegakkan untuk melihat satu persatu pengunjung tersebut.
Ternyata
rombongan yang mengikuti pria berjubah putih itu adalah Pak Herman, Astrid, Bibi
dan Aris, semua terlihat dengan mimik tersenyum memandangi Elmo karena melihat
kondisinya telah siuman. Ia pun senang menyambut kedatangan mereka, paras sumringah
terpancar jelas dari wajahnya. Sosok pria berjubah putih itu adalah seorang
dokter yang sibuk memeriksa botol infus dan masih berdiri disamping ranjang Elmo.
“Beruntung
pasien ini, karena hanya tertembak dibagian lapisan kulit leher. Mungkin karena
keterbatasn gerak dari pelaku yang menembak dengan kedua tangan terborgol,
menjadikan peluru tidak terarah pas dibagian tenggorokan pasien” penjelasan
dokter kepada Pak Herman. Pak Herman pun menganggukan kepala karena merasa lega
terhadap kejadian yang dialami Elmo tidak separah yang dibayangkan.
“Syukurlah,
hanya bagian kulit saja!” ujar Astrid dengan senang kepada Elmo, dan tak
henti-hentinya memandangi wajah Elmo.
Astrid
bersama Bibi dan Aris berdiri disisi kanan Elmo sedangkan Pak Herman berdiri
disebelah kiri bersama dengan dokter yang telah selesai memeriksa botol infus.
“Kalau
begitu saya tinggal dulu Pak Herman, ada pasien lain yang harus saya periksa!”
ujar dokter kepada Pak Herman untuk pamit keluar dari ruangan.
“Emangnya
kak Elmo sakit apa Bi?” tanya polos Aris.
“Mas
Elmo kecelakaan sewaktu bertugas, jadi dirawat dirumah sakit!” jawab Bibi untuk
memberi penjelasan kepada Aris yang belum mengerti benar kejadian sebenarnya.
“Makanya
kalau naik motor hati-hati, jangan ngebut-ngebut!” nasihat Aris kepada Elmo.
Sontak semua tertawa karena mendengar kalimat yang keluar dari mulut bocah lugu
yang menasehati Elmo. Tawa Elmo pun pecah mendengar komentar Aris, tiba-tiba Elmo
mengeluh kesakitan dan meraba lehernya yang terbalut perban dengan tangan
kanannya.
“Aadduuhh...aadduuhh...sssttt!”
semua terkejut, suasana gelak tawa berubah menjadi tercengang karena mendengar
rintihan Elmo.
“Kenapa
Elmo?” tanya Astrid yang sangat prihatin dan spontan ia langsung memegang leher
Elmo yang terbalut perban karena prihatin akan lukanya yang belum sembuh benar.
Tanpa
sadar telapak tangan Astrid menindih punggung tangan Elmo, berapa detik mereka
saling berpandangan satu sama lain. Dalam benak Elmo sempat terbesit seakan ia
sedang menikmatipemandangan terindah yaitu paras wanita anggun sekaligus
tercantik didunia yang sangat peduli dengannya, begitu pula dengan Astridmemandangi
satu-satunya sosok pria yang sangat ia cintai dengan penuh kharismatik, sabar
dan penyayang.
“Ciiee..ciieee...”
ledekanAris kepada Elmo dan Astrid.
Sontak
Astrid tersadar dan lekas menarik tangan kanannya agar terlepas dari tangan Elmo
karena malu terlihat oleh Pak Herman, Bibi apalagi dengan Aris. Tetapi Elmo
lebih dahulu merubah posisi tangannya dan malah meraih dengan cepat dan
menggenggam erat tangan Astrid, melihat tangannya digenggam erat oleh Elmo, Astrid
pun tak kuasa menolak dan mengurungkan niatnya untuk menghindari tangan Elmo.
Dan Elmo berkata.
“Jangan
pergi lagi ya!” pinta Elmo kepada Astrid. Seakan pinta itu memiliki makna yang
sangat luas, mungkin karena Elmo memiliki kesan tersendiri terhadap kepergian Astrid
keluar kota tanpa memberikan kabar sedikit pun, bak hilang ditelan bumi.
Suasana pun berubah menjadi romantis antara mereka berdua, beberapa saat mereka
pun tak sadar kalau ruangan ini tidak hanya mereka berdua, tiba-tiba keluar
celetukkan dari mulut Pak Herman.
“Ya
sudah, kalau begitu kapan kita aka melangsungkan?” tanya Pak Herman dengan nada
meledek Elmo.Dengan seketika suasana ruangan pun kembali berubah menjadi gelak
tawa, tampak wajah Astrid berubah tersipu malu atas komentar Pak Herman.
“Hahaha...Pak
Herman bisa aja!” ujar Elmo.
Sungguh
benar-benar suasana yang sulit dilupakan, semua kebahagian, gelak tawa, senda
gurau dan keharmonisan seakan menjadi satu, layaknya keluarga kecil yang hidup
harmonis dan bahagia.
***
Mohammad
Daniel, S.Ikom
2009-2014
Depok
@moh_daniel9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar